Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

JIKA ANAK SUSAH BERHITUNG, MAKA METODE BERCERITA SOLUSINYA

 


Oleh : Maria Yosefina Lepe, S.Pd.

(Guru SMP Negeri 3 Maumere)



CAKRAWALANTT.COM - Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang wajib dipelajari dan dikuasai guna memahami berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi. Matematika sangat dibutuhkan di berbagai lini kehidupan, sebab dapat mengasah potensi individu atau kelompok dalam menganalisis dan memecahkan peristiwa atau persoalan yang terjadi di sekitarnya. Sebagai sebuah ilmu, Matematika wajib diajarkan di setiap satuan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal, guna membentuk kecakapan dan kemampuan analisis peserta didik.

 

Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), terdapat salah satu materi pembelajaran dalam Mata Pelajaran Matematika yang wajib dikuasai, yakni Materi Bilangan Bulat. Materi Bilangan Bulat selalu termuat di setiap Kurikulum Pendidikan, sebab menjadi dasar pengetahuan dalam mempelajari Matematika di tingkat pendidikan selanjutnya. Dengan kata lain, Materi Bilangan Bulat memegang peranan penting dalam proses pembelajaran Matematika.

 

Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan bulat positif, yaitu bilangan asli, nol, dan bilangan negatif. Operasi yang berlaku pada bilangan bulat diantaranya adalah operasi  penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Selain operasi perkalian dan pembagian, operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat merupakan operasi yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas VII SMP. Apabila peserta didik tidak menguasai operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, maka akan menjadi kendala atau masalah dalam mempelajari Matematika pada tahap selanjutnya.

 

Proses pembelajaran Matematika, terkhususnya pada Materi Bilangan Bulat, memang cukup menantang, sulit, dan membutuhkan energi lebih. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru pengampu Mata Pelajaran Matematika di SMP Negeri 3 Maumere, kemampuan peserta didik dalam memahami operasi bilangan bulat masih tergolong rendah. Mereka selalu mengalami kesulitan ketika harus menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

 

Misalnya, hitunglah hasil dari -5+3, maka lebih banyak anak akan secepatnya menjawab hasilnya adalah -8. Ternyata, jawaban itu salah. Jawaban yang benar adalah -2. Atau untuk operasi pengurangan bilangan bulat, misalnya, hitunglah hasil dari -6- 4, maka anak-anak akan menjawab-2, dan hasil ini juga salah. Hasil yang benar adalah -10. Cara untuk mendapatkan -2 pada operasi penjumlahan bilangan bulat dan -10 pada operasi pengurangan bilangan bulat inilah yang menjadi masalah.

 

Penulis pun menyadari bahwa tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran sangat bervariasi, sehingga membutuhkan alat bantu sederhana yang bisa memudahkan proses pendalaman materi. Selain itu, dibutuhkan pula strategi dan metode pembelajaran yang mudah tetapi efektif untuk mendukung tercapainya harapan tersebut. Salah satu cara yang penulis gunakan adalah dengan menerapkan pola bercerita atau mendongeng. Metode tersebut juga sesuai dengan usia peserta didik yang masih menyukai pola bercerita untuk memahami sesuatu.

 

Misalnya, untuk menjumlahkan -5+3 =, penulis akan bercerita demikian. Tanda negatif menunjukkan hal yang tidak baik, sedangkan tanda positif menunjukkan hal yang baik. Pada awal cerita, perlu dibuat kesepakatan bahwa kalau orang yang tidak baik sejumlah 1 orang melawan orang yang baik 1  orang , maka kedua orang itu pasti mati. Atau, bila 2 orang jahat melawan 2 orang baik, maka keduanya juga pasti mati dan seterusnya.

 

Dari soal penjumlahan di atas, dikatakan bahwa ada 5 orang pencuri pergi mencuri babi. Dalam perjalanan dini hari, mereka bertemu dengan 3 orang baik yang akan pergi ke Gereja. Pada saat bertemu, bertanyalah orang baik kepada pencuri, “Kemanakah kalian pagi-pagi begini?”. Karena takut niat jahat mereka diketahui orang, maka timbulah kemarahan dari 5 orang penjahat itu dan bersepakat untuk berkelahi dengan 3 orang baik dengan kesepakatan 1 melawan 1.

 

Maka, 3 orang baik maupun 3 orang jahat yang berkelahi pun akan mati. Jadi, yang hidup hanya tersisa 2 orang jahat. Berarti, kesimpulan dari hasil penjumlah -5+3 = -2. Demikian dan seterusnya bisa dibuatkan contoh yang lainnya. Atau untuk lebih singkatnya dapat ditanya -5+3 karena tanda pada dua bilangan tersebut berbeda, sehingga mereka tidak berteman, tetapi berkelahi. Dan, bila berkelahi, maka akan ada yang mati.

 

Demikianpun bila mengurangi dua bilangan negatif, misalkan -4-5. Sebelum bercerita, penulis memberikan penjelasan bahwa mengurangi dua buah bilangan bulat berarti sama dengan menjumlahkan bilangan pertama dengan lawan dari bilangan kedua. Jadi, misalkan -4-5, maka akan diubah menjadi -4 + (-5). Penulis akan menceritakan demikian. Ada 4 orang pencuri sedang berjalan di sore hari dan berniat mencuri mangga di kebun orang. Dalam perjalanan, mereka bertemu juga dengan 5 orang pencuri lainnya yang juga mempunyai rencana yang sama.

 

Pada saat bertemu, bertanyalah 4 orang pencuri kepada 5 orang pencuri lainnya, “Kemanakah kalian akan berjalan di sore ini?”. 5 orang itu akan menyampaikan niat mereka bahwa mereka mau pergi ke kebun orang untuk mencuri mangga. Lalu, 4 orang yang bertanya pun tersenyum dan mereka akan bersepakat untuk berjalan ke kebun tersebut secara bersama-sama, sehingga jumlah pencuri kini menjadi 9 orang. Jadi, kesimpulan -4 -5 = -9. Atau secara singkat, dapat dikatakan apabila dua bilangan itu bertanda sama, maka kedua bilangan itu langsung dijumlahkan sehingga jumlahnya akan bertambah.

 

Setelah beberapa kali menerapkan metode bercerita tersebut, penulis melihat adanya perubahan yang cukup positif di kalangan peserta didik. Mereka lebih cepat memahami operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Penulis pun berpendapat bahwa pola bercerita yang kontekstual atau sesuai dengan latar belakangan peserta didik turut mempengaruhi daya serap terhadap materi yang disampaikan.

 

Untuk itu, pola yang ditemukan oleh penulis ini bisa menjadi titik awal untuk  melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) lanjutan sebagai alternatif dalam mempercepat proses pemahaman, sehingga daya serap peserta didik bisa terus meningkat dan dapat menunjang perolehan capaian hasil belajar yang memuaskan. (red)


Post a Comment

0 Comments