Oleh: Fr. Norbertus Banusu, CMM, M.Pd
Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba
CAKRAWALANTT.COM - Bulan Bahasa dan Sastra dilaksanakan
setiap Oktober bersamaan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Kegiatan ini secara rutin
dilaksanakan sebagai salah satu upaya memperingati hari lahirnya Sumpah Pemuda
yang menyepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di Indonesia.
Perayaan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2021 dilaksanakan dengan tema “Berbahasa
Sehat, Indonesia Tangguh.”
Komunitas Pembelajar SMAS Frater Don
Bosco Lewoleba mengadakan kegiatan Apresiasi Bahasa dan Sastra selama 28-30
Oktober 2021. Kegiatan yang diselenggarakan antara lain Lomba Mading antar
kelas, Lomba Musikalisasi Puisi, Lomba Menulis Resensi Buku, Lomba Video
Reportase, dan Pelatihan Literasi bagi Peserta didik dan Guru.
Kegiatan pelatihan literasi bagi peserta
didik dan guru diselenggarakan dalam kerjasama dengan Media Pendidikan
Cakrawala (MPC) NTT. Kegiatan berlangsung selama dua hari penuh dengan
memberikan pendampingan menulis berita, feature,
puisi, perjalanan hidup dan Karya Ilmiah Remaja (KIR). Sementara bagi para
guru, pendampingan menulis meliputi Artikel Ilmiah Populer, kerangka penulisan Best Practice, dan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK).
Lalu, apa pentingnya literasi bagi peserta
didik dan guru sebagai komunitas pembelajar, khususnya di sekolah? Bagaimana
literasi ini bisa ditanamkan dan menjadi habitus komunitas pendidikan
kita? Apa yang bisa diharapkan lewat gerakan literasi sekolah?
Literasi sebagai Gerbang Keterampilan
Hidup
Secara etimologis, istilah literasi
berasal dari Bahasa Latin “literatus” yang berarti orang yang belajar. Literasi
sebagaimana dijelaskan dalam Wikipedia adalah istilah umum yang merujuk pada
seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis,
berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat tertentu yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perkembangannya, literasi tidak
sebatas kemampuan mengolah informasi lewat kegiatan baca dan tulis. Literasi
sudah digunakan secara luas, berevolusi sesuai dengan tantangan zaman. Menurut
Ferguson dan Clay (2001), komponen literasi informasi terdiri atas literasi
dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi
teknologi, dan literasi visual.
Kegiatan literasi bertujuan untuk mempersiapkan
individu agar mampu menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat. Hal yang paling
utama dalam proses literasi ini adalah para peserta didik dan guru mampu
menjadi pembelajar mandiri. Kemandirian belajar ini hendaknya berlangsung
sepanjang hidupnya. Dengan demikian, perlu ditumbuhkan dan digerakan agar
menjadi sebuah habitus dalam komunitas pembelajar di sekolah.
Literasi dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan individu untuk mengevaluasi
informasi di tengah ledakan informasi secara efisien dan efektif. Literasi
informasi dapat berperan aktif dan dapat dijadikan pembelajaran untuk
mengekspresikan ide, membangun argumentasi, mempelajari hal baru, dan
mengidentifikasi kebenaran informasi serta menolak informasi dan pendapat yang
salah.
Dalam komunitas pembelajar di sekolah
konsep literasi dikaitkan dengan konsep learning how to learn, yakni
belajar bagaimana cara belajar. Literasi membentuk peserta didik untuk mampu
mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkannya. Hal ini
perlu dihidupkan di dalam komunitas pembelajar lewat berbagai aktivitas
pembelajaran kreatif, program dan kegiatan perlombaan, serta penyediaan akses
informasi yang memadai, baik media cetak, perpustakaan, maupun internet.
Literasi Sekolah, Gerakan dan Habitus
Literasi komunitas pembelajar di sekolah
sangat diperlukan. Literasi sekolah penting dan perlu dikembangkan menuju habitus
karena berbagai alasan penting (California State University, 2021). Pertama, menyediakan
metode yang baik dalam memandu peserta didik guna menghadapi berbagai sumber
informasi yang berkembang. Peserta didik berhadapan dengan informasi yang
beragam dan berlimpah, baik di perpustakaan, sumber-sumber komunitas,
organisasi khusus, media dan internet. Oleh karena itu, perlu kemampuan dalam memilah
sesuai kebutuhan demi perkembangan pribadi maupun komunitasnya.
