Oleh: Fini Marjan
“Hidup itu seperti
menulis novel, harus ada cinta dalam setiap lembarnya, agar pembaca ingin terus
membaca, supaya penulis bersemangat menyelesaikannya hingga lembar terakhir. Bila
penulis mendapat manfaat dari apa yang ditulisnya maka pembaca mendapat manfaat
dari apa yang dibacanya.” – Fini
Marjan.
Ungkapan-ungkapan tentang hidup, cinta
dan menulis itulah yang ingin sekali saya ungkapkan di sini sebelum membahas
lebih lanjut tentang novel berikut:
Judul : Seperti Benenai Cintaku Terus
Mengalir Untukmu
Penulis :
R. Fahik
Penerbit : Cipta Media – Yogyakarta
ISBN :
978-602-7897-09-0
Cetakan I : Agustus 2015
Cetakan II : Februari 2019
Cetakan III : Maret 2020
Jumlah Hal. : xx + 106 Hal.
Pernahkah engkau menulis novel namun
sudah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun novel tersebut tak segera
tamat? Atau pernahkah kau merasa
tertarik ingin membaca sebuah novel namun kenyataannya, sudah berbulan-bulan
novel tak segera selesai dibaca? Apa yang membuat penulis novel terus
bersemangat menyelesai tulisan hingga lembar terakhir? Apa yang membuat pembaca
ingin membaca novel hingga lembar terakhir? Jawabannya semoga dapat ditemukan
setelah membaca uraian ini.
Alasan utama seseorang (atau saya)
memutuskan untuk membaca sebuah buku atau tulisan apapun adalah karena dua hal;
pertama adanya rasa tertarik untuk membaca dan kedua adanya kandungan isi buku
yang sedang dibutuhkan atau diyakini bermanfaat bila dibaca. Sekilas, sejak pertama kali saya melihat dan
membuka, novel ini telah mampu memenuhi
kedua alasan tersebut hingga berhasil membuat saya memutuskan untuk membaca,
kemudian terus tertarik membaca hingga berhasil membaca sampai lembar terakhir.
Novel yang menarik untuk dibaca akan tergambar
dari beberapa hal pokok, yakni judul novel, sampul novel (dan blurb di sampul belakang), paragraf
pembuka yang menarik, isi/konfilk yang mendebarkan dan ending yang memukau.
Mari kita bahas satu demi satu.
Judul
Novel
“Seperti
Benenai Cintaku Terus Mengalir Untukmu”,
begitulah bunyi judul ini. Bagiku atau mungkin bagi sebagian besar orang dari
luar NTT, kata “Benenai” terdengar unik dan memiliki diferensiasi/pembeda dari
judul-judul novel yang lain, menarik dan menimbulkan rasa penasaran hingga
ingin segera membuka dan membaca isi novel ini untuk mengetahui apa itu “Benenai”. Kemudian kalimat “Cintaku Terus Mengalir Untukmu” ialah
kalimat indah yang puitis, romantis dan mendebarkan hati ketika dibaca.
Saya yakin semua wanita atau bahkan
semua orang tak ada yang tak menyukai kalimat ini, tak ada yang tak berdebar
bila mendengar kalimat ini diucapkan untuknya, “Cintaku Terus Mengalir Untukmu.” Penulis novel ini, R.Fahik yang
juga seorang penyair yang telah menerbitkan lebih dari satu buku puisi telah
berhasil menyematkan judul yang unik, beda, menarik, indah, puitis dan
mendebarkan.
Sampul
Novel (dan blurb di sampul belakang)
Sampul buku ini bergambar sebuah
jembatan dengan aliran sungai di bawahnya. Langit di atas jembatan dengan
potret seorang gadis yang sedang memandang ke bawah seolah sedang mengamati
aliran sungai di atas bumi itu. Pada sampul belakang, foto perempuan yang sama,
sedang memainkan rambutnya dengan manja di depan sebuah jembatan yang mengalir
sungai di bawahnya.
Dia bagaikan bidadari Malaka yang
sedang menundukkan wajahnya, mungkin juga dia bidadari di hati penulis novel
ini. Sebelum membaca novel pembaca memang
seolah digiring untuk berpikir demikian. Namun setelah selesai membacanya, foto
perempuan berwajah Malaka dalam sampul ini memberikan makna yang lebih mendalam.
