Saverinus Suhardin Perawat, Pengajar di Akper Maranatha Groups Kupang |
Selama pagebluk (Jawa: wabah) Covid-19 merebak, perawat menjadi salah satu profesi yang
sering mendapat perhatian. Bagaimana tidak, sebagai salah satu garda terdepan
menghadapi wabah SARS-CoV-2, mereka berkelindan dengan berbagai ancaman.
Sebagaimana yang ditulis Prof. Nursalam dalam opininya “Dilema
Peran Perawat saat Pendemi” di Jawa Pos edisi 9 April 2020 lalu, keseharian
perawat memang diliputi perasaan dilematik.
Ketika perawat menjalankan
berbagai perannya yang berkaitan dengan penanganan Covid-19, pada saat yang
bersamaan, mereka juga harus menghadapi rasa khawatir ikut tertular atau
menularkan pada orang lain; kehadiran mereka di lingkungan tempat tinggal
mendapat penolakan; mendapat stigma sebagai pembawa virus; harus terpisah agak
lama dengan keluarga dan orang terdekat; termasuk siap-sedia berhadapan dengan
risiko fatal.
Khusus masalah yang disebutkan
terakhir, berdasarkan hasil laporan organisasi perawat dari berbagai negara
melalui International Council of Nurses
(ICN), kondisi per tanggal 6 Mei 2020 menunjukkan perawat yang terinfeksi virus
corona baru mencapai 90.000 orang dan lebih dari 260 perawat meninggal dunia. Pada
saat yang sama, di Indonesia juga tercatat 55 tenaga kesehatan meninggal dunia;
38 dokter dan 17 perawat. Bila menimbang berbagai risiko tersebut, apakah
perawat menjadi takut dan berhenti memberikan pelayanan?
Jawaban dari beberapa perawat
yang berkaitan dengan pertanyaan imajiner tersebut sungguh mengangumkan. “Saya hidup, mati untuk orang yang saya
sayangi, termasuk untuk profesi,” begitu penjelasan Ninuk untuk menenangkan
suaminya saat perawat RSCM Jakarta itu dirawat karena Covid-19, sebelum
kemudian dia meninggal dunia akibat penyakit tersebut pada usia 37 tahun.
Sekelompok tenaga kesehatan
termasuk perawat yang terlibat dalam sebuah penelitian kualitatif di China juga
memiliki pemikiran yang kurang lebih serupa. Ketika ditanya mengenai pengalaman
mereka merawat pasien Covid-19, secara umum mereka menjawab, “Bertanggung jawab
penuh atas kesejahteraan pasien.” Perawat secara tega mengatakan, “Ini adalah
tugas saya.”
Kita tidak memungkiri, pada
dasarnya perawat mengalami tekanan atau tertimpa stres yang cukup berat dalam
menghadapi pandemi ini. Meski demikian, dari beberapa pengakuan di atas, bisa
kita simpulkan kalau secara umum perawat telah membulatkan tekat untuk melayani
atau menolong orang lain sesuai panggilan profesinya. Perawat telah menyadari
segala konsekuensi dari pekerjaannya, sehingga apapun situasi yang dihadapi,
semuanya dipandang sebagai bentuk pengabdian.
Mengulang
Sejarah Florence Nightingale
Model pelayanan keperawatan yang
mengedepankan nilai kepedulian (caring)
terhadap sesama (klien) seperti yang ada saat ini, tidak terlepas dari jasa tokoh
pelopor keperawatan modern yang telah menetapkan fondasi utama pelayanan
keperawatan hingga menjadi profesi yang diakui publik luas, Ibu Florence
Nightingale.
Bila kita menelusuri sejarahnya
secara singkat, Nightingale muda hidup dalam keluarga yang sangat kaya di
Inggris. Setelah melewati permenungan yang panjang hingga akhirnya menemukan
sebuah jawaban yang ia sebut sebagai panggilan dari Tuhan (call from God), Nightingale memutuskan menjadi perawat relawan di
barak pasien korban perang Krimea, Rusia.
Sebagian besar tentara yang
cedera sekibat perang mengalami infeksi karena tidak terawat baik. Tidak
sedikit dari mereka yang akhirnya meninggal dunia akibat infeksi. Nightingale
kemudian mengubah cara perawat pasien tersebut. Ruang perawatan diatur kembali
lingkunganya, sehingga memiliki sirkulasi dan pencahayaan yang lebih baik.
Nightingale memperhatikan jarak antar pasien, kebersihan lingkungan ruang
perawatan dan area sekitarnya, kebersihan tiap pasien, kebutuhan nutrisi, dan
selalu melayani setiap keluhan pasien. Bahkan pada malam hari, Nightingale
menenteng lampu lenteranya untuk memperhatikan setiap kebutuhan dasar pasien.
Pada akhirnya aktivitas itu menjadi ciri khas dirinya, sehingga kemudian
dikenang sebagai Bidadari Berlampu atau The
Lady With The Lamp.
Apa yang dilakukan Nightingale
saat itu membuahkan hasil yang memuaskan, banyak pasien yang sembuh. Atas
jasanya tersebut, ia kemudian diberi pernghargaan sebagai pahlawan. Apa yang
telah dilakukannya saat itu menjadi titik mula terbentuknya profesi perawat
yang terus berkembang hingga kini. Karena itu, tanggal kelahiran yang jatuh
pada 12 Mei, dikenang sebagai Hari Perawat Sedunia.
Perayaan ulang tahun perawat
sedunia tahun 2020 ini sangat spesial. Selain karena sudah genap 2 abad, jauh-jauh
hari sebelum wabah Covid-19 merebak, organisasi kesehatan dunai (WHO) telah
menetapkan 2020 sebagai tahun perayaan khusus bagi perawat dan bidan (Year of The Nurse and The Midwife 2020).
Tahun spesial ini sengaja dibentuk untuk menghormati jasa Florence
Nigihtingale, termasuk profesi yang menjadi penerusnya saat ini yaitu perawat
dan bidan.
Apresiasi
khusus bagi perawat dan bidan ini atas dasar dedikasi mereka dalam upaya
menyediakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Perawat dan bidan
diakui sangat berperan dalam hal perawatan ibu dan anak; pemberian imunisasi
dan promosi atau pendidikan kesehatan yang menyelamatkan banyak jiwa; merawat
lansia dan pemenuhan kebutuhan dasar pasien dalam pelayanan sehari-hari. Direktur
Jenderal WHO, Dr. Tedros A. Ghebreyesus, menegaskan bahwa perawat dan bidan
merupakan tulang punggung setiap sistem kesehatan.
Ketika
kemudian wabah virus corona baru SARS-CoV-2
mulai merebak, peran-peran profesi perawat yang diakuai majelis
kesehatan dunia itu makin terasa banyak pihak. Bila kita membaca atau mendengar
kesaksian pasien Covid-19 yang sembuh, mereka selalu menyelipkan ucapan terima
kasih kepada tenaga kesehatan, termasuk tentunya untuk perawat.
Perawat
masa kini yang ikut menangani wabah yang mengakibatkan infeksi paru ini, seolah
mengulang kembali sejarah yang dilakukan Nightingale barapa ratus tahun silam,
sama-sama menghadapi masalah penyakit infeksi. Semangat pelayanan tulus tanpa
pamrih yang dicontohkan Nightingale dulu, meksi hanya tercatat dalam sejarah,
telah menjadi teladan perawat saat ini. Lampu perawat Nightingale itu tetap
bersinar, bahkan makin benderang. Jaya selalu perawat sedunia, terus melayani
dengan hati.
0 Comments