Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

UNGKAP TIGA ‘DOSA BESAR’ DI DUNIA PENDIDIKAN SEPANJANG TAHUN 2022, BEGINI CATATAN FSGI

 

(Foto: Suasana pembelajaran di dalam kelas. Baru-baru ini, Federasi Serikat Guru Indonesia memberikan catatan terkait 3 'dosa besar' dalam dunia pendidikan sepanjang tahun 2022)


Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengeluarkan catatan terkait berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan sepanjang tahun 2022. FSGI menyoroti tiga 'dosa besar' atau permasalahan terkait kekerasan sepanjang 2022. FSGI memandang perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi sebagai dosa besar dunia pendidikan. Namun, langkah penanganan (pembentukan kelompok kerja) yang telah diambil oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menurut FSGI, patut diapresiasi.

 

“Hal ini untuk mengingatkan kembali seluruh stakeholder pendidikan agar meningkatkan sistem pencegahan dan penanggulangan tiga dosa besar di satuan pendidikan,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).

 

“Sejauh ini tercatat bahwa sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak di pendidikan tertangani dengan baik oleh Pokja Kemendikbudristek. Seperti kasus penggusuran SDN Pondok Cina 01 Kota Depok, kasus kekerasan terhadap anak di SMK Dirgantara Batam, kasus dugaan pemaksaan jilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul, dan masih banyak lagi”, ujar Retno.


(Foto: Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti)

Terkait kasus kekerasan seksual, FSGI mencatat jumlah kasus tersebut di satuan pendidikan yang sampai pada proses hukum pada tahun 2022 sejumlah 17 kasus. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah 18 kasus.

 

Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi di SD sebanyak 2 kasus, SMP 3 kasus, SMA 2 kasus, pondok pesantren 6 kasus, madrasah tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus, dan 1 kasus di tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. Rentang usia korban pun berkisar 5-17 tahun.

 

“Korban berjumlah 117 anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 101 anak perempuan. Sedangkan pelaku total berjumlah 19 orang yang terdiri dari 14 guru, 1 pemilik pesantren, 1 anak pemilik pesantren, 1 staf perpustakaan, 1 calon pendeta, dan 1 kakak kelas korban,” ujar Retno.


Sementara itu, modus yang dilakukan, antara lain dalih mengajar fikih akil baliq dan cara bersuci, mengajak menonton film porno, mengancam korban dikeluarkan sekolah, melakukan pencabulan saat pembelajaran, memaksa korban melakukan aktivitas seksual dalam ruangan kosong dan toilet sekolah, dan lainnya.


(Foto: SMP Negeri 3 Batang menolak 3 'dosa besar' dalam dunia pendidikan)

 

Kasus kekerasan seksual yang menimbulkan jumlah korban terbesar tahun 2022, yaitu mencapai 45 siswi bahkan 10 diantaranya diduga mengalami perkosaan, terjadi di salah satu SMPN di Batang, Jawa Tengah. Pelaku adalah guru agama yang juga menjabat sebagai pembina OSIS.

 

“Modus pelaku adalah terlibat aktif dalam seleksi pemilihan pengurus OSIS yang kemudian menggunakan dalih tes kejujuran dan kedewasaan untuk dapat melakukan kejahatan seksual pada 45 siswi yang mengikuti pemilihan pengurus OSIS tersebut, bahkan kejahatan seksual dilakukan di lingkungan sekolah,” ungkap Retno.

 

Terkait perundungan, FSGI mencatat sejumlah kasus perundungan yang terjadi di dunia pendidikan yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik, bahkan hingga korban meninggal dunia, seperti kematian santri di Ponpes Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur pada 22 Agustus 2022.

 

“Bahkan ada seorang santri di salah satu Ponpes di Rembang yang disiram Pertalite dan dibakar kakak kelasnya saat sedang tidur hingga korban mengalami luka bakar yang parah,” ungkap Retno.

 

Pada Januari tahun 2022, seorang guru SDN di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasan siswanya dengan menyuruh mereka makan sampah plastik. Sejumlah orang tua murid di sekolah tersebut mendatangi kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS.



Lalu, terkait kasus intoleransi, FSGI mencatat sejak tahun 2014 sampai dengan 2022, sejumlah kasus intoleransi yang terjadi di satuan pendidikan, diantaranya pelarangan peserta didik menggunakan jilbab sebanyak 6 kasus, pemaksaan menggunakan jilbab sejumlah 17 kasus, diskriminasi kesempatan murid dari agama minoritas untuk menjadi ketua OSIS sebanyak 3 kasus, dan pemaksaan sejumlah siswa perempuan untuk membuka celana dalamnya agar membuktikan yang bersangkutan benar sedang menstruasi sejumlah 2 kasus.

 

“Umumnya sekolah-sekolah negeri siswanya pasti beragam agama, suku dan status sosial. Oleh karena itu kebijakan sekolah negeri juga harus menghargai keberagaman, tidak menyeragamkan,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo.

 

FSGI kemudian merekomendasikan agar satuan pendidikan harus memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak. Juga mendorong pemerintah untuk melakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM) dan perubahan mindset tenaga pendidik terkait bahaya kekerasan terhadap anak. (kumparan.com/MDj/red)

Post a Comment

0 Comments