Oleh
: Yohanes Mau Kura, S.Pd.
(Guru
SMA St. Angela Atambua)
CAKRAWALANTT.COM - Bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional yang selalu dipakai di setiap lini kehidupan. Bahasa Inggris
digunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan besar yang melibatkan komunikasi
lintas negara. Semua dialog dan interaksi selalu merujuk pada Bahasa Inggris
sebagai media komunikasi internasional. Pengaruh Bahasa Inggris juga terasa di
dalam dunia pekerjaan, industri, dan beberapa lembaga penting, termasuk lembaga
pendidikan.
Hal itu membuat Bahasa Inggris dikenal
sebagai bahasa utama yang wajib dipelajari dan dipraktikkan guna menunjang
eksistensi individu ataupun kelompok di tengah perubahan global. Bahasa Inggris
dianggap sebagai salah satu pelajaran prioritas yang harus diajarkan di
sekolah-sekolah tanpa mendiskreditkan mata pelajaran lainnya.
Di era globalisasi saat ini, Bahasa
Inggris menjadi semakin eksis seiring dengan perkembangan pengetahuan dan
teknologi. Merebaknya pengaruh internet dan teknologi informasi/komunikasi
turut menunjang eksistensi Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang
wajib dikuasai oleh individu maupun kelompok di abad ini. Semua informasi yang
tersebar di media sosial, seperti facebook,
instagram, twitter, youtube, dan
sebagainya, juga mengelaborasikan Bahasa Inggris ke dalam semua aplikasi pada
media sosial. Untuk itu, dengan menguasai Bahasa Inggris, maka individu atau
kelompok akan mudah mengakses dan mengonsumsi informasi yang tersebar di dunia
maya (internet).
Kondisi ideal terkait penguasaan Bahasa
Inggris tersebut kadang menemui kesenjangan di beberapa satuan pendidikan. Kenyataan
riil di setiap pembelajaran Bahasa Inggris seolah menjadi persoalan klasik yang
menghambat terciptanya kondisi ideal sebagaimana mestinya. Salah satu aspek
kebahasaan yang paling sering mendapatkan perhatian serius adalah komunikasi
lisan (speaking skill). Hal itu
terlihat di kalangan peserta didik, termasuk di SMA St. Angela Atambua dimana
penulis mengabdi. Berdasarkan pengalaman penulis, di semester I, terdapat 4
orang peserta didik dari total 29 orang (14%) di kelas X yang belum bisa
menguasai kemampuan komunikasi lisan dengan baik
Persoalan tersebut tentunya memengaruhi
daya interaksi di dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Mereka cenderung
apatis dan tidak menghiraukan jalannya Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM). Materi
pelajaran yang diberikan pun tidak dapat dicerna dan dipahami dengan baik,
sehingga berdampak pada perolehan hasil belajar peserta didik di penghujung
semester. Selain itu, dalam skala global, mereka tidak dapat saling bertukar
pengalaman, pengetahuan, dan budaya dengan sesamanya di media sosial karena
minimnya penguasaan Bahasa Inggris.
Untuk menangani persoalan tersebut, maka
penulis menerapkan model pembelajaran Project
Based Learning (PBL) di dalam KBM. Menurut Taufiqurrahman dan Junaidi
(2021), PBL adalah kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan produk. PBL tepat
digunakan untuk pembelajaran yang mengajarkan
keterampilan terkait dengan konteks. Contohnya dalam pembelajaran Bahasa
Inggris adalah menyusun suatu teks dialog, menulis cerita tertentu, menulis
drama, membuat iklan, membuat pengumuman, dan membuat kliping.
Sedangkan, menurut Thomas, dkk dalam Wena
(2009: 1441), PBL merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja
proyek. Hal ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja secara mandiri
dalam mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan
produk nyata.
Untuk menghasilkan produk nyata tentu
harus melalui proses yang benar. Adapun langkah-langkah pembelajaran PBL adalah
sebagai berikut. Pertama, penentuan project (choose a project) diawali dengan penentuan pertanyaan mendasar (start with the essential question). Kedua, mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project) secara
kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Ketiga, menyusun jadwal (create
a schedule) yang dilakukan oleh pengajar dan peserta didik secara kolaboratif. Aktivitas pada tahap ini antara
lain membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, membuat deadline penyelesaian
proyek, membimbing peserta didik ketika mereka belum memahami proyek, memonitor
peserta didik, dan menguji hasil (Assess
the Outcome).
Berdasarkan langkah-langkah aktivitas
pada model PBL di atas, maka penulis mengadaptasikannya ke dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menerapkannya di dalam kelas. Adapun produk nyata
yang dihasilkan peserta belajar berupa teks-teks dialog singkat dan teks-teks
bacaan singkat (descriptive text dan
recount text). Tujuan meminta peserta didik membuat produk-produk tersebut
adalah untuk membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Peserta didik yang mendemonstrasikan
atau bertanya-jawab menggunakan dialog hasil buatan mereka akan lebih bermakna daripada
peserta didik yang hanya sekedar meniru dialog-dialog yang ada di dalam buku
cetak.
Peserta didik juga dilatih untuk menjadi
produsen sekaligus konsumen. Demikian juga prinsip yang sama berlaku pada
kegiatan membaca (reading) dan
mendengarkan (listening). Sebelum
membaca, peserta didik dituntun untuk menyelesaikan atau menyusun teks-teks bacaan
pendek berdasarkan contoh-contoh teks sejenis yang ada di dalam buku cetak. Lalu,
mereka diminta untuk mempresentasikan hasil kerja di depan kelas untuk mendapat
masukan. Setelah itu, mereka berlatih membaca dengan menggunakan teks yang
mereka hasilkan dan membandingkannya dengan teks-teks yang ada di dalam buku
pegangan.
Setelah menerapkan metode PBL selama 5
bulan (hampir 1 semester), penulis mengamati terjadi peningkatan yang
signifikan. Jumlah peserta didik yang mulai berani berbicara dalam Bahasa
Inggris secara mandiri meningkat menjadi 24 orang dari 29 peserta didik (82%
dari jumlah keseluruhan). Sedangkan, 4 orang peserta didik yang pada awalnya
sudah bisa berkomunikasi secara mandiri menunjukan penurunan grammar mistake yang signifikan. Penulis
pun menyimpulkan bahwa penggunanaan Metode Pembelajaran Project Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan
komunikasi lisan (speaking skill) peserta
didik SMA Santa Angela Atambua Kelas X Semester I pada Mata Pelajaran Bahasa
Inggris. (MDj/red)
0 Comments