Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

TANTANGAN BARU PEMBELAJARAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19


Oleh: Hironimus Deo, S.Pd.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMAN 2 Macang Pacar, Manggarai Barat

 

Pembelajaran kali ini sangat berbeda bagiku. Diam di rumah anakku terlantar tidak mendapatkan secarik pengetahuan. Aku harus bangkit dari gelap menuju terang. Lewati hari dengan sendiri menuju rumah anak didikku. Jarak yang kutempuh menuju rumah peserta didik sangat bervariasi dari 1 km sampai dengan 5 km. Naik turun bukit dengan roda dua menguras tenaga, melewati jalan belum disentuh aspal, menaklukkan jurang maut, menyeberangi air sungai adalah hal yang tidak mudah.

 

Hal yang kulakukan di kampung selama pembelajaran dari rumah atau dalam istilah home learning merupakan tantangan baru bagiku yang lahir di kampung, Ya. Letih lesu gurat kesedihan di wajahku, berpasrah pada siapa? Kalau menunggu bumi ini sembuh, menunggu itu belum pasti sementara siapa yang mau mencerdaskan anak-anak bangsa di pelosok negeri ini. Aku harus ambil resiko dengan caraku tak sembunyi di mata anak didikku. Pembelajaran dengan menggunakan metode kunjung rumah peserta didik adalah langkah awal walau hanya 1 jam setiap hari dari rumah ke rumah dari setiap kampung, aku hanya 1 jam di rumah Maya dan Osna. Aku memberi materi pada peserta didik di rumah tidak dilakukan setiap hari dan hanya seminggu sekali mengunjungi siswa.

 

Selang beberapa jam kemudian aku memberi tugas sesuai dengan materi ajar yang saya berikan pada anak didikku, beberapa jam sebelumnya. Ya. Aku menunggu hasil kerja mereka. Aku menunggu sampai 1 jam per rumah sebelum aku pamit ke rumah siswa di kampung yang lain karena aku tahu inilah caraku selama pandemi covid-19 pelajaran bisa ditempuh walau belum maksimal di mata peserta didik.

 

Pembelajaran Bahasa Indonesia saat pandemi covid-19 secara keseluruhan ada 99 orang siswa dibagi yakni, Kelas XI IPSA (34 orang), Kelas XI IPSB (32 orang) dan kelas XI IPSC (33 orang). Dari jumlah tersebut ada 53 orang siswa kelas daring atau yang memiliki handphone android, kemudian dari 53 siswa tersebut dibagi lagi dari jumlah siswa total tiga kelas yakni, Kelas XI IPSA (20 orang), Kelas XI IPSB (20 orang) dan Kelas XI IPSC (13 orang).

 

Pembelajaran secara daring menggunakan aplikasi WhatsApp dan Messenger. Kelas WhatsApp berjumlah 40 orang siswa, Kelas Messenger berjumlah 13 orang siswa. Kemudian kelas daring WhatsApp dibagi lagi ada 3 group kelas yakni, Kelas XI IPSB (20 orang), Kelas XI IPS C (40 orang) dan Kelas Messenger XI IPSA (13 orang). Metode yang digunakan adalah metode dengan cara swafoto diaplikasi WhatsApp dan Messenger saat mengerjakan tugas lalu kirim di aplikasi WhatsApp dan Messenger berdasarkan nama dan tugas yang diberikan. Pemebelajaran melalui aplikasi WhatsApp dan Messenger antisipasi secara efektif walau tidak secara efisien dalam sepekan. Melalui aplikasi WhatsApp dan Messenger sangat membantu dalam pembelajaran di tengah pandemi covid-19.

 

Kemudian pembelajaran dengan menggunakan kunjungan rumah ada 46 orang siswa. Dari jumlah siswa tersebut dibagi tiga kelas yakni, Kelas XI IPSA (26 orang), Kelas XI IPSB (10 orang) dan Kelas XI IPSC (10 orang). Pembelajaran kunjungan rumah hanya 1 jam per rumah dengan rincian pembagian waktu 10 menit pembukaan saya memberikan penjelasan singkat dan lanjut dengan memberikan tugas. Setelah itu 40 menit waktu normal mereka mengerjakan tugas dan 10 menit terakhir siswa diingatkan untuk melihat kembali pekerjaanya sebelum tugas dikumpulkan. 

