Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

TIGA PULUH MENIT DALAM AKSARA

 



(Catatan Reflektif atas Peringatan Hari Literasi Internasional di SMPK Alvares Paga)


Sikka, CAKRAWALANTT.COM - Seorang penulis kebanggaan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer pernah berujar, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang  di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Bung Pram, demikian sapaannya, merupakan penulis paling produktif dalam sejarah kepenulisan Indonesia.


Uniknya, Pram memulai proses kreatifnya dari sebuah keterasingan. Dia menulis dalam sunyi. Kesunyian membawanya ke dalam lembaran-lembaran naratif atas refleksi perjalanan bangsa Indonesia. Ada begitu banyak momentum sejarah yang tersirat ke dalam catatan-catatannya.

 

Di dalam aksara yang terlukis itulah dia hidup untuk keabadian. Dia terus hidup, walau raganya perlahan redup. Dia hidup dalam sejarah karena karyanya selalu dipelajari. Dia hidup di masa kini karena pikirannya selalu diulas. Dan dia juga akan hidup di masa yang akan datang, sebab refleksi yang dibangunnya menjadi pijakan generasi masa kini untuk melangkah di hari esok. Singkatnya, Pram terus hidup dalam sejarah bangsa ini. 

 

Kisah Pram tersebut juga mulai terlukis indah dalam semangat para warga SMPK Alvares Paga. Lembaga pendidikan menengah yang terletak di Kabupaten Sikka, Pulau Flores tersebut kini gencar menguatkan budaya menulis sebagaimana yang dilakukan oleh Bung Pram. Pada peringatan Hari Literasi Internasional, Rabu (09/08/2021), para guru dan peserta didik didorong untuk menuangkan semua ide, gagasan, dan imajinasi di atas lembaran kertas kosong.

 

Di bawah naungan tema “Literacy for a human-centered recovery: Narrowing the digital divide”, Kepala SMPK Alvares Paga, RP. Octavianus T. Setu, O.Carm, S.Fil.,M.Th mengajak seluruh guru (pendidik) dan peserta didik untuk mengawali hari tersebut dengan kegiatan menulis selama tiga puluh menit. Baginya, tidak ada frasa “tidak bisa” apabila belum pernah memulainya. Pada peringatan hari literasi tersebut, tuturnya, seluruh kalangan masyarakat diingatkan akan pentingnya literasi sebagai masalah martabat dan hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut tentunya bisa memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang lebih melek huruf serta berkelanjutan.  

 

Pada kegiatan tersebut, para guru dan peserta didik diberikan kesempatan selama tiga puluh menit untuk menulis sejak Pukul 07:30-08:00 Wita. Para guru diberikan ruang untuk menulis tulisan sejenis artikel ilmiah dan hal-hal lain menyangkut materi pembelajaran menggunakan media laptop dan sebagainya.

 

Sedangkan, para peserta didik diminta untuk menulis puisi dengan tema bebas dalam kertas HVS polos. Semua tulisan tersebut akan dikumpulkan dan dikurasi sebaik mungkin guna mewujudkan rencana penerbitan buku karya guru dan peserta didik jilid kedua. Kegiatan tersebut juga menjadi kesempatan yang layak untuk mendukung Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan bagian-bagian substansialnya.

 

Lebih lanjut, RP. Octavianus juga memberikan motivasi kepada para peserta didik dari kelas ke kelas. Ia menegaskan bahwa untuk menulis sesuatu, tidak boleh terdapat jeda yang lama. Dalam proses menulis, ujarnya, para peserta didik harus mampu menulis apa yang ada dalam pikirannya, bukannya memikirkan apa yang hendak ditulis. Baginya, apa yang telah ditulis memiliki arti dan maknanya sendiri. Oleh sebab itu, sambungnya, jangan pernah ragu untuk memulai sebuah kegiatan menulis.

 

“Cobalah untuk memulai tanpa harus membutuhkan jedah yang terlalu lama. Tulis saja apa yang dipikirkan dan jangan memikirkan apa yang hendak ditulis. Semua yang kita tulis pasti menyimpan maknanya tersendiri. Jadi jangan takut memulai, teruslah menulis,” pungkasnya.  

 


Pada dasarnya, terdapat begitu banyak hal yang bisa dikembangkan oleh pihak sekolah guna menunjang peningkatan budaya literasi di lingkungan sekolah, seperti; kegiatan tahunan, semesteran, maupun kegiatan kelas. Majalah dinding (mading) merupakan salah satu hal sederhana yang bisa mengatasi persoalan literatif.

 

Dewasa ini, literasi menjadi salah satu hal urgen dalam ruang publik, termasuk dunia pendidikan. Literasi kemudian bertransformasi menjadi kecakapan di abad 21 ini, sehingga setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal selalu memberikan ruang bagi peserta didik dan pendidik untuk giat berliterasi.

 

Namun, di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, para peserta didik dan pendidik harus terus berkarya, walaupun “terasingkan” dari kegiatan tatap muka. Seperti halnya Pram yang bisa berkarya dari keterbatasan sunyi, para pendidik dan peserta didik di lingkup SMPK Alvares Paga juga harus mampu berkarya, berekspresi, dan berkreasi tanpa batas di antara lingkungan yang terbatas. 

 

Di lain sisi, pada era konvergensi media yang menuntut digitalisasi ini, aktivitas para peserta didik harusnya diimbangi dengan kegiatan membaca dan menulis. Hal tersebut harus terus dibiasakan agar pertumbuhan dan perkembangan peserta didik bisa teraktualisasi secara matang serta seimbang.

 

Dengan proses peningkatan literasi sekolah lewat kegiatan menulis selama tiga puluh menit, para peserta didik dan guru bisa membudayakan semangat literasi secara terus menerus. Kelak, ketika budaya menulis telah menjadi kebiasaan bahkan “candu” positif, maka pola pikir kritis, kreatif, dan imajinatif bisa terbentuk. Melalui pemikiran tersebut, semua inovasi dan perwujudan sumber daya manusia (SDM) unggul bisa terpenuhi pada generasi emas 2045 mendatang.  

 

Teks dan Foto : Tim Humas SMPK Alvarez Paga

Editor : Mario Djegho (red)

 

Post a Comment

0 Comments