Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MERAWAT KEHIDUPAN, MELUKIS WAJAH BANGSA

 (Catatan dari Materi Bedah Buku “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa”)



Oleh: Y. B. Inocenty Loe, S.Fil

(Penulis Buku “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa”)




CAKRAWALANTT.COM - Pada November 2020 lalu, kurang lebih ada 40-an guru Sekolah Swasta di Kota Kupang mengikuti pelatihan menulis artikel ilmiah populer yang diinisiasi oleh Badan Musyawarah Perguruan Swasta Provinsi NTT dan dibimbing oleh Media Pendidikan Cakrawala (MPC) NTT. Pada momen ini, saya percaya bahwa BMPS NTT dan Cakrawala NTT fokus dan konsen pada peningkatan kualitas pendidikan di NTT.

 

Mengangkat tema pendidikan tidak bisa lepas dari kontribusi dan komitmen para guru. Siapapun pasti yakin bahwa guru merupakan fondasi penting untuk membangun wajah pendidikan yang berkualitas, berprestasi dan berkarakter. Oleh karena itu, BMPS NTT dan Cakrawala NTT menyelenggarakan sebuah pelatihan menulis untuk memperkaya kompentensi para guru dalam mencerdaskan anak bangsa di NTT ini.

 

Buah dari peningkatan kompentensi guru yang dimotori oleh BMPS NTT dan Cakrawala NTT ini kemudian mendorong lahirnya sebuah buku Antologi Artikel Ilmiah Populer yang berjudul, “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa”. Buku ini berisi tulisan 39 guru hebat dari sekolah swasta se-Kota Kupang. Dan pada kesempatan ini, izinkan saya mewakili para guru penulis buku, untuk menyampaikan beberapa pandangan, sebagai berikut.

 

Pertama, pada momen-momen bedah buku seperti ini, mengingatkan saya akan pernyataan dari Saras Dewi, seorang penulis Indonesia. Ia mengatakan, “Di tangan para penulis, kata bukan barisan abjad yang bertujuan tunggal untuk komunikasi belaka. Kata adalah perangkat membingkai kejadian, menghidupkan gagasan dan mengabadikan peristiwa. Kata adalah kehidupan, kisah, juga jati diri manusia itu sendiri.”

 

Memang benar, kata adalah sumber kehidupan. Melalui kata-kata manusia mengenal kehidupan dan merangkai kehidupannya. Harus diakui, bahwa dengan kata-kata, para guru telah melukis wajah bangsa ini. Dan memang benar, kata demi kata yang terungkap dalam buku “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa” karya para guru ini mengarisbawahi sebuah perhatian terhadap kehidupan generasi penerus bangsa.



 

Di tangan para guru, kata demi kata menjelma menjadi komitmen untuk memikirkan, merancang, menyajikan dan mengedepankan sebuah model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan memiliki terobosan-terobosan brilian. Buku “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa” ini adalah sebuah buku yang berisi tentang strategi pembelajaran yang syarat inovasi dan kreativitas.

 

Para guru penulis berpikir secara efektif untuk menemukan sebuah tips dan trik yang dapat menyentuh dan mendorong peserta didik untuk belajar dan meraih prestasi. Oleh karena itu, tulisan-tulisan para guru ini harusnya diapresiasi bukan karena telah diterbitkan menjadi sebuah buku, tetapi pada tempat yang paling utama karena tulisan para guru ini lahir dari sebuah komitmen untuk merawat dan melestarikan kehidupan anak-anak bangsa.

 

Para guru ini sebenarnya tidak lagi menulis tentang apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi mereka sedang melukis wajah bangsa. Lukisan itu terungkap secara transparan dalam buku ini. Membaca buku ini sama dengan membaca kehidupan sekaligus membayangkan kehidupan yang akan lahir dari inovasi dan kreativitas pembelajaran yang disajikan para guru di dalam kelas sebagaimana yang terungkap dalam buku ini.

 

Kedua, izinkan saya membacakan sepenggal puisi almahrum Sapardji Djoko Damono. Pada suatu hari nanti// Jasadku tak akan ada lagi// tapi dalam bait-bait sajak ini// Kau takkan kurelakan sendiri. Sepenggal puisi Sapardji Djoko Damano ini secara tersirat mengingatkan kita bahwa menulis itu menghidupkan yang mati dan semua yang akan mati bakal tetap hidup. Ide yang tak diungkapkan akan mati dan tetap mati. Menulis adalah cara mengungkapkan dan menghidupkan ide. Dengan menulis, semua yang fana menjadi abadi. Ia menghidupkan sesuatu yang sementara waktu telah mati dan seandainya sesuatu itu akan mati, ia abadi.

