Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMAN 2 Macang Pacar, Manggarai Barat
Pembelajaran kali ini sangat berbeda
bagiku. Diam di rumah anakku
terlantar tidak mendapatkan secarik pengetahuan. Aku harus bangkit dari gelap menuju
terang. Lewati hari dengan sendiri menuju rumah anak didikku. Jarak yang kutempuh menuju rumah peserta didik
sangat bervariasi dari 1 km sampai dengan 5 km.
Naik turun bukit dengan roda dua menguras
tenaga, melewati jalan belum disentuh aspal, menaklukkan
jurang maut, menyeberangi
air sungai adalah hal yang tidak mudah.
Hal yang kulakukan di kampung selama pembelajaran
dari rumah atau dalam istilah home
learning merupakan tantangan baru bagiku yang lahir di kampung,
Ya. Letih lesu gurat kesedihan di wajahku, berpasrah pada siapa? Kalau menunggu
bumi ini sembuh, menunggu itu belum pasti sementara siapa yang mau mencerdaskan
anak-anak bangsa di pelosok negeri ini. Aku harus ambil resiko dengan caraku
tak sembunyi di mata anak didikku. Pembelajaran dengan menggunakan metode
kunjung rumah peserta didik adalah langkah awal walau hanya 1 jam setiap hari
dari rumah ke rumah dari setiap kampung, aku hanya 1 jam di rumah Maya dan Osna. Aku memberi materi
pada peserta didik di rumah tidak dilakukan setiap hari dan hanya seminggu
sekali mengunjungi siswa.
Selang beberapa jam kemudian aku
memberi tugas sesuai dengan materi ajar yang saya berikan pada anak didikku,
beberapa jam sebelumnya. Ya. Aku menunggu hasil kerja mereka. Aku menunggu
sampai 1 jam per rumah sebelum aku pamit ke rumah siswa di kampung yang lain karena aku tahu
inilah caraku selama pandemi covid-19
pelajaran bisa ditempuh walau belum maksimal di mata peserta didik.
Pembelajaran Bahasa Indonesia saat
pandemi covid-19 secara keseluruhan ada 99 orang siswa dibagi yakni, Kelas XI IPSA
(34 orang), Kelas XI IPSB (32 orang) dan kelas XI IPSC (33
orang). Dari jumlah tersebut
ada 53 orang siswa kelas daring
atau yang memiliki handphone android, kemudian dari 53 siswa tersebut dibagi
lagi dari jumlah siswa total tiga kelas yakni,
Kelas XI IPSA (20 orang), Kelas XI IPSB (20
orang) dan Kelas XI IPSC (13 orang).
Pembelajaran secara daring menggunakan aplikasi WhatsApp dan Messenger. Kelas WhatsApp berjumlah
40 orang siswa, Kelas Messenger
berjumlah 13 orang siswa. Kemudian kelas daring WhatsApp dibagi lagi ada 3 group kelas yakni, Kelas XI IPSB
(20 orang),
Kelas XI IPS C (40 orang) dan Kelas Messenger XI IPSA (13 orang). Metode yang digunakan
adalah metode dengan cara swafoto diaplikasi WhatsApp dan Messenger
saat mengerjakan tugas lalu kirim di aplikasi
WhatsApp dan Messenger berdasarkan nama dan tugas yang diberikan. Pemebelajaran
melalui aplikasi WhatsApp dan Messenger antisipasi secara efektif
walau tidak secara efisien dalam sepekan. Melalui aplikasi WhatsApp dan Messenger
sangat membantu dalam pembelajaran di tengah pandemi covid-19.
Kemudian pembelajaran dengan
menggunakan kunjungan rumah ada 46 orang siswa. Dari jumlah siswa tersebut
dibagi tiga kelas yakni,
Kelas XI IPSA (26 orang), Kelas XI IPSB (10
orang) dan Kelas XI IPSC (10 orang). Pembelajaran kunjungan rumah
hanya 1 jam
per rumah dengan rincian pembagian waktu 10 menit pembukaan saya memberikan
penjelasan singkat dan lanjut dengan memberikan tugas. Setelah itu 40 menit
waktu normal mereka mengerjakan tugas dan 10 menit terakhir siswa diingatkan
untuk melihat kembali pekerjaanya sebelum tugas dikumpulkan.