 

Singkat cerita pada Kamis, 4 juni 2020 tepatnya di rumah Maya, kunjungan pertamaku memberikan proses pembelajaran sebelum lanjut ke rumah Osna. Dua peserta didik itu satu kampung, di kampung Ngoang, Desa Compang, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Mereka setia dan rajin mengerjakan tugas yang diberikan. Mereka masih siswi kelas XI Program IPS di SMA Negeri 2 Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat, sekolah tempat aku bekerja. Maya dan Osna dua anak yang rajin ku kenal jauh sebelum covid-19 hadir di bumiku. Mereka lahir dari keluarga sederhana, rumah berlaskan tanah, berdinding bambu. Mereka berdua siswa yang tidak memiliki handphone android untuk mengerjakan tugas via WhatApp, Messenger seperti siswa yang lain. Hati saya sedih saat mereka bercerita tentang kekurangan dan hambatan pembelajaran via daring dari rumah. Oh, begitu ya dek... (sambil tertawa bercanda). Aku tidak larut dalam kesedihan di hati mereka. Aku harus mencari cara agar mereka senang dengan memutar alunan musik instrumen tenangkan hati dan pikiran mereka saat mengerjakan tugas, dan ketika waktunya, Maya dan Osna mengumpulkan hasil tugas mereka di meja tamu.

 

Cerita pengalaman menambah keakraban aku dan mereka hari itu. Tiba- tiba dari belakang dapur rumah mereka menyahut hangat selamat siang, dan ternyata mereka adalah kedua orang tua Maya dan Osna. Mereka bersalaman menyambutku dengan senang hati. Suasana keakaraban dalam cerita semakin lama semakin haru dan hatiku senang siang itu.

 

Ayahnya maya bercerita tentang kehidupan selama pandemi covid-19. Selama pandemi covid-19 sebagai petani ayahnya maya mengalami pendapatan berkurang dari hasil kebun coklatnya sebelum covid-19 Rp 700.000 per bulan, setelah covid-19 pendapatan menurun Rp 300.000 per bulan. Orang tua Maya menegeluh dengan kondisi penghasilan kebunnya. Kemudian ayahnya Osna bercerita tentang hambatan yang sama. Ayahnya osna juga pendapatan berkurang. Hasil panen kemiri sebelum covid-19 Rp 600.000 per bulan dan setelah covid-19 Rp 300.000 per bulan.

 

Osna dan Maya juga siswa/siswi lain merasa senang ketika saat pandemi covid-19 para guru mengunjungi mereka di rumah. Saat kunjungi rumah siswa/siswi sebagian dari mereka menyiapkan makanan lokal seperti ubi, pisang, alpukat dan makanan lokal lainnya. Aku memaksa membuka suara sesuai kapasitasku sebagai guru untuk anak mereka siang itu. Waktu melaju begitu cepat, aku mulai membagikan kisah pada mereka tentang langkah- langkah orang tua mengawasi dan mendidik anak selama pandemi covid-19.

 

Pertama, aku menjelaskan pada orang tua mereka tentang situasi yang terjadi saat ini. Bahwa belajar di rumah merupakan salah satu cara peserta didik pencegahan virus corona. Di samping itu, aku menyarankan agar selalu memakai masker dan mencuci tangan ketika melakukan aktivitas di dalam dan ke luar rumah menambahkan sesuai aturan protokoler kesehatan.

 

Kedua, aku menjelaskan kondisi pendidikan anak didik kita seluruh Indonesia saat ini belajar dirumahkan bukan diliburkan, aku menuturkan kepada mereka bagaimana pentingnya mengatur waktu  misalnya  bangun pagi yang disiplin, mandi, belajar, hingga waktu yang ditentukan.

 

Ketiga, aku mengajak dan memberi saran pada orangtua mereka agar sementara waktu memperhatikan atau menjadi guru pertama selama virus corona ini untuk anak-anak mereka agar bisa memahami dan tidak memberikan pekerjaan yang berat terhadap kedua anak didik itu.

 

Keempat, aku mengajak mereka agar selalu mendampingi tidak membiarkan anak belajar terlalu larut malam, pola makan sehat teratur dan jagalah mereka saat belajar dengan diselingi cerita humor atau bernyanyi.

 

Kelima, menyarankan bahwa aku tidak selamanya ada bersama anak-anak didik menetap di satu rumah. Jika ada kesempatan atau mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran kedua anak ini bisa menghubungi dengan cara meminjam handphone untuk bersuara dengan saya atau bapak ibu guru lain.

 

Pada akhirnya pembelajaran saat ini aku harus mencari banyak cara agar anak didik tidak gelap dalam menemukan pengetahuan baru, virus corona bukan menjadi penghalang bagiku untuk menemukan anak didik. Selagi aku masih bisa bernafas dan masih dalam keadaan sehat akan kulakukan dengan caraku agar mereka tidak ketinggalan dalam hal pengetahuan.

 

Sebagai generasi pelosok yang masih mempunyai kesempatan mendapatkan pendidikan, aku memang menghadapi berbagai kendala namun aku tidak berhenti berbagi selagi aku bisa karena sakitnya bumiku merupakan sebuah ujian pelajaran menuju terang anak didikku.

 


Post a Comment

0 Comments