Jurnalis
Media Pendidikan Cakrawala NTT
Tidak terasa, sudah hampir lima belas tahun berada di kota ini. Rumah kedua, setelah tanah kelahiranku, Manggarai. Berada di sini, saya (kita) seperti sedang menikmati alunan lagu tenang, bernada sendu. Pelan, santai, teduh dan ingin lebih lama menikmatinya. Saya adalah satu dari ribuan bahkan jutaan yang pernah menyinggahi dan ingin bernyawa di kota ini, berani bersaksi bahwa dari waktu ke waktu mengalami perubahan dalam berbagai bidang khususnya pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Sebut saja soal nama yang melekat pada kota ini. Awalnya disebut sebagai “Kota Karang”, lalu dalam perjalanan waktu berubah dan disebut sebagai “Kota Kasih” hingga di akhir-akhir ini, santer dengan “Kota Pintar” (smart city). Benarlah adegium itu. “Tempora mutantur et nos mutamur in illis” (Waktu berubah dan kita pun berubah di dalamnya).
Waktu
dan perubahan itu, hanya bisa diketahui bahkan dipengaruhi oleh sebuah kekuatan
kata. Di setiap detik, kita memakai kata, entah untuk merasa, untuk berpikir,
atau untuk berjumpa. Hidup manusia adalah kumpulan kata. Namun kata tak sekadar
ucapan hampa. Kata adalah simbol dari makna. Makna dihasilkan oleh pikiran yang
bekerja. Pikiran, makna, dan kata adalah trio pencipta peradaban manusia. Di
dalam berpikir dan membangun konsep yang jelas dan kritis, orang senantiasa
berpelukan dengan kata. Di dalam menulis dan menyebarkan pemikiran, orang
bergandengan tangan dengan kata. Aku berkata-kata maka aku ada. Tidaklah
berlebihan jika saya memulai bercerita tentang perubahan yang terjadi dalam
kurun waktu lima belas tahun ini di Kota Kupang ini, berawal atau sebagai
akibat dari kekuatan kata. Narasi pembangunan yang disampaikan oleh para
pemimpin “Kota Pintar” ini. Kata itu memiliki kekuatan magis yang mempengaruhi
perubahan pola pikir dan perasaan masyarakatnya sehingga berujung pada
perubahan tingkah laku.
Di
tiga tahun terakhir, kota ini dinahkodai paket “FirmanMu”, Dr. Jefry Riwu Kore dan dr. Herman Man. Sejak
dilantik pada 22 Agustus 2017 silam, sudah banyak terobosan baru yang telah dilakukan.
Berbagai gebrakan pembangunan di setiap sektor, terus digenjot mewujudkan Kota
Kupang maju dan mandiri. Yang kasat mata terlihat yaitu pembangunan enam
taman kota senilai Rp 130 miliar, yang dibiayai APBN, terutama dari Kementerian
PUPR dan Pariwisata. Enam taman kota yang telah, sedang dan akan dibangun itu yakni taman Boulevard Koridor
III di Jalan Frans Seda senilai Rp 9 miliar, Kupang Square di kawasan kota lama
Rp 40 miliar termasuk pembangunan patung Lai Lai Besi Kopan (LLBK) dan penataan
lokasi usaha kuliner. Sementara penataan pasar ikan pada ruas jalan Timor Raya
depan Hotel Aston, membutuhkan dana Rp 52
miliar.
Selain
pembangunan infrastruktur lainnya, yang tidak kalah penting adalah terobosan
dalam hal pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Kepala Dinas Pendidikan dan
kebudayaan Kota Kupang, Dumuliahi Djami kepada Cakrawala NTT mengatakan,
pihaknya telah melakukan proses tender pengadaan seragam sekolah dan
perlengkapan sekolah lainnya bagi peserta didik sejak Agustus 2020. Sesuai target,
paket segaram dan perlengkapan sekolah lainnya yang bersumber dari APBD Kota
Kupang tahun anggaran 2020 itu diberikan kepada 50.000 lebih siswa/i yang ada
di Kota Kupang baik TK, SD, dan SMP. Adapun total anggarannya sebesar Rp 11
Miliar dengan perincian, Rp 5 miliar untuk seragam sekolah, Rp 5 miliar untuk tas
sekolah dan Rp 1 miliar untuk buku tulis.
Walau demikian, pelbagai terobosan kreatif itu, selalu menuai pelbagai kritik pedas dari berbagai kalangan masyarakat khususnya anggota DPRD Kota Kupang dan para pemerhati pendidikan. Walau enggan untuk disebutkan namanya, mereka (anggota DPRD dan pemerhati pendidikan) itu menilai, pembagian seragam sekolah gratis sungguh memalukan para orang tua peserta didik di Kota Kasih ini. Seolah-olah mutu pendidikan kota ini rendah, ketidakmampuan para orang tua murid untuk membeli seragam sekolah yang layak. Padahal pembagian seragam sekolah oleh pemerintah Kota Kupang, sama sekali tidak memiliki kaitan erat dalam konteks upaya peningkatan mutu pendidikan di kota ini.
