Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM –
Kepala
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan, tahun 2021 badan bahasa akan menggencarkan
program penerjemahan karya sastra. Hal ini disampaikannya dalam webinar bertema
“Jembatan Literasi Budaya lewat Karya Sastra” yang digelar Kantor Bahasa NTT,
Jumat (13/11/2020) secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara live melalui You Tube Kantor
Bahasa Provinsi NTT.
“Tahun
2021 badan bahasa akan gencarkan program penerjemahan karya literasi bahasa dan
sastra berbahasa daerah. Tiap kantor atau balai bahasa akan kami tugasi untuk
melakukan ini dan ini tentu saja terkait dengan harapan kita bahwa kebiasaan
menulis dalam bahasa daerah, berkarya sastra daerah, itu akan tumbuh kembali di
masa yang akan datang sehingga bahasa daerah itu pun akan tetap terpelihara,”
ungkapnya.
Dalam
webinar yang menghadirkan sastrawan muda kelahiran NTT, Felix K. Nesi tersebut,
Aminudin Aziz menguraikan, pihaknya juga akan menerjemahkan karya-karya dari
berbagai negara, baik Eropa, Amerika, Australia, juga Asia. Penerjemahan
tersebut bukan saja dalam bahasa Inggris namun juga dalam bahasa asing lainnya
seperti Cina, Mandarin, Jepang dan Korea.
“Untuk
bisa dipakai oleh anak-anak kita. Dan ini adalah bagian atau cara kita untuk
menjadikan anak-anak kita adalah anak-anak yang memiliki literasi tinggi dan
mereka menjadi warga dunia yang baik. Mereka paham tentang bahasa daerahnya,
bisa membaca cerita tentang daerahnya, mengetahui kearifan-kearifan lokal dalam
bahasa daerahnya dan lingkungannya, juga mereka mengetahui keadaan literasi dan
kisah-kisah dunia,” jelasnya.
Menjawab
pertanyaan peserta terkait penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, Aminudin
Aziz mengatakan berbahasa itu bukan hanya urusan benar dan salah. Ia menganalogikan
berbahasa itu seperti mengenakan pakaian.
“Analoginya,
berbahasa itu seperti memakai pakaian. Ada pakaian yang cocok untuk tidur, ada yang
memang cocoknya dipakai untuk kepesta, berenang. Ketika kita berbahasa tentu
saja harus disesuaikan dengan di mana, dengan siapa dan untuk keperluan apa
kita berbahasa. Ketika misalnya berbahasa daerah, itu cocok dipakai dalam
lingkungan keluarga, di sekolah ketika sedang istirahat atau ketika kita sedang
bertemu kawan-kawan yang sama-sama dari daerah yang sama. Itu tidak ada
salahnya. Kecocokan berbahasa saya analogikan dengan memakai pakaian. Begitu sederhananya,”
urainya.
Pada
kesempatan tersebut, Aminudin Aziz mengajak seluruh peserta untuk kembali
kepada trigatra penggunaan bahasa yaitu, utamakan bahasa Indonesia, lestarikan
bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. Hal ini menurutnya perlu mendapat
perhatian bersama mengingat pentingnya semangat persatuan di tengah kemajemukan
dan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, termasuk bahasa daerah dan kearifan lokal.
“Negara
kita, bangsa kita ini kaya dengan kearifan lokal dalam bahasa-bahasa daerah,
mari kita pelihara dan kita tentu saja tidak bisa mengelak dengan perubahan dan
juga pengaruh dari dunia luar. Maka kita harus juga menguasai bahasa asing
supaya juga kita bisa bisa bergaul dengan pihak luar dan juga mari kita
kokohkan bahasa persatuan, bahasa Indonesia, karena kalau kita tidak memiliki
bahasa Indonesia bisa dibayangkan betapa susahnya kita berkomunikasi dengan
masyarakat, teman-teman kita sesama anggota suku bangsa yang jumlahnya lebih
dari 700 itu,” harapnya.
Kantor Bahasa NTT Butuh Dukungan
Mewakili
penyelenggara webinar, Kepala Kantor Bahasa NTT, Syaiful Bahri Lubis, pada
kesempatan tersebut mengungkapkan, Kantor Bahasa NTT membutuhkan dukungan semua
pihak dalam menjalankan peran dan fungsinya di NTT sebagai perpanjangan tangan
badan bahasa. Dukungan tersebut ungkapnya, sangat penting sebagai upaya bersama
dalam mengangkat sastra lokal dengan segala kearifan serta keunikannya.
“Kami
tentu membutuhkan dukungan dari teman-teman terutama yang selama ini bahkan
sebelum ada kantor bahasa sudah bekerja, sudah berkarya, terutama teman-teman,
bapak ibu yang memang peminat sastra. Lalu teman-teman yang memang paham betul
tentang budaya, kemudian aspek lokalitas dari karya-karya sastra daerah. Tentu mari
kita bergandengan tangan, sama-sama kita angkat sehingga karya-karya itu
menjadi karya-karya yang tidak hanya menasional tetapi karya yang mengglobal. Tentu
siapa yang bisa melakukan ini, adalah teman-teman semua yang paham tentang
kondisi sastra daerah dan keunikannya. Tentu demikian juga teman-teman di provinsi
lain, mari kita giatkan ini kita semarakkan, kita lebih munculkan sehingga
sastra daerah itu yang memang juga terbaca oleh warga lain. Kalau dahulu
almarhum HB Jassin menyebutnya dengan sastra Indonesia sebagai warga sastra
dunia, tapi sekarang malah sastra daerah menjadi warga sastra dunia,” tuturnya.
(rf/red)
0 Comments