Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MOTIVASI MEMBACA KITAB SUCI LUNTUR? GUNAKAN SAJA METODE KATEKESE

 



Oleh : Sebastianus Ngaga, S.Fil.

(Guru SMP Negeri 1 Mego)



CAKRAWALANTT.COM - Alkitab/Kitab Suci merupakan buku iman orang Kristen yang berisi tentang pengakuan atas Allah Yang Esa, eksistensi Allah sebagai Pencipta, Pengampun, Pembimbing dan Penuntun hidup manusia. Selain itu, Kitab Suci juga berisi mengenai hukum-hukum dan pesan-pesan moral yang mengatur kehidupan manusia. Sebagai “Buku Iman”, peserta didik tidak melihat Kitab Suci tersebut sebagai “Buku” yang penting untuk memperdalam iman akan Tuhan sebagai “Sang Kreator”. Kitab Suci dianggap sebagai buku yang tidak menarik untuk dibaca dan dipelajari.

 


Ada beberapa alasan yang ditemukan seperti peserta didik tidak punya waktu untuk membaca, tidak tahu harus mulai dari mana, membaca Kitab Suci membuat ngantuk, membingungkan dan membosankan. Hal lain yang melatarbelakangi masalah tersebut adalah realitas hidup peserta didik yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang mengakibatkan adanya perubahan sikap maupun mental. Dalam pembahasan akan ditampilkan strategi membangkitkan motivasi peserta didik dalam membaca kitab suci dengan metode katekese.

 


Pembelajaran Agama Katolik diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik tentang Kitab Suci. Dengan demikian, salah satu poin penting dalam proses pembelajaran adalah membaca Kitab Suci atau yang disebut juga dengan Alkitab. Strategi untuk membangkitkan atau meningkatkan motivasi peserta didik adalah menggunakan metode katekese.

 


Katekese merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas mewartakan Injil yang diamanatkan oleh Yesus Kristus (Mat. 28:19-20) (Mrk. 16:15). Katekese adalah pembinaan iman anak-anak kaum muda dan orang dewasa  untuk mewujudkan iman dalam kehidupan sehari-hari melalui bacaan-bacaan suci dari teks-teks Kitab Suci (https://id.m.wikipedia.org/wiki/katekese. Diakses pada 24/2/2023, pukul 11:00). Katekese sebagai aksi nyata dalam mewartakan Injil atau menyampaikan ajaran-ajaran Yesus kepada para pendengar secara khusus kepada peserta didik sebagai sasarannya supaya hidup mereka meneladani kehidupan Yesus.

 


Guru adalah fasilitator atau pendamping bagi peserta didik dalam katekese sehingga peserta didik dapat berperan dan berpartisipasi aktif. Guru sebagai fasilitator atau pendamping perlu menyiapkan perlengkapan seperti Kitab Suci, buku nyanyian (Madah Bakti, Puji Syukur), alat tulis dan media lainnya seperti laptop dan proyektor. Tujuan dari media-media tersebut adalah untuk mendukung agar kegiatan katekese menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.

 


Selain fasilitator, peserta didik juga diharapkan untuk membawa perlengkapan alat tulis (buku dan ballpoint) untuk menulis materi yang diberikan oleh fasilitator, buku nyanyian (Madah Bakti, Puji Syukur) untuk melihat nyanyian dan Kitab Suci sebagai sumber iman.

 


Fasilitator mengajak peserta didik membuka kegiatan katekese dengan nyanyian dan doa pembuka. Nyanyian berisi pujian dan syukur seperti lagu “Tuhanlah Gembalaku” (MB 301). Setelah menyanyikan salah satu lagu pujian atau syukur, dilanjutkan dengan “Tanda Salib” sebagai tanda kemenangan Kristus dan dilanjutkan dengan doa pembuka.

 


Fasilitator memilih salah satu bacaan dari teks Kitab Suci yang berkaitan dengan materi pembelajaran seperti materi meneladani karakter dan sikap Yesus sebagai “Sang Pendoa” dan bacaan dari Mat. 6:5-14 tentang Hal berdoa. Materi pembelajaran yang menjadi bahan katekese hendaknya sinkron dengan bacaan yang dipilih. Hal ini untuk memudahkan peserta didik dalam memaknai pesan-pesan yang tersirat dari teks Kitab Suci dan materi katekese yang disampaikan oleh fasilitator.   