Lebih dari sekedar sosok wajah kekasih
yang amat dicintai tokoh aku dalam novel ini, namun juga simbol “wajah” kota
Malaka, kota yang amat dicintai oleh penulis (tercermin dari tokoh aku, pria
muda Malaka bernama Manek dalam novel ini).
Berikutnya adalah blurb yang tercantum di sampul belakang sangat mempengaruhi
penilaian awal pembaca terhadap sebuah buku. Blurb novel ini sangat menarik dengan menampilkan tiga ulasan
singkat dari Dr. Marsel Robot – Universitas Nusa Cendana Kupang, Benny Dasman -
Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Bali dan Bonari Nabonenar – Penulis dan Editor. Dari
sudut pandang ekonomi, ketiga ulasan yang dipilih untuk dicantumkan di sampul
belakang tersebut bernilai marketable (
bernilai jual tinggi).
Salah satunya berbunyi, “Buku yang bakal membuatmu melihat api yang
tak kan pernah padam, cinta yang tak kan berhenti bersinar, dan kata-kata yang
tak hendak putus.”
Paragraf
Pembuka
“BENENAI. Setiap kali aku menatap sungai ini, jalan pikiranku tak
bisa kubendung, seperti aliran sungai yang berpacu menuju laut selatan.
Jembatan panjang yang melintas di atasnya membuatku merasa seperti menatap
bentangan masa lalu.”
Begitulah bunyi tiga kalimat pembuka
dalam paragraf pertama. Ia mampu memuaskan batin pembaca yang penasaran dan
ingin segera tahu apa itu Benenai, yang ternyata adalah nama sebuah sungai. Kalimat-kalimat
pembuka berikutnya pun cukup memikat untuk membuat pembaca tertarik melanjutkan
bacaannya.
Kandungan
dan Isi Novel
Setelah pembaca berhasil melewati
judul, sampul dan paragraf pembuka dengan penuh ketertarikan, sekarang tibalah
pembaca membaca isi novel yang sesungguhnya. Dalam tahap ini bila cerita sudah kehilangan
stamina untuk selalu terasa menarik maka pembaca tak lagi berhasrat melanjutkan
bacaannya. Namun tak demikian dengan novel ini, lembar demi lembar disajikan
dengan penuh cinta yang terus mengalir. Mari kita simak contoh paragraf menarik
yang mampu mengaduk-aduk hati pembaca.
“Aku sungguh mengingat kenang-kenangan itu.
Namun yang lebih menghampiriku setiap kali datang ke sungai ini tentu kenangan
bersama Noy, gadis Malaka yang pernah dan yang akan selalu kucintai. Benenai
menjadi saksi bisu cinta dua insan yang berpadu di bawah langit Malaka. Mereka
yang saling mencintai. Mereka yang membangun mimpi-mimpi untuk keluarga
kecilnya, dan juga untuk tanah yang telah melahirkan dan membesarkannya;
Malaka. Namun kenyataan berkata lain. Sang permaisuri telah berpulang ke surga
sebelum hari pernikahan tiba. Sang mempelai laki-laki hanya mendapati kuburan
kekasihnya ketika kembali ke tanah ini dengan keutuhan cintanya.”
Paragraf menarik semacam itu hampir
terdapat di setiap lembar novel. Kisah cinta yang menyentuh, seorang tokoh aku
bernama Manek, kekasihnya bernama Noy yang telah meninggal. Mey yang sangat
mencintai Manek namun hati Manek masih belum dapat menerima kehadiran Mey
sebagai kekasih pengganti Noy di hatinya. Mey hanya sebatas adik di hati Manek,
menjadi kepedihan hati Mey sebab gadis itu sangat mencintai Manek.
Kisah dalam Novel ini dibagi menjadi
delapan bab. Masing-masing judul dalam tiap bab ini konsisten berjumlah satu
kata, yakni Benenai, Mey, Malaka, Noy, Kedamaian, Mimpi dan Mutis. Dibalut
dengan kisah cinta yang menyentuh, narasi dan dialog-dialog atraktif para
tokohnya menyajikan pemikiran-pemikiran kritis penulis tentang pengembangan
potensi yang dimiliki tanah kelahiran yang amat dicintainya; Malaka.
Penulis tampak piawai dalam
mengungkapkan gagasannya dan sepertinya telah melakukan penelitian khusus tentang
Malaka dan untuk pengembangan Malaka di beberapa bidang seperti Pertanian,
Pariwisata, Peternakan bahkan pengembangan sumber daya manusia. Pembaca novel
ini pun akhirnya dapat mengetahui legenda sungai Benenai, keindahan Pantai
Motadikin, Pantai Taberek hingga teluk Abudenok dan hal-hal lainnya tentang
Malaka.
