Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

JULIA DANIEL KOTAN, PENYAIR KERETA YANG PEDULI NTT

Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
Nama aslinya Julia Sri Utami. Lahir di Lampung pada 28 Mei 1972. Nama penanya, Julia Daniel Kotan. Daniel Kotan ditambahkan pada namanya setelah menikah dengan putra Lembata, Daniel Boli Kotan. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Santa Ursula, Jakarta Pusat. Tinggal bersama suami dan dua orang anak di Citayam, Bogor, Jawa Barat. Setiap hari pergi pulang (PP) Bogor -- Jakarta, bersama suami yang bekerja di Jakarta dan dua orang anak yang juga sekolah di Jakarta. Keempatnya naik kereta listrik (commuter line), setiap hari, PP.

Menyelesaikan Sarjana (S-1) di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan Magister (S-2) di Universitas Pelita Harapan, Jakarta. Skripsinya mengkaji karya sastra, berjudul “Proses Kreatif Seno Gumira Ajidarma dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata.” Mempunyai bakat menulis karya sastra, terutama puisi dan cerita pendek. Telah menerbitkan dua judul buku antologi puisi peribadinya, yakni Ribuan Jejak di Pelataranmu (Kandil Semesta, Bekasi, 2016) dan Kereta dan Penyairnya (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2019). Ratusan judul puisi Julia juga tersebar di berbagai buku antologi puisi bersama penyair Indonesia dan penyiair NTT. Di samping sebagai penulis puisi, Julia juga dikenal sebagai pembaca puisi yang piawai, penggerak kegiatan sastrayang bersemangat, dan koordinator bertangan dingin untuk penerbitan buku-buku sastra di tingkat nasional Indonesia dan di tingkat regional NTT.

Sebagai Penyair Kereta

Julia Daniel Kotan dikenal sebagai “penyair kereta.” Konon, julukan ini diberikan secara spontan oleh pengamat dan pencinta sastra, yakni JB Kleden, Kepala Kantor Agama Kota Kupang. “Awalnya hanya sebagai candaan saja. Lama-lama dikenal orang. Maka jadilah julukan itu, penyair kereta untuk Ina Julia,” tulis JB Kleden dalam salah satu postingannya di grup WA Komunitas Rumah Sastra Kita (RSK) NTT, ketika keduanya terlibat bersenda gurau.

JB Kleden ternyata tidak sekadar menyematkan begitu saja julukan itu. Ada dasarnya. Dalam endorsement atas buku puisi Kereta dan Penyairnya, JB Kleden menulis: Di dalam kereta, Julia Daniel Kotan, bukan hanya seorang penumpang yang bergegas bersama penumpang lainnya menuju terminal tujuan, tetapi ia juga bergegas dengan dirinya sendiri, memotret sebanyak mungkin sebelum kereta tiba di terminal terakhir. Kemudian ia mengisahkannya dalam puisi. Puisi-puisinya dalam Kereta dan Penyairnya ini adalah beragam kisah yang membuncah di rahim kereta dan Julia Daniel Kotan sebagai penyairnya menuangkannya dengan amat intensnya semua yang bergejolak di sekitarnya tentang keretanya: “Melajulah keretaku,” karena pada akhirnya, “segala yang tertoreh pada persinggahan, adalah tentangmu ….”

Dalam Prolog buku antologi puisi pertama Ribuan Jejak di Pelataranmu, pengamat sastra Alexander Aur mengulas dengan bagus buku puisi ini yang berisi 87 judul puisi. Alex Aur mengupas khusus puisi berjudul “Manusia Urban” yang menggambarkan pergerakan para penumpang yang adalah manusia urban sebagai homo viator, yakni watak dasar manusia yang selalu bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam Prolog buku antologi puisi kedua Kereta dan Penyairnya, pengamat sosial Ezra Tuname menulis: “Pada rahim kereta, lahirlah puisi itu. Lahirlah penyair. Kereta terus bergerak meliuk-liuk tampak seperti menertawakan permainan manusia. Jika ia dianalogikan sebagai manusia, kereta boleh jadi sedang berbahagia sebab dari rahimnya lahir penyair dengan kata manjur.” Kedua penulis Prolog ini, ditambah dengan sejumah penulis endorsemen pada kedua buku antologi puisi tersebut, mengukuhkan Julia Daniel Kotan sebagai “penyair kereta.”

Peduli Terhadap Sastra NTT

Lantas, apa kepedulian Julia Daniel Kotan, sang penyar kereta itu terhadap NTT? Ia sangat peduli pada pertumbuhan dan perkembangan sastra dan sastrawan NTT. Ia bukan orang NTT, tetapi suaminya, Daniel Boli Kotan, orang NTT, kelahiran Lembata. Lewat suaminya inilah ia mengalirkan bakat dan kemampuan bersastra yang dimilikinya untuk kemajuan sastra dan sastrawan NTT, terutama sastrawan muda atau orang muda yang berbakat di bidang sastra.

Kecintaan dan kekaguman penyair kereta kepada suaminya Daniel Boli Koten, “mengantarkannya” pada kecintaan dan kepeduliannya kepada sastra dan sastrawan NTT.Hal itu terekam dengan sangat bagus dalam puisinya yang berjudul “Flores” (termuat dalam buku Nusa Puisi: Antologi Puisi Penyair NTT 2016, halaman 37). Menurut pembacaan saya, puisi “Flores” ini merupakan salah satu puisi terbaik penyair Julia Daniel Koten. Puisi ini terdiri atas 5 bait, 13 baris. Bait 1-4 masing-masing terdiri atas 3 baris, bait ke-5 hanya satu baris.