 


Fasilitator mengajak peserta didik untuk membacakan secara bersama-sama atau bergantian dari bacaan teks Kitab Suci yang dipilih misalnya Mat. 6:5-14.  Dalam Mat. 6:5-14, Yesus mengajarkan kepada Para Rasul tentang berdoa yang baik. Berdoa yang baik adalah masuk ke dalam kamar, tutup pintu dan berdoa (bdk. Mat. 6:6). Berdoa bukan seperti orang munafik supaya dilihat orang (bdk. Mat. 6:5). Berdoa juga tidak bertele-tele dengan rumusan kata yang indah, tetapi berdoalah sebagaimana Yesus ajarkan yaitu doa “Bapa Kami”. Teks bacaan dari Mat. 6:5-14 ini boleh dibacakan berulang-ulang dengan tujuan agar peserta didik mudah untuk memahami maksud dari teks tersebut dengan materi katekese yang diambil dari materi pembelajaran yaitu “Yesus sebagai Sang Pendoa”.

 


Fasilitator kemudian membuka ruang dialog di mana fasilitator memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik seperti: mengapa Yesus disebut sebagai Sang Pendoa? Bagaimana sikap berdoa yang baik dan benar? Peserta didik diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan gaya bahasa dan pemahamannya masing-masing, misalnya Yesus disebut sebagai Sang Pendoa karena Yesus adalah Guru dan Tuhan.

 


Fasilitator kemudian menyimpulkan jawaban-jawaban dari peserta didik seperti manusia harus meneladani sikap Yesus dalam hal berdoa dan berdoa yang baik janganlah bertele-tele, jangan dipamerkan seperti orang munafik yang berdoa di tikungan-tikungan jalan raya supaya dilihat orang.

 


Fasilitator memberi masukan mengenai pesan moral dari bacaan Kitab Suci dengan situasi konkret yang dialami langsung oleh peserta didik baik di lingkungan sekolah, Gereja maupun masyarakat. Situasi konkret di sekolah misalnya sebelum dan sesudah pelajaran harus diawali dan ditutup dengan doa, berdoa Angelus (Malaikat Allah) pada pukul 12:00. Di lingkungan masyarakat misalnya membawakan doa saat syukuran ulang tahun. Dalam lingkup Gereja misalnya membawakan doa umat, doa sebelum dan sesudah bangun tidur, doa sebelum dan sesudah makan. Artinya bahwa teladan Yesus ini benar-benar diaplikasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian akhir dari katekese ini, guru sebagai fasilitator mengajak peserta didik menutup kegiatan katekese dengan doa dan nyanyian penutup.

 


Metode katekese ini merupakan salah satu strategi untuk membangkitkan semangat atau motivasi peserta didik untuk mendalami Firman Tuhan dalam bacaan Kitab Suci. Metode ini juga merupakan salah satu cara untuk meminimalisir dan mengatasi kurangnya minat peserta didik terhadap Kitab Suci yang dipengaruhi oleh faktor negatif yang lahir dari dalam diri maupun faktor negatif dari luar yakni pengaruh perkembangan dunia teknologi.

 


Metode katekese tentu akan mengantarkan peserta didik lebih dekat dengan Kitab Suci, lebih banyak waktu untuk membaca Kitab Suci sekaligus mampu menafsirkan dan menerapkan nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral dari teks Kitab Suci untuk mengembangkan iman dan kematangan hidup beriman di dalam kehidupan sehari-sehari.

 


Metode katekese ini mampu meningkatkan dan membangkitkan motivasi peserta didik untuk lebih giat dan rajin membaca Kitab Suci sebagai pedoman iman dan pedoman hidup, sehingga tingkah laku, etika, dan moral peserta didik menjadi lebih baik dari hari ke hari sebagai generasi muda penerus bangsa.

 


Untuk itu, ketika motivasi membaca Kitab Suci di kalangan peserta didik mulai luntur, maka Katekese menjadi solusi praktisnya. Metode ini mampu mengantarkan peserta didik untuk kembali menjadikan Kitab Suci sebagai sumber iman dan pedoman hidup. Dengan demikian, metode katekese diharapkan mampu menarik kembali minat peserta didik dalam memperdalam imannya lewat Kitab Suci. (MDj/red)


Post a Comment

0 Comments