Bukanlah
tipe seorang Dr. Jefry Riwu Kore dan dr. Herman Man yang mudah alergi dengan
berbagai kritikan. Mereka terus bekerja dan melakukan berbagai inovasi di
berbagai bidang. Saat ini, Kota Kupang berwajah sangat modern. Kupang Smart
City. Pada usia yang ke-2 tahun ini, Paket FirmaMu membuat gebrakan baru menuju
Kupang Smart City melalui semangat “Ayo Terus Berubah”. Ini sebuah kata-kalimat
(tagline) yang bermakna ajakan untuk bergerak secara kolaboratif. Semua elemen
masyarakat terlibat dalam pembangunan Kota Kupang termasuk kritikan yang
konstruktif. Sebuah pembangunan yang bersifat partisipatif menuju kota modern.
Tagline "Ayo Berubah" artinya melaksanakan berbagai program
pembangunan secara kreatif, inovatif, cepat, tepat, efektif dan efisien dalam
ciri kota modern.
“Perubahan butuh perjuangan bersama. Oleh karena itu, bersama pemerintah, semua komponen masyarakat harus terlibat. Masyarakat bukan lagi menjadi objek, tetapi harus menjadi subjek pembangunan, yang berperan penting mewujudkan kota yang maju dan mandiri. Pemerintah Kota Kupang telah memulai gerakan menuju Kupang Smart City. Ini sebuah desain pembangunan kota modern. Oleh karena itu, tagline “Ayo Berubah” menjadi pencetus dan pelecut semangat semua komponen warga Kota Kupang menuju dan mewujudkan Kupang Smart City. Terkait kritikan tentang pembagian seragam gratis, itu karena masyarakat belum tahu target terjauh yang ingin kita capai bersama. Pemerintah kota Kupang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sudah membangun kerja sama dengan lembaga profesional untuk menamamkan budaya literasi di kota ini. Kita akan mulai dengan pendampingan karya ilmiah untuk para guru dari berbagai jenjang, mulai dari tingkat TK, SD dan SMP. Kita berharap dari proses pelatihan karya ilmiah ini, para guru menjadi garda terdepan dalam hal menanamkan budaya literasi kepada seluruh generasi muda di kota ini. Kita akan membawa kota ini sebagai kota literasi di kawasan Indonesia Timur. Pemberian seragam, tas sekolah dan buku tulis hanyalah 'pemantik' untuk gerakan besar ini,” ungkap Wali Kota Kupang, Dr. Jefri Riwu Kore kepada Cakrawala NTT.
Rafael
Guntur, SH., warga masyarakat TDM III ketika dimintai komentarnya terkait
pembangunan Kota Kupang di bawah paket FirmanMu menyampaikan, pembangunan Kota
Kupang di tiga tahun terakhir sangat nyata dan memberinya rasa bangga dan
kagum. Oleh karena itu, ia bersama keluarga berterima kasih dan memberikan penghargaan
yang tulus kepada Bapak Wali Kota Kupang bersama wakilnya yang terus melakukan
terobosan baru untuk Kota Kupang yang modern.
Hal
yang sama disampaikan Rian Seong, S.Pd., MM. Sebagai guru dan pekerja seni di
Kota Kupang, ia merasa sangat terbantu dengan berbagai terobosan yang dilakukan
paket FirmanMu di tiga tahun terakhir. Sebagai contoh, ia (Rian Seong) bersama
kawan-kawan guru dan pekerja seni lainnya mampu berkreasi banyak hal setelah
adanya spot wifi gratis dan tempat-tempat nongkrong yang bagus untuk mereka
mengekspresikan karya seninya seperti spot di Bundara PU.
Membahasakan seluruh terobosan kreatif paket FirmanMu tentu tidaklah cukup dalam 1000 kata. Namun tidak mengapa jika kemudian kita harus sepakat dalam nada yang sama. Kata itu telah mendaging. Nama “FirmanMu” dan tagline “Ayo Terus Berubah” memiliki daya pikat sekaligus api yang membakar semangat masyarakat untuk ikut bergerak dan tergerak mendukung dan ikut memberi andil dalam pembangunan kota ini menuju “ Smart City”. Tanpa dukungan masyarakat maka apapun terobosan kreatif seorang pemimpin akan hilang bersama waktu.
Dengan demikian tagline dalam kata “Ayo Terus Berubah” mengandaikan adanya kepekaan nurani untuk bekerja melampaui tanggung jawab dan menjadikan karya pelayan sebagai karakter dan bukan hanya sekadar pencitraan. Sebut saja “Bedah Rumah” warga yang tidak layak huni. Warga yang rumahnya dibedah dijemput dan diinapkan di hotel atau tinggal bersama Wali Kota di rumah jabatan. Tahun 2020 ini, Wali Kota menargetkan membedah 50 rumah. Kata atau firman itu telah menjadi daging. Ada tagline “Ayo Terus berubah” dalam cara kerja kolaboratif yang haromonis antara masyarakat dan pemerintah. (*)
0 Comments