Kedua, mendukung pemerintah dalam meningkatkan
kualitas pendidikan, menciptakan lingkungan belajar yang proaktif, serta
memasyarakatkan setiap peserta didik hingga memiliki kompetensi literasi
informasi. Dengan menguasai keahlian informasi, peserta didik dapat selalu
mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya.
Ketiga, menyediakan perangkat tambahan
untuk memperkuat isi pembelajaran. Dengan memiliki kompetensi literasi
informasi, peserta didik akan mencari tambahan yang dibutuhkan selama
pembelajaran, sehingga mampu mendukung pembelajaran yang sedang berlangsung. Peserta
didik menjadi subyek pembelajar yang turut berperan dalam menciptakan proses
pembelajaran yang relevan dan sesuai kebutuhan.
Keempat, meningkatkan pembelajaran
sepanjang hayat sebagai misi utama dari sebuah institusi pendidikan. Hal ini
dilakukan dengan memastikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan
intelektual, berpikir kritis dan dapat melakukannya sepanjang hayat.
Pengembangan literasi sekolah penting
dilakukan dengan menyediakan ruang akses informasi yang mudah dan memadai. Selain
itu, pihak sekolah juga dapat menyediakan waktu membaca bersama, mengunjungi
perpustakaan, membentuk dan membiasakan kegiatan kelompok diskusi dan debat,
menyediakan media ekpresi ide, seperti majalah dinding, buletin sekolah,
website sekolah, media sosial sekolah, serta ruang kompetisi antar peserta
didik dan guru di sekolah. Semua bentuk kegiatan ini perlu dirancang dan
menjadi kebiasaan yang tertanam serta membudaya dalam komunitas sekolah.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang
dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud, 2016) merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif
dengan melibatkan warga sekolah serta pemangku kepentingan di bawah koordinasi
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen). Dengan
membaca peserta didik dapat memperoleh informasi dan tidak dapat dipisahkan
dengan dunia pendidikan.
GLS secara umum bertujuan untuk menumbuhkan
budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar
menjadi pembelajar sepanjang hayat. Secara khusus, GLS bertujuan untuk membiasakan
dan memotivasi peserta didik dan guru untuk meningkatkan minat baca.
Alternatif GLS dapat dijabarkan melalui
kegiatan membaca buku non mata pelajaran selama 30 menit sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai. Selain itu, pemberdayaan kegiatan menulis melalui sinopsis
buku, resensi buku atau menulis essai dan artikel ilmiah bisa dilaksanakan pada
momentum Bulan Bahasa dan Hari Guru. Lebih lanjut, GLS juga bisa dilakukan
dengan mengadakan kegiatan menulis dan membaca puisi, pidato serta debat pada
momentum perayaan Hari Kemerdekaan. Di samping itu, pembuatan video reportase peserta
didik, vlog kreatif peserta didik, serta video pembelajaran guru juga merupakan
bagian dari literasi digital.
Penulisan Karya Ilmiah Peserta didik
sebagai prasyarat kelulusan adalah pilihan sekolah ketika Ujian Nasional (UN) sebagai
prasyarat kelulusan resmi dihapus sejak 2020 lalu. Kegiatan ini penting untuk
memberikan pengalaman sekaligus mempersiapkan mereka memasuki dunia pendidikan
tinggi.
Ruang ekspresi komunitas pembelajar di
sekolah ini juga didukung dengan penyediaan media apresiasi dan publikasi,
serta pengalokasian anggaran kegiatan. Sekolah juga menyediakan media publikasi
berupa Buletin SMART yang telah ber-ISSN, media online berupa website
sekolah www.smasfraterdonboscolewoleba.sch.id,
Youtube smasfrater dbl, serta media facebook fanpage SMA Frater
Don Bosco Lewoleba. Program merdeka belajar juga memberi ruang inovasi,
kreativitas dan pembiayaan bagi semua kegiatan di sekolah.
Akhirnya, GLS menuju habitus
komunitas pembelajar bukanlah sesuatu yang sulit. Kita hanya perlu membuka
ruang kesadaran diri dan kolektif serta partisipasi aktif-kreatif-inovatif
untuk secara bersama-sama mempersiapkan generasi pembelajar masa depan yang
hebat, mampu bertahan, dan mampu berkontribusi positif
dalam arus peradaban dunia ini.
Editor : Mario Djegho (red)
0 Comments