 

Para guru lewat tulisan-tulisan dalam buku ini sebenarnya sedang merayakan keabadian. Bahwa tubuh memang sirna dilahap waktu. Namun, kata demi kata yang terungkap dalam tulisan pantas untuk menjadi abadi. Para guru penulis ini suatu saat nanti harus mengalah pada waktu, tetapi dalam tulisan-tulisan, mereka menjadi abadi bahkah terus hidup dalam ruang-ruang pembelajaran.

 

Oleh karena itu, apa yang terukir dalam buku “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa” ini harusnya dibaca sebagai sebuah ramuan untuk menjadi abadi. Yang abadi dalam tulisan para guru ini adalah sebuah inisiatif dan motivasi untuk berjuang dan berusaha sedapat mungkin dalam melukis wajah bangsa, sehingga judul buku ini, “Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa” adalah sebuah instruksi dan ajakan bagi semua guru dan siapa saja untuk terus menanamkan dalam diri suatu kehendak untuk mendidik, mengasah dan mengasuh generasi penerus bangsa yang ada di NTT ini. Harus diakui bahwa judul dan tulisan dalam buku ini lahir dari sebuah dorongan luhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kualitas pendidikan, secara khusus di NTT.

 

Ketiga, Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan peningkatan kompentensi ini memiliki dampak signifikan terhadap gerakan literasi di sekolah-sekolah, secara khusus sekolah asal para guru penulis. Harus disampaikan bahwa yang lahir dalam kegiatan ini bukan hanya tulisan-tulisan yang akhirnya dibukukan. Namun, mendorong lahirnya penggerak-penggerak literasi yang siap mendobrak sekat-sekat kualitas pendidikan di NTT. Kegiatan ini menjadi rahim yang mempersiapkan para guru untuk bertanggung jawab dalam menggerakkan literasi di sekolah-sekolah.

 

Sebagai seorang peserta kegiatan, perkenalan saya dengan gerakan literasi terjadi pada momen peningkatan kompentensi itu. Setelah kegiatan itu, bersama para guru di sekolah, kami mendorong dengan sangat kuat suatu kultur literasi di lingkungan sekolah yang terungkap dalam sebuah pembelajaran literatif, gerakan bersama literasi sampai pada penerbitan buku. Pencapaian-pencapaian ini lahir dalam kegiatan peningkatan kompentensi yang diselenggarakan oleh BMPS NTT dan Cakrawala NTT.


Ilustrasi : Model Pembelajaran yang Inovatif


Pemimpin Umum Cakrawala NTT pernah mengatakan, ”Kita harus berhenti mencari dan memilih orang yang terbaik, untuk mencetak dan menghasilkan orang yang terbaik.”. Tanah NTT ini hanya akan menjadi yang terbaik bila berhenti memilih orang yang terbaik untuk mencetak orang yang terbaik. Kegiatan yang diselenggarakan oleh BMPS NTT dan Cakrawala NTT ini berada pada titik ini, untuk mencetak dan menghasilkan orang-orang yang terbaik, yang siap untuk mendorong lahirnya generasi emas NTT.

 

Kita juga memberikan apresiasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Kupang, yang memberikan ruang dan perhatian yang cukup bagi gerekan literasi di NTT ini, secara khusus di sekolah-sekolah. Saya mengikuti bahwa dalam banyak kegiatan kedua kepala dinas ini terus mendorong agar gerakan literasi di sekolah-sekolah dapat bertumbuh subur.

 

Kita juga harus memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada para kepala sekolah yang telah mengirimkan para guru untuk mengikuti kegiatan tersebut sekaligus menyambut baik segala pikiran, gerakan dan komitmen-komitmen bagi gerakan literasi di sekolah-sekolah. Saya selalu yakin, di balik guru yang inovatif dan kreatif ada dukungan kepala sekolah.

 

Pada akhirnya, kita sepatutnya mengucapkan terima kasih untuk para guru penulis yang sudah menghasilkan sebuah karya yang berguna bagi dunia pendidikan NTT. Lukisan para guru dalam buku ini, adalah sebuah persembahan bagi NTT. Bahwa NTT memiliki guru-guru tangguh yang menantang batas-batas zona nyaman, untuk menjadi semakin inovatif dan kreatif. Tulisan-tulisan para guru akan hidup dan menjadi abadi dalam ingatan ruang-ruang pembelajaran di kelas.

 

Benar kata Fiersa Basari, “Kematian tidak pernah ada bagi mereka yang tahu caranya menghargai ingatan.” Demikiapun Boy Candra mengingatkan, “Mencintai adalah merawat ingatan, agar tak luka, agar tak lupa.”

 

Demikian dari saya,

Akhir kata

Burung merpati, burung cendrawasi

Sampai di sini terima kasih.


(MDj/red)


Post a Comment

0 Comments