Oleh: Y. B. Inocenty Loe, S.Fil
Staf Pengajar, Koordinator Literasi dan Publikasi SMA Katolik Giovanni Kupang. Akun Facebook: Inho Loe
Tulisan ini berjudul Membaca Ingatan, Membahas Buku “Mawar Gaib-Misa Pagi.” Kata
kuncinya adalah ingatan. Ia dipilih
dan dipakai sebagai judul ini karena menegaskan pemahaman bahwa ingatan adalah
hal penting dalam kehidupan manusia. Ingatan adalah material cinta untuk
membangun sebuah hubungan. “Mencintai adalah merawat ingatan, agar tak luka,
agar tak lupa,” begitulah menurut Boy
Candra.
Ingatan juga adalah ramuan keabadian.
“Kematian tidak pernah ada bagi mereka yang tahu caranya menghargai ingatan,” tegas Fiersa Basari. Demikianpun,
bagi orang beriman, secara khusus orang Katolik, ingatan itu adalah sakramen,
tanda keselamatan Allah yang nampak. Ingatan akan ajaran cinta kasih Kristus
membawa umat Kristiani kepada keselamatan yang paripurna. Intinya, ingatan
adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dan saya memakai
kata ingatan dalam pembahasan buku “Mawar
Gaib-Misa Pagi” untuk
menegaskan bahwa buku ini penting untuk dibaca.
Bagi saya, membaca buku “Mawar Gaib-Misa Pagi” membuka lorong-lorong ingatan akan beberapa poin yang ingin saya bahas dalam tulisan
ini. Membuka lembar demi lembar tulisan para seminaris menjerumuskan saya dalam
lumpur ingatan. Selain mengingatkan saya akan masa-masa di Seminari beberapa
tahun yang lalu, tetapi juga akan refleksi-refleksi moral, religius dan budaya. Dan inilah bingkisan ingatan yang ingin
saya bagikan dalamtulisan
ini. Berharap ingatan demi ingatan
tidak menjadi kenangan usang yang lekang oleh waktu.
Ingatan Pertama
Judul tulisan ini, dengan kata kunci
ingatan dipakai untuk mengungkapkan bahwa buku “Mawar Gaib-Misa Pagi” karya para seminaris merupakan sebuah
buku yang penting untuk dibaca karena berdaya guna membongkar ingatan akan
nilai-nilai moral, religius dan kebudayaan bagi para pembaca. Misa Pagi adalah
sumber dan puncak hidup orang-orang Katolik, apalagi para seminaris. Oleh karena
itu, seorang penulis dalam buku ini menegaskan: “jangan tidur saat misa, bisik temanmu
pelan.”
Sedangkan Mawar Gaib adalah simbol
spiritulitas penyerahan diri. Kita ingat perkataan Maria kepada Malaikat Tuhan,
“terjadilah padaku, menurut perkatanMu.” Judul
ini adalah sebuah ingatan sekaligus peringatan bahwa apa yang ditulis dalam
buku ini adalah bukan hanya sekadar
ajang apresiasi dan publikasi tetapi lebih intim merupakan sebuah panggilan
untuk mewartakan nilai-nilai kebenaran yang diajarkan oleh Kristus. Judul buku
ini, dengan sangat adekuat menampilkan wajah ke-katolik-an. Oleh karena itu, buku ini
bertanggung jawab menyuarakan pesan-pesan Kristus tentang damai sejahtera dan keselamatan yang datang dari menara
SMA Seminari St. Rafael Oepoi Kupang.
Saya ingat penggalan kisah St. Arnoldus
Janssen ketika mendirikan Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini).Satu hal yang mendukung pendirian Rumah Misi
Serikat Sabda Allah itu adalah kekuatan tulisan dan publikasi. St. Arnoldus Janssen menerbitkan majalah populer
dengan nama “Der Kleine Herz-Jesu-Bote”
(Utusan Kecil Hati Yesus), Stadt Gottes
dan St. Michaelskalender. Harus
diakui bahwa tulisan dalam publikasi-publikasi
inilah yang membantu dan mendukung aktivitas misi SVD awal. Lewat tulisan dan publikasi tersebut, St. Arnoldus
Janssen mewartakan ajaran-ajaran Kristiani
dan panggilan untuk mendukung karya misi gereja Katolik. Oleh karena itu, buku “Mawar Gaib-Misa Pagi” ini atau publikasi-publikasi yang akan
diasilkan oleh komunitas seminari St. Rafael harusnya bertanggung jawab
terhadap misi gereja Katolik
yaitu untuk mewartakan kabar gembira tentang keselamatan Allah yang datang dari
Kristus sekaligus untuk menciptakan wajah dunia yang
sungguh-sungguh diwarnai cinta kasih Kristus.
Ingatan Kedua
Buku “Mawar Gaib-Misa Pagi” karya para seminaris ini terdiri dari
kumpulan esai, cerpen,
puisi, ulasan dan artikel lomba. Ini merupakan karya rumpu-rampe. Sebagai karya
rumpu-rampe yang sarat argumentasi rasional dan sentimental, buku ini dapat
disebut sebagai karya fragmentaris. Ia terdiri dan terbentuk dari
bagian-bagian. Seperti puzzle yang tak beraturan. Ia dikumpulkan lalu disusun
menjadi satu rangkaian yang memiliki bentuk dan arti tertentu, menjadi fragmen
yang memiliki pesan luhur. Ada yang bercerita tentang Papua, negeri kaya yang sarat
konflik. Ada juga yang bercerita tentang tentang kegembiraan masyarakat Oepoli
menyambut jaringan internet 4G. Ada juga yang mengungkapkan tentang kekhasan
masyarakat Sabu (baik tentang nilai-nilai yang terkadung dalam motif sarung Ei dan Konsep kesetaraan gender seturut
pandangan hidup orang Sabu).