Konflik cinta memuncak dalam novel ini
ketika Mey mengungkapkan perasaan cinta namun Manek menolaknya dengan amat
halus sebab dia masih belum mampu melupakan kekasihnya yang telah meninggal,
Noy. Novel ini disajikan dengan sudut pandang orang pertama (POV 1) dengan tokoh aku (bernama Manek),
figur mirip penulis yang akan membuat
pembaca mengira bahwa kisah tokoh aku terasa sebagai kisah nyata (penulis).
Ending
Novel
Pada Bab terakhir atau Bab delapan yang
berjudul Mutis, penulis menyajikan tiga surat yang memukau. Surat pertama
tentang tiga pilar pembangunan manusia utuh; pendidikan, kebudayaan dan seni.
Surat kedua tentang tiga pilar kehidupan masyarakat; pertanian, peternakan dan
perikanan. Surat ketiga tentang politik, agama dan lingkungan alam. Ketiga
surat tersebut berisi detail-detail pengembangan kota Malaka yang mungkin juga dapat
diterapkan pada kota-kota lain di Indonesia.
Pemikiran-pemikiran kritis penulis
terhadap pengembangan dan potensi Kota Malaka, kecintaan yang besar seorang
tokoh aku bernama Manek terhadap tanah kelahirannya Malaka membuatku mengira
bahwa novel ini ditulis oleh seorang putra daerah yang memiliki potensi besar
untuk menjadi pemimpin di daerah itu.
Akhir cerita dari novel ini ditutup
dengan dialog cinta yang sangat manis dari kedua tokoh Manek dan Mey.
“Kalau mau ikut ke Mutis, kau harus siap untuk
kembali ke Malaka, seperti Benenai yang terus mengalir ini,” kataku.
“Kembali?”
“Agar kehidupan terus berjalan.”
“Bagaimana denganmu?”
“Hatiku selalu di sini.”
“Hati kita.”
Tak menyangka bila di akhir cerita Mey
membatalkan pertungangannya dengan pria lain, kembali datang menemui Manek,
kemudian Manek mengizinkan Mey menemani dirinya ke Mutis. Namun kata terakhir “Hati kita.” tersebut
diucapkan oleh Mey. Apakah Manek menerimanya sebagai “hati kita – hati
sepasang kekasih”?
Akhir kisah dalam novel ini menciptakan
ruang yang dapat dilanjutkan kisahnya dalam novel-novel berikutnya. Sebuah
akhir cerita yang tak terduga dan menyisakan ruang imajinasi berbeda dari
pembaca adalah sebuah ending yang
memukau.
Lima hal tersebut di atas lah (judul,
sampul, paragraf pembuka, isi, dan ending/akhir
cerita) yang membuat sebuah novel menjadi istimewa luar dan dalam, dari awal
hingga akhir.
Menegaskan kembali tentang apa yang
menarik dari sebuah novel, agar penulis terus berhasrat menulisnya hingga
lembar terakhir, agar pembaca terus berhasrat membaca hingga lembar terakhir. Ternyata
alasannya tetap sama, yaitu adanya cinta
(yang terus mengalir dalam setiap lembar). Agar dapat dipahami secara total
tentang cinta yang dimaksud, mari simak yang berikut.
KETIKA
AKU BICARA CINTA
Kumbang-kumbang menatapku;
Jalang!
Tak seperti yang mereka pikirkan
Kucinta seluruh alam
Pada keindahan, kebaikan dan kebenaran.
Fini Marjan, SSTW – 2016, hal.
101.
“Seperti
Benenai, Cintaku Terus Mengalir Untukmu” ialah kisah cinta segitiga yang mengalir dan
berpadu dalam satu sungai cinta yang sama, cinta kepada sang kekasih (manusia),
cinta kepada tanah kelahiran (bumi tempat berpijak) dan wujud cinta yang terus
mengalir dari dan untuk Sang Pencipta.
Hidup bagaikan sedang menulis novel,
harus menjaga stamina cinta agar terus mengalir dalam setiap lembar-lembar
kehidupan yang panjang, Benenai; Cinta yang terus mengalir.
Tangerang, 29 November 2020
Fini Marjan,
Penikmat sastra, menulis novel, cerpen
dan puisi, peserta Munsi III.
0 Comments