Oleh RD. Yudel Neno
Imam
Projo Keuskupan Atambua, Ketua Terpilih FTBM Kabupaten Malaka 2021 -- 2026
Filsuf
Yunani Kuno zaman pra-Sokratik, Heracleitos, ketika berbicara tentang hakekat
alam semest. Ia menegaskan bahwa yang tetap bagi dunia ini adalah perubahan. Di
dunia ini, tidak ada yang tetap. Yang tetap hanyalah kenyataan bahwa dunia ini
selalu berubah. Segala sesuai selalu mengalir. Pemikirannya tentang perubahan
ini dikenal dengan ungkapan pantarei.
Lantas,
kalau dunia ini selalu berubah, apakah manusia juga ikut berubah? Ada ungkapan
dalam bahasa latin, bunyinya demikian; “tempora mutantur et nos mutamur in
illis”; waktu berubah dan kita pun ikut berubah di dalamnya. Ungkapan ini
menegaskan bahwa manusia tidak bisa menghindari perubahan, bahkan manusia
adalah subyek bagi perubahan.
Manusia
sebagai subyek perubahan, termakhtub di dalamnya hakekat dirinya sebagai yang
tak sempurna, dan karena itu, ia selalu membutuhkan tindakan belajar sebagai
media untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Tentang belajar, ada ungkapan
menarik; ketika manusia berhenti belajar, ia mati. Dengan demikian, belajar
tidak sekadar hanya untuk tahu, tetapi belajar sebetulnya merupakan suatu
ekspresi bahwa manusia memang hidup. Selama ia hidup, ia butuh belajar. Selama
ia belajar, ia tetap hidup. Maka benar, kalau manusia dijuluki sebagai
pembelajar sepanjang hayat.
Beberapa
saat terakhir ini, disadari bahwa tindakan belajar sebagaimana pembelajaran
formal yang terjadi di sekolah-sekolah, tidaklah cukup. Mengingat bahwa tidak
semua diajarkan dan dipelajari via jalur formal. Kesadaran ini menuntun banyak
pihak untuk merintis berbagai strategi pembelajaran, yang bermuara pada tujuan
yang sama yakni mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa. Salah satu yang gencar
dibicarakan akhir-akhir ini adalah budaya literasi.
Apa itu literasi? Jawabannya sederhana, kalau kita mengacu pada asal katanya. Literasi berasal dari kata bahasa latin, “literatus”, yang berarti orang yang belajar. Maka literasi sebetulnya merupakan suatu kecakapan bagi setiap orang, bahwa dengan belajar ia tidak hanya mempertajam kecakapannya, tetapi juga ia adalah pembelajar selama hayat masih dikandung badan. Belajarlah seolah-olah besok ujian; belajarlah hingga titik darah penghabisan. Sangat terhormat, menghabiskan hidup untuk belajar, daripada hidup ini sia-sia karena tidak pernah belajar.
Salam literasi! Teruslah berjuang, para literat. Untuk sesuatu yang baik, darinya terpancar arah menuju jalan keluar.
0 Comments