Singkat cerita pada Kamis, 4 juni 2020 tepatnya di rumah Maya, kunjungan pertamaku memberikan proses pembelajaran sebelum lanjut
ke rumah Osna. Dua peserta
didik itu satu kampung, di kampung Ngoang, Desa Compang, Kecamatan Pacar, Kabupaten
Manggarai Barat. Mereka setia dan rajin mengerjakan tugas yang diberikan. Mereka masih siswi kelas XI
Program IPS di SMA Negeri 2 Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat, sekolah tempat aku
bekerja. Maya dan Osna dua anak yang rajin ku kenal jauh sebelum covid-19 hadir di bumiku. Mereka lahir dari keluarga
sederhana, rumah berlaskan tanah, berdinding bambu. Mereka berdua siswa yang
tidak memiliki handphone android
untuk mengerjakan tugas via
WhatApp, Messenger seperti siswa yang
lain. Hati saya sedih saat mereka bercerita tentang kekurangan dan hambatan
pembelajaran via daring
dari rumah. Oh, begitu ya dek... (sambil tertawa bercanda). Aku tidak larut dalam kesedihan di hati
mereka. Aku harus mencari cara agar mereka senang dengan memutar alunan musik
instrumen tenangkan hati dan pikiran mereka saat mengerjakan tugas, dan ketika waktunya, Maya dan Osna mengumpulkan hasil tugas
mereka di meja tamu.
Cerita pengalaman menambah keakraban
aku dan mereka hari itu. Tiba- tiba dari belakang dapur rumah mereka menyahut
hangat selamat siang, dan ternyata mereka adalah kedua orang tua Maya dan Osna.
Mereka bersalaman menyambutku dengan senang hati. Suasana keakaraban dalam
cerita semakin lama semakin haru dan hatiku senang siang itu.
Ayahnya maya bercerita tentang
kehidupan selama pandemi covid-19.
Selama pandemi covid-19
sebagai petani ayahnya maya mengalami pendapatan berkurang dari hasil kebun
coklatnya sebelum covid-19
Rp 700.000
per bulan, setelah covid-19
pendapatan menurun Rp 300.000
per bulan. Orang tua
Maya menegeluh dengan kondisi penghasilan kebunnya. Kemudian ayahnya Osna bercerita
tentang hambatan yang sama. Ayahnya osna juga pendapatan berkurang. Hasil panen
kemiri sebelum covid-19
Rp 600.000 per bulan dan setelah covid-19 Rp 300.000 per bulan.
Osna dan Maya juga siswa/siswi lain
merasa senang ketika saat pandemi covid-19
para guru mengunjungi mereka di rumah. Saat kunjungi rumah siswa/siswi sebagian
dari mereka menyiapkan makanan lokal seperti ubi, pisang, alpukat dan makanan lokal lainnya. Aku memaksa membuka suara sesuai
kapasitasku sebagai
guru untuk anak mereka siang itu. Waktu melaju
begitu cepat, aku
mulai membagikan kisah pada mereka tentang langkah- langkah orang tua mengawasi dan mendidik anak selama
pandemi covid-19.
Pertama, aku menjelaskan pada orang tua mereka tentang situasi yang terjadi
saat ini. Bahwa belajar di rumah merupakan salah satu cara peserta didik
pencegahan virus corona. Di samping
itu, aku menyarankan agar selalu memakai masker
dan mencuci tangan ketika melakukan aktivitas di dalam dan ke luar rumah
menambahkan sesuai aturan protokoler kesehatan.
Kedua, aku menjelaskan kondisi pendidikan anak
didik kita seluruh Indonesia saat ini belajar dirumahkan bukan diliburkan, aku
menuturkan kepada mereka bagaimana pentingnya mengatur
waktu misalnya bangun pagi yang disiplin, mandi, belajar,
hingga waktu yang ditentukan.
Ketiga, aku mengajak dan memberi saran pada orangtua
mereka agar sementara waktu memperhatikan atau menjadi guru pertama selama
virus corona ini untuk anak-anak mereka agar bisa memahami dan tidak memberikan
pekerjaan yang berat terhadap kedua anak didik itu.
Keempat, aku mengajak mereka agar selalu mendampingi
tidak membiarkan anak belajar terlalu larut malam, pola makan sehat teratur dan
jagalah mereka saat belajar dengan diselingi cerita humor atau bernyanyi.
Kelima, menyarankan bahwa aku tidak selamanya ada bersama anak-anak
didik menetap di satu rumah. Jika ada kesempatan atau mengalami kesulitan dalam
memahami pelajaran kedua anak ini bisa menghubungi dengan cara meminjam handphone untuk bersuara dengan saya
atau bapak ibu guru lain.
Pada akhirnya pembelajaran saat ini aku
harus mencari banyak cara agar anak didik tidak gelap dalam menemukan
pengetahuan baru, virus corona bukan menjadi penghalang bagiku untuk menemukan anak didik. Selagi aku
masih bisa bernafas dan masih dalam keadaan sehat akan kulakukan dengan caraku
agar mereka tidak ketinggalan dalam hal pengetahuan.
Sebagai generasi pelosok yang masih
mempunyai kesempatan mendapatkan pendidikan, aku memang menghadapi
berbagai
kendala namun aku tidak berhenti
berbagi selagi aku bisa karena sakitnya bumiku merupakan sebuah ujian pelajaran
menuju terang anak didikku.
0 Comments