Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MENGURAI PROBLEM METODE BDR DALAM SITUASI PANDEMI


Oleh RD. Yudel Neno

Imam Projo Keuskupan Atambua

Berkarya di Paroki Sta. Maria Fatima Betun, Malaka

 

Pandemi covid-19 melanda umat manusia tiada hentinya. Makin hari, makin lama, virus yang mengenaskan ini telah menelan jutaan orang di belahan dunia ini. Pandemi covid-19, mampu membatasi bahkan menghentikan secara total berbagai aktivitas manusia. Salah satu bidang kehidupan manusia yang terkena dampak adalah bidang pendidikan, mulai dari tingkat PAUD hingga Perguruan Tinggi.

 

Di Indonesia, dampak pandemi covid-19 baru terasa sejak Januari 2020. Sejak saat itu hingga sekarang, akses ekonomi, transportasi dan pendidikan serba terbatas. Mumpung, Jokowi sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, pandai dan bijak melihat situasi di Indonesia, tatkala virus ini terus merajalela, dengan tidak menerapkan kebijakan lockdown, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional hingga internasional. Kalau kebijakan itu ditempuh, secara ekonomis, dampaknya lebih membahayakan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

 

Dalam dunia pendidikan, segala akses dilakukan serba online (daring). Google classroom, aplikasi WhatsApp, grup facebook, aplikasi zoom menjadi trending topik untuk dibicarakan dan digunakan. Mempertimbangkan situasi pandemi covid-19, dianjurkan dan kemudian diterapkan satu metode belajar sesuai dengan arahan kurikulum khusus masa pandemi, yakni belajar dari rumah (BDR). Kepada siswa diberikan bahan dan tugas untuk belajar dari rumah, mengerjakan tugas, lalu dikirimkan kepada guru secara online atau pada beberapa tempat, siswa menjemput dan mengantar tugas di sekolah.

 

Metode belajar BDR ini, bukan tanpa masalah. Problemnya ialah siswa atau siswi masih terpola dengan senangnya rasa libur. Kembali ke rumah dalam waktu yang lama, itu sama artinya dengan berlibur. Defenisi libur secara akademik jelas, bahwa libur berarti berhenti sejenak dari aktivitas sekolah. Tingginya mental rasa libur, berjumpa dengan mental asyik main game zaman sekarang, rasanya tidak mempan bagi siswa-siswi untuk belajar, mengakses ilmu dengan sistem serba online.

 

Saya sendiri belum melakukan penelitian secara khusus, tetapi seandainya ada yang bisa melakukan penelitian secara akurat tentang penggunaan metode belajar online (daring) dan BDR oleh sekolah-sekolah, hasilnya pasti akan mengejutkan.

 

Mengapa? Ada beberapa alasan. Pertama, peralihan waktu dari metode  belajar normal ke  metode BDR, terlalu cepat. Siswa-siswi belum disiapkan mentalnya untuk bisa betah dan tekun belajar dari rumah. Kondisi seperti ini akan lebih parah, kalau orang tua pun tidak peduli dengan anak di rumah.

 

Kedua, tempat tinggal atau rumah, tempat siswa huni. Tidak semua tempat, terdapat jaringan dan signal, yang memudahkan akses belajar online. Di Kampung saya, jangankan 4G, untuk mendapatkan jaringan 3G, susahnya bukan main. Ketiga, keadaan ekonomi, tidak memungkinkan orang tua dan siswa untuk memiliki Hp sekelas Oppo, Samsung, dan jenis lainnya, yang nominal minimalnya satu juta-an.

 

Keempat, siswa-siswi tidak memiliki perbendaharaan buku yang cukup, sebagai bahan untuk belajar. Lalu, dari sumber mana mereka belajar? Membaca dari Hp? Mau membaca atau mau bermain game, atau mau membalas chat WA, sekadar tanya buat apa, sudah makan atau belum?

 

Kelima, guru-guru tidak cukup waktu, membagi konsentrasi terhadap siswa-siswi dengan jarak tempat tinggal bervariasi. Ada yang di pedalaman tanpa sinyal sama sekali. Keenam, metode belajar online dan BDR, memperlemah ikatan emosional antara guru dan siswa. Tidak hanya itu, fungsi kontrol pun sulit dilakukan.

 

Beberapa pernyataan problem di atas, dengan sengaja dilakukan, dan tentu menjadi perhatian bersama untuk mencari solusi bersama, mengingat bahwa yang namanya pendidikan anak, kalau ada problem yang muncul, itu merupakan problem kita bersama.

 

Tentu, saya sangat tidak berkompeten untuk menawarkan solusi atas berbagai problem di atas. Tetapi, sekiranya beberapa persoalan di atas bisa menjadi bahan pertimbangan untuk semua pihak yang berwewenang, dalam kerja sama dengan unsur-unsur terkait untuk memikirkan, membicarakan, menetapkan dan melaksanakan metode yang jauh lebih tepat, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing, tanpa mengabaikan protokol kesehatan.

 

Foto: Dokumentasi Penulis

Editor: R. Fahik/red

Post a Comment

0 Comments