Selain itu, ada juga yang menulis puisi
dari kedalaman hatinya. Misalnya, dengan sangat sentimental, Angelo Ndao
padukan ruang tamu, harapan, kenangan dan rindu. Atau tentang hadiah kecil, karya Irno Nainaban: “tidak perlu memberi apa-apa, cukup
sandal jepit biasa, agar surga kecilku tidak tergores.” Itulah sebuah karya
framentaris; gagasan,
ungkapan, pertimbangan dan temuan
bercampur menjadi satu yang sarat pesan bagi para pembaca.
Esai
Meninggalkan Bumi Papua dan Daerah Sunyi Oepoli mengungkapkan kehidupan, jati
diri dan budaya apa adanya. Demikianpun, cerpen Mawar Gaib, Sahabat dan Efraim
berpesan tentang kesetiaan, loyalitas, kesabaran dan simpati. Harus diakui
bahwa puisi-puisi dalam buku ini sangat kental akan kekristenan. Mereka
mengungkapkan tentang ajaran-ajaran Kristiani, baik tentang penderitaan sebagai
salib yang mendatangkan rahmat juga tentang proklamasi akan Kristus sebagai
juru selamat manusia. Juga tidak kalah menarik, dalam artikel-artikel lomba dipaparkan
kebajikan-kebajikan tentang menangkal virus korupsi, harkat dan martabat
manusia dalam konsep kesetaraan gender dan juga tentang simbol-simbol dalam motif sarung Ei yang memiliki nilai spiritual, ekonomi dan sosial politik.
Meskipun sebagai satu buku yang utuh, tulisan-tulisan dalam buku ini tetap terdiri
dari episode-episode yang sarat pesan dan nilai.
Ingatan Ketiga
Buku ini
merupakan dukungan terhadap semangat untuk menumbuhkembangkan budaya literasi
di lingkungan SMA Seminari St. Rafael Oepoi Kupang. Literasi adalah
keterampilan menulis, membaca, menghitung dan menyimak. Literasi dalam bahasa
Latin adalah literatus yang berarti
orang yang belajar. Oleh karena itu, literasi dapat dimengerti sebagai strategi
belajar dengan cara menulis, membaca, menghitung dan menyimak untuk mencapai
pengetahuan, keterampilan, spiritualitas dan sosialitas yang dibutuhkan manusia
zaman ini. Sebagai sebuah strategi, literasi membentuk seseorang untuk berpikir
kritis dan sistematis.
Ada ungkapan dari Filsuf Rene Descartes, Cogito
ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Ungkapan ini menegaskan dan
mengungkapkan bahwa
jati diri manusia adalah berpikir. Benar,
bahwa semua orang berpikir. Namun, yang dimaksudkan Descartes dalam konteks ini adalah sebuah cara
berpikir kritis dan sistematis.
Cara berpikir
model ini dibentuk melalui literasi, dengan membaca, menyimak dan menulis. Menulis karya ilmiah misalnya, pikiran diinstruksikan untuk berpikir dengan teratur dari
pendahuluan, pembahasan dan penutup. Begitupun ketika menulis puisi dan cerpen,
pikiran kita dirangsang untuk memikirkan
kata demi kata sederhana kemudian merangkainya menjadi rangkaian yang indah.
Buku ini adalah
sarana untuk mengasah cara berpikir kritis dan sistematis. Penulis dalam buku ini adalah para
seminaris, calon imam, calon pemimpin gereja dan dunia. Sebagai calon
pemimpin gereja
dan dunia, para seminaris harus menformat dirinya dalam bingkai cara berpikir
kritis dan sistematis. Di tengah berbagai persoalan yang dunia dan gereja
hadapi, dibutuhkan seminaris yang berpacu terus menerus dalam usaha mengasah
cara berpikir model ini. Apalagi, di tengah corak kehidupan 4.0 yang
menitikberatkan pada teknologi digital. Salah satu konsekuensi yang dihadapi manusia adalah tumpukan informasi. Di mana ada
kesulitan untuk membedakan mana informasi yang benar-benar berkulitas dan mana
informasi bajakan, yang tidak memenuhi standar kualitas. Pada momen ini muncul hoaks. Di tengah situasi seperti ini, diperlukan
kemampuan untuk berpikir kritis dan sistematis. Kritis artinya membuat seleksi atas
berbagai infromasi yang ada. Sistematis artinya merangkai informasi-informasi
tersebut menjadi satu bagunan informasi yang berkualitas, yang dapat
dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis dan sistematis adalah obor untuk
mengarahkan dunia dan gereja
menuju sumber air yang menyegarkan.
Penutup
Buku “Mawar Gaib-Misa Pagi” karya para seminaris ini
adalah sebuah buku ingatan. Membaca lembar demi lembar tulisan dalam buku ini
mengingatkan para pembaca akan diri sendiri yang asik menatap dan merenungkan
realitas. Selain itu, buku ini mengingatkan pembaca akan nilai-nilai moral,
religius dan budaya untuk membangun kehidupan bersama di tengah berbagai
persoalan dunia. Demikianpun, melalui buku ini, para pembaca diingatkan untuk
mengembangkan kultur literasi dalam rangka mengasah cara berpikir kritis dan
sistematis guna menangkal sisi gelap kemajuan teknologi digital seperti hoaks
yang mulai menemukan jati diri. Akhirnya, buku ini mengingatkan para pembaca
akan kekuatan menulis. Dengan menulis semua yang tak terungkapkan menemukan
alasan untuk dimengerti dan dijelaskan. Begitupun, semua yang dapat dimengerti
dan dijelaskan menjadi episode-episode yang sarat pesan dan nilai.
Foto:
Dokumentasi Redaksi
0 Comments