Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MEMBACA LITERASI



Oleh : B. Eustachius Mali Tae

(Guru SMA Negeri 2 Tasifeto Timur, Belu) 


CAKRAWALANTT.COM - Tahun-tahun belakangan ini kata literasi selalu menjadi buah bibir. Tidak hanya di lingkungan sekolah, di kalangan masyarakat umum juga tidak jarang kata itu disebut bahkan dipraktikan. Secara sepintas, literasi tentunya bukan sesuatu yang asing atau baru di telinga masyarakat. Literasi bukan hanya milik individu-individu di lingkungan pendidikan yang tercantum dalam isi kurikulum, tetapi juga menjadi kebutuhan masyarakat luas dewasa ini.

 

Jika dilihat, hampir di seluruh kendaraan umum di Pulau Timor atau wilayah lain memiliki hiasan berupa tulisan-tulisan yang menarik untuk dibaca dan dipandang. Selain itu, di tempat-tempat umum maupun privat, terdapat ornamen-ornamen indah berupa tulisan, baik yang bersifat ajakan, pesan bijak, maupun seruan motivatif. Semua hal tersebut menjadi bacaan yang singkat dan padat, tetapi berisi dan memiliki makna yang bisa mewarnai rutinitas kehidupan sehari-hari.

 

Dalam Kamus Bahasa Latin-Indonesia, kata literasi merujuk pada littera yang berarti huruf, tulisan, dan surat. Selain itu, kata lain yang serupa dengan itu adalah litterator yang berarti guru, ahli bahasa, ahli sastra, pujangga, dan sastrawan (Prent, Drs.K, dkk: 1969, 499-500). Kemudian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), literasi merupakan kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi juga berhubungan dengan kata berbahasa.

 

Lalu pertanyaannya, sulitkah literasi itu diwujudkan? Literasi sebenarnya tidak sulit untuk diwujudkan. Proses berpikir, merasa, melihat dan mendengarkan bisa dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Semua pikiran, perasaan, penglihatan dan pendengaran pun bisa diceritakan, baik secara lisan maupun melalui tulisan. Untuk itu, bila literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis, maka sebetulnya masyarakat dewasa ini telah menjadi pelaku literasi itu sendiri.  

 

Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk menulis. Kemampuan tersebut bisa terakomodir bila individu-individu tertentu mampu meluangkan waktu untuk membaca dan menulis. Namun, kemampuan tersebut sulit untuk diaktualisasikan karena sikap pesimistik yang sering timbul terhadap kualitas isi tulisan yang dihasilkan.

 

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa seorang penulis juga membutuhkan pengakuan dari para pembaca. Banyak sekali tumpukan buku yang kadang tidak dibaca sampai tuntas, meskipun memiliki judul yang menarik dan isi tulisan yang bernas. Tidak jarang, buku-buku tersebut akan lapuk dimakan usia karena kurangnya perawatan dan ketertarikan membaca dari masyarakat. Fatalnya, dokumentasi-dokumentasi penting akan hilang dari peradaban karena minimnya pengakuan dari para pembaca.

 

Untuk itu, masyarakat harus dibiasakan untuk giat membaca. Salah satu upaya yang bisa digencarkan di tengah masyarakat adalah dengan mengikuti tren perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Masyarakat harus berubah menuju kondisi digital di era informasi ini. Melalui penggunaan gadget atau gawai, masyarakat bisa mengakses bahan bacaan di mana dan kapan saja tanpa halangan apapun.  

 

Dengan perkembangan dan kemajuan fasilitas TIK, masyarakat bisa semakin beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan zaman yang bervariasi. Selain itu, media sosial juga bisa menjadi wadah publikasi yang aktual sesuai dengan pedoman-pedoman etis yang berlaku. Hal itu tentunya menjadi bagian penting dalam proses peningkatan budaya literasi dasar, baik baca-tulis maupun digital.

 

Perkembangan dan kemajuan budaya literasi sudah menjadi tanggung jawab kolektif yang wajib diimplementasikan oleh semua orang tanpa terkecuali. Untuk itu, semua pihak harus saling bergandengan tangan untuk mewujudkan masyarakat yang literat, kritis, cakap, dan berkualitas. (MDj/red)


Post a Comment

0 Comments