Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MENGENANG DAMI N. TODA, PENYAIR YANG BERALIH JADI KRITIKUS

 Oleh Yohanes Sehandi

(Pengamat Sastra Indonesia dari Universitas Flores, Ende)

 

Setiap tanggal 10 November kita mengenang kepergian kritikus sastra Indonesia modern Dami N. Toda. Nama lengkapnya Damianus Ndandu Toda. Dami N. Toda meninggal dunia pada 10 November 2006 di Leezen, Hamburg, Jerman pada usia 64 tahun. Lahir pada 29 September 1942 di Cewang, Todo-Pongkor, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Abu jenazahnya dibawa ke Indonesia pada Oktober 2007, dengan rute perjalanan Jerman-Jakarta-Kupang-Manggarai  terus ke Todo-Pongkor tempat peristirahatannya yang abadi.

 

Penyair besar Indonesia, W.S. Rendra (1935-2009) pada waktu itu ikut mengantar abu jenazah kritikus sastra ini bersama rombongan keluarga dari Jakarta sampai di Todo-Pongkor. Dari keluarga besar Dami Toda yang hadir, antara lain mantan Gubernur NTT dua periode  Ben Mboi, anggota DPR RI, Benny K. Harman, istri Dami dan dua orang anaknya.

 

Rangkaian acara prosesi pengantaran abu jenazah ini digelar di Kupang, di Ruteng, dan di Todo-Pongkor. Di tiga tempat itu, penyair Rendra membacakan puisi yang diciptakan khusus untuk teman dekatnya ini, berjudul  “Jalan Alam, Jalan Budaya, dan Jalan Manusia” (lihat Pos Kupang, 16, 17, 19, 21 Oktober 2007).

 

Siapa Dami N. Toda?

 

Dami N. Toda dikenal luas sebagai salah satu kritikus sastra Indonesia modern yang berkiprah setelah kritikus sastra legendaris Indonesia, H.B. Jassin, mulai meredup pengaruhnya. Dami juga dikenal sebagai salah satu pencetus lahirnya Angkatan 1970 dalam sastra Indonesia. Awal kariernya Dami Toda sebetulnya sebagai penyair.

 

Lewat telaah dan kritik sastra yang dilakukannya, beliau berhasil “menemukan” Iwan Simatupang (sebagai novelis besar) dan “melambungkan” Sutardji Calzoum Bachri (sebagai penyair besar). Menerima hadiah sastra dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada 1984 atas buku telaah dan kritik sastranya, Hamba-Hamba Kebudayaan (Sinar Harapan, Jakarta, 1984).

 

Dami N. Toda (1942-2006)

Dami N. Toda (1942-2006)

 

Dami N. Toda adalah anak bungsu dari 8 bersaudara, keturunan raja Todo-Pongkor, Manggarai, dari Bapak Frans Sales Baso (Kraeng Baso) dan mama Paula Pangul. Menikah dengan D.S. Setya Wardhani (putri Solo), dikaruniai dua orang anak, Putra Rian Mashur dan Mayang Citra Putri Kembang Emas.

 

Menamatkan SD Ruteng I, Manggarai (1954), SMP/SMA Seminari Mataloko, Ngada (1961), Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Katolik (STFTK) Ledalero, Maumere (1961-1962, tidak tamat), Fakultas Sastra dan Budaya UGM, Yogyakarta (BA, 1966), Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Yogyakarta (1965-1967, tidak tamat), Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Sarjana, 1974).

 

Pernah bekerja di Departemen Sosial RI (1973-1975), mengajar pada Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Akademi Perawat St. Carolus, Jakarta, Sekretaris Eksekutif Yayasan Seni Tradisional (Jakarta), Redaktur Tamu harian Berita Buana, Staf Redaksi Majalah Kadin Indonesia. Sejak tahun 1981 menjadi dosen bahasa, sastra, dan budaya Indonesia pada Lembaga Studi-Studi Indonesia dan Pasifik  Universitas Hamburg (Jerman) sampai dengan meninggalnya pada 10 November 2006.

 

Awalnya sebagai Penyair

 

Tidak banyak yang tahu bahwa Dami N. Toda yang dikenal luas sebagai kritikus sastra, pada awal kariernya di bidang sastra sebagai penulis puisi. Jadi, awalnya sebagai penyair. Ini saya temukan pada waktu mengumpulkan materi dari berbagai sumber untuk menyusun sejarah sastra NTT sejak awal mula lahirnya sastra NTT sampai dengan saat ini.

 

Dalam penelusuran terhadap sejarah sastra NTT tersebut, saya temukan orang NTT pertama yang menulis puisi adalah Dami N. Toda pada tahun 1969. Sedangkan orang NTT pertama yang menulis cerita pendek (cerpen) dan novel adalah Gerson Poyk. Gerson Poyk menulis cerpen pertama berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” dimuat dalam majalah Sastra (edisi Tahun I, Nomor 6, Oktober 1961) dan mendapat hadiah dari majalah Sastra sebagai cerpen terbaik pada tahun 1961 itu.

