TTU, CAKRAWALANTT.COM – Wakil Bupati TTU, Drs. Eusabius Binsasi mendorong masyarakat TTU untuk terus mempertahankan budaya yang diwariskan para leluhur sebagai kekayaan yang bermartabat. Menurutnya, adat bagi “atoni TTU” adalah simbol yang mempersatukan suku agar keasliannya tidak luntur dan tetap bermartabat.
Hal
tersebut diungkapkan Eusabius ketika menghadiri ritual “Hela Keta” (baca:
Helketa/ ritual inisiasi calon mempelai, red) di Desa Kaenbaun, Kecamatan
Miomaffo Timur, Kab. TTU Sabtu (29/5/2021) lalu.
“Hela Keta
bagi masyarakat Tunbaba adalah simbol pemersatu. Wajib hukumnya, perlu
dilestarikan dan menjadi perhatian generasi penerus. Sebuah proses pendidikan
budaya patut dihayati generasi milenial,” tuturnya.
Ritual
“Hela Keta”
Pantauan media
ini, ritual “Hela Keta” tersebut diawali petuah adat perwakilan kedua mempelai.
Keluarga Besar Okto Sakunab (calon mempelai laki-laki) dari Desa Amol dan Odila
Kolo (calon mempelai perempuan) dari Desa Kaenbaun bertemu di Kali Tasoen, lokasi
yang telah ditentukan.
Bapak
Petrus Sakunab dan Bapak Yakobus Basan didaulat membuka sekat kedua calon
mempelai sesuai tradisi yang ada dalam petuah adat Dawan. “Hela Keta” merupakan
sebuah bentuk ritual inisiasi pembersihan kedua pasangan mempelai dari berbagai
bencana baik pada masa sebelumnya maupun di masa yang akan datang.
Setelah
memohon restu dari “Uis Neno” (Tuhan Allah) dan para lelluhur dalam tutur adat,
tamu undangan disilakan menikmati suguhan sirih pinang dan sopi yang telah
disiapkan. Sekat dibuka dengan membantai dua ekor babi besar untuk perjamuan
makan adat bersama. Prosesi “Hela Keta” dilaksanakan setelah calon mempelai
laki-laki melewati acara ketuk pintu.
Lebih
dari 200 orang tua dan muda menghadiri ritual adat tersebut.Wakil bupati TTU
dan Ibu bersama rombongan selanjutnya mengambil bagian dalam acara makan adat
bersama sesuai tradisi masyarakat setempat.
Berita & Foto: Gervas Salu
0 Comments