Hutan harum bunga tanah itu
Pernah kuseduh dari bau nafas
Tertampung pada bibir lelakiku
           
Tak kukenal tanah itu
Selain semak halus tubuh lelakiku
Pada bulan pertama malam pertama

Aku membayangkan langit cerah
Dengan pecah cahaya di sela dahan hutan
Menyulut rinduku pada rindang anganku

Bunga-bunga harum hasrat
Bawa hayalku ke sana memetiknya
Cangkul birahiku sepanjang nafas

Terbentang antara aku dan lelakiku
           
Lewat puisi “Flores” inilah kita menangkap hasrat dan motivasi terdalam penyair Julia Daniel Kotan yang dengan iklas dan tulus hati peduli pada kemajuan sastra dan sastrawan NTT. Tanpa kecintaannya pada suaminya (dengan simbol: bau nafas, bibir lelakiku, semak halus tubuh lelakiku) tentu tak akan dikenalnya tanah itu (Flores). Itulah sebabnya penyair membayangkan Flores sebagai langit cerah dengan cahaya dahan hutan, menyulut rindu dan hasrat penyair pada angannya.Kerinduan dan hasrat untuk memetiknya (bunga Flores) dengan sekuat tenaganya sepanjang nafas. Bait dan baris terakhir adalah baris pamungkas cinta penyair kereta pada Flores: //Terbentang antara aku dan lelakiku//.

Sepertinya karena cintanya pada Flores dan NTT itulah yang mendorongnya untuk  menggerakkan hati para penyair muda dan calon penyair NTT untuk menggeluti dunia sastra, dunia yang sudah menjadi bagian dalam hidup keseharian penyairnya. Dalam catatan saya, sekitar lima tahun terakhir (sejak 2015) penyair kereta dengan intens membangun relasi dan komunikasi dengan berbagai kalangan orang muda di NTT, juga para penyair senior NTT.

Dia merelakan diri menjadi pusat dan pengantara orang-orang muda NTT agar terlibat dalam penulisan karya sastra, baik puisi maupun cerita pendek. Sesekali ia datang di NTT dan bertemu dengan orang-orang muda pencinta sastra. Sebagian besar pengikutnya adalah para frater di beberapa Seminari Tinggi di NTT dan para mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di NTT. Lewat berbagai sarana, seperti Facebook (Fb) dan WhatsApp (WA) ia mengajak mereka untuk menulis puisi dan cerpen. Iamemberi petunjuk cara mengiriman naskah puisi dan cerpen untuk dinilai oleh para kurator dan editor untuk penerbitan buku antologi puisi dan antologi cerpen. Dia juga menghubungi para pengamat dan kritikus sastra di tingkat nasional dan tingkat regional NTT untuk menjadi kurator (semacam dewan juri) untuk menyeleksi naskah-naskah puisi dan cerpen yang masuk dan meminta para senior sastra untuk menulis Prolog dan Epilog pada buku antologi puisi dan cerpen yang diterbitkan.Iajuga tidak segan-segan menodong pada pastor untuk menulis endosemen pada buku-buku antologi yang diterbitkannya.

Hasilnya menggembirakan. Karya pertama hasil kerja kerasnya, terbitlah buku berjudul Nusa Puisi: Antologi Puisi Penyair NTT 2016 (2016). Tebal buku 209 halaman. Memuat 75 judul puisi karya 58 penyair NTT. Diterbitkan Penerbit Kandil Semesta Bekasi. Editor buku Julia Daniel Kotan. Dewan kurasi penyair Joko Pinurbo, Alexander Aur Apelaby, dan Dhenok Kristianti.Prolog disusun Pater Paul Budi Kleden, dan Epilog disusun Alexander Aur Apelaby.

Pada awal tahun 2018 Komunitas Rumah Sastra Kita (RSK) NTT berdiri. Penyair kereta bergabung dengan para satrawan dan para pengamat sastra NTT dalam RSK NTT ini, antara lain Yoseph Yapi Taum, Yohanes Sehandi, JB Kleden, Mezra E. Pellondou, Lanny Koroh, Maria Matildis Banda, dan Fanny J. Poyk. Komunitas RSK bersama Julia berhasil menerbitkan dua buku antologi puisi pesan pesan perdamaian dari Bumi Flobamora, yakni Bulan Peredam Prahara (2018) yang berisi 225 judul puisi karya 53 penyair NTT, dan Kepada Pedang dan Nyala Api (2020) berisi 203 judul puisi karya 73 penyair NTT.

Di samping menerbitkan dua buku antologi puisi, Komunitas RSK NTT bersama Julia juga menerbitkan dua judul buku antologi cerpen, yakni Perempuan dengan Tiga Senyuman (2018) berisi 13 judul cerpen karya 7 cerpenis NTT, dan Narasi Rindu (2019)berisi 36 judul cerpen karya 19 cerpenis NTT. Tugas berat Julia setelah buku-buku terbit adalah menghubungi para penulis dan mengirimkan buku-buku itu kepada setiap penulis. Pekerjaan ini tentu tidak gampang kalau tidak dilatari oleh komitmen dan motivasi yang kuat. Rasa cinta penyair kereta kepada sastra dan sastrawan NTT, tidak kurang dari cintanya kepada lelakinya.

Post a Comment

0 Comments