 

Gerson Poyk juga orang NTT pertama yang menulis novel. Novel pertamanya berjudul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1968). Delapan tahun setelah Gerson Poyk menulis cerpen (1961) dan satu tahun setelah menulis novel (1968), Dami N. Toda menyusul menulis puisi. Dengan demikian, Gerson Poyk adalah perintis sastra NTT sekaligus perintis penulisan cerpen dan novel, sedangkan Dami N. Toda adalah perintis penulisan puisi.

 


Dami N. Toda menulis puisi pertama kali pada tahun 1969 dengan judul “Sesando Negeri Savana” dimuat  majalah Sastra (edisi bulan Juli, Nomor 7, Tahun 1969). Puisi yang kedua pada 1973 berjudul “Epitaph Buat Daisia Kecil” dimuat dalam majalah sastra Horison (edisi Desember, Nomor 12, Tahun VIII, 1973). Puisi yang ketiga pada 1977 berjudul “Pidato Kuburan Seorang Pembunuh (Tragedi Pendendam Tua di Adonara)” dimuat Majalah Dian (Nomor 1, Tahun V, 24 Oktober 1977), yang pada bagian akhir puisi tertulis, Mei 1967 (artinya puisi ini diciptakan tahun 1967). Dilihat dari segi tahun penciptaannya, puisi yang dimuat Majalah Dian (terbitan Ende, Flores, milik Serikat Sabda Allah, SVD) adalah puisi pertama Dami, namun dilihat dari segi tahun publikasinya, puisi yang dimuat majalah Sastra adalah puisi pertama.

 


Selanjutnya, kumpulan puisi Dami pertama terbit tahun 1976 dalam bentuk antologi bersama penyair Indonesia lain berjudul Penyair Muda di Depan Forum (Dewan Kesenian Jakarta, 1976). Puisi-puisinya yang lain terdapat dalam antologi Tonggak  III (Gramedia, Jakarta, 1987) editor Linus Suryadi AG. Pada tahun 2005 terbit buku kumpulan puisi pribadinya berjudul  Buru Abadi (Indonesia Tera, Magelang, 2005).

 

Meroket sebagai Kritikus Sastra

 

Dalam perjalanan kariernya di bidang sastra, Dami N. Toda lebih dikenal sebagai kritikus sastra dibandingkan sebagai penyair. Sejak jadi mahasiswa UGM di Yogyakarta, Dami aktif menulis artikel opini, esai, telaah dan kritik sastra pada berbagai surat kabar, antara lain di Yogyakarta (Pelopor Minggu), Jakarta (Sinar Harapan, Kompas, Suara Karya, dan Berita Buana), Bandung (Kedaulatan Rakyat, Mingguan Mahasiswa Indonesia). Juga menulis kritik sastra dan budaya pada majalah sastra Horison dan Budaya Jaya. Sering tampil sebagai pembicara di berbagai forum seminar sastra, seperti di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Fakultas Sastra UI, Universitas Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, dan pada 10th European Colloquium on Indonesian Studies di Universitas von Humboldt, Jerman.

 

Kolega Dami N. Toda di Fakultas Sastra UI, Riris K. Toha Sarumpaet (kini guru besar UI) berhasil melacak ratusan judul karya tulis Dami yang diterbitkan berbagai media massa cetak yang tersebar. Membaca data-data yang dipaparkan Sarumpaet (per 30 Mei 2007), kita seolah dibawa menatap panorama pemikiran Dami Toda yang sangat luas tercermin pada judul-judul karya yang telah dihasilkannya. Seorang peneliti sastra, yakni B. Trisman melakukan kajian khusus dan mendalam atas pemikiran Dami Toda yang kemudian hasil kajiannya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Kritikus Dami N. Toda Beserta Karyanya (Pusat Bahasa, Depdiknas, Jakarta, 2000).

 

Karya-karya Dami N. Toda dalam bidang telaah dan kritik sastra dan budaya (selain puisi) adalah (1) Puisi-puisi Goenawan Mohamad (Pusat Bahasa, Jakarta, 1975); (2) Sajak-sajak Goenawan Mohamad dan Sajak-sajak Taufik Ismail (bersama Pamusuk Eneste, Pusat Bahasa, Jakarta, 1976); (3) Novel Baru Iwan Simatupang (Pustaka Jaya, Jakarta, 1980); (4) Cerpen Iwan Simatupang Tegak Lurus dengan Langit (pengumpul dan penyusun Prakata, Sinar Harapan, Jakarta, 1983); (5) Hamba-Hamba Kebudayaan (Sinar Harapan, Jakarta, 1984); (6) Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi (Nusa Indah, Ende, 1999); (7) Maka Berbicaralah Zarathustra karya Friedrich Nietzsche (penerjemah dan penyusun Prakata, Nusa Indah, Ende, 2000); dan (8) Apakah Sastra? (Indonesia Tera, Magelang, 2005). *


(Makalah ini disampaikan dalam Acara Peringatan 11 Tahun Meninggalnya Kritikus Sastra Dami N. Toda, berlangsung di Universitas Flores, kerja sama Hiski Flores dengan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Flores, pada Jumat, 10 November 2017).


Sumber : https://yohanessehandi.blogspot.com/2017/11/mengenang-dami-n-toda-penyair-yang.html

 


Post a Comment

0 Comments