Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

LAMPU PERAWAT NIGHTINGALE TETAP BERSINAR – CATATAN HARI PERAWAT INTERNASIONAL 12 MEI

Saverinus Suhardin
Perawat, Pengajar di Akper
Maranatha Groups Kupang

Selama pagebluk (Jawa: wabah) Covid-19 merebak, perawat menjadi salah satu profesi yang sering mendapat perhatian. Bagaimana tidak, sebagai salah satu garda terdepan menghadapi wabah SARS-CoV-2, mereka berkelindan dengan berbagai ancaman. Sebagaimana yang ditulis Prof. Nursalam dalam opininya “Dilema Peran Perawat saat Pendemi” di Jawa Pos edisi 9 April 2020 lalu, keseharian perawat memang diliputi perasaan dilematik.

Ketika perawat menjalankan berbagai perannya yang berkaitan dengan penanganan Covid-19, pada saat yang bersamaan, mereka juga harus menghadapi rasa khawatir ikut tertular atau menularkan pada orang lain; kehadiran mereka di lingkungan tempat tinggal mendapat penolakan; mendapat stigma sebagai pembawa virus; harus terpisah agak lama dengan keluarga dan orang terdekat; termasuk siap-sedia berhadapan dengan risiko fatal.

Khusus masalah yang disebutkan terakhir, berdasarkan hasil laporan organisasi perawat dari berbagai negara melalui International Council of Nurses (ICN), kondisi per tanggal 6 Mei 2020 menunjukkan perawat yang terinfeksi virus corona baru mencapai 90.000 orang dan lebih dari 260 perawat meninggal dunia. Pada saat yang sama, di Indonesia juga tercatat 55 tenaga kesehatan meninggal dunia; 38 dokter dan 17 perawat. Bila menimbang berbagai risiko tersebut, apakah perawat menjadi takut dan berhenti memberikan pelayanan?

Jawaban dari beberapa perawat yang berkaitan dengan pertanyaan imajiner tersebut sungguh mengangumkan. “Saya hidup, mati untuk orang yang saya sayangi, termasuk untuk profesi,” begitu penjelasan Ninuk untuk menenangkan suaminya saat perawat RSCM Jakarta itu dirawat karena Covid-19, sebelum kemudian dia meninggal dunia akibat penyakit tersebut pada usia 37 tahun.

Sekelompok tenaga kesehatan termasuk perawat yang terlibat dalam sebuah penelitian kualitatif di China juga memiliki pemikiran yang kurang lebih serupa. Ketika ditanya mengenai pengalaman mereka merawat pasien Covid-19, secara umum mereka menjawab, “Bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan pasien.” Perawat secara tega mengatakan, “Ini adalah tugas saya.”

Kita tidak memungkiri, pada dasarnya perawat mengalami tekanan atau tertimpa stres yang cukup berat dalam menghadapi pandemi ini. Meski demikian, dari beberapa pengakuan di atas, bisa kita simpulkan kalau secara umum perawat telah membulatkan tekat untuk melayani atau menolong orang lain sesuai panggilan profesinya. Perawat telah menyadari segala konsekuensi dari pekerjaannya, sehingga apapun situasi yang dihadapi, semuanya dipandang sebagai bentuk pengabdian.

Mengulang Sejarah Florence Nightingale

Model pelayanan keperawatan yang mengedepankan nilai kepedulian (caring) terhadap sesama (klien) seperti yang ada saat ini, tidak terlepas dari jasa tokoh pelopor keperawatan modern yang telah menetapkan fondasi utama pelayanan keperawatan hingga menjadi profesi yang diakui publik luas, Ibu Florence Nightingale.

Bila kita menelusuri sejarahnya secara singkat, Nightingale muda hidup dalam keluarga yang sangat kaya di Inggris. Setelah melewati permenungan yang panjang hingga akhirnya menemukan sebuah jawaban yang ia sebut sebagai panggilan dari Tuhan (call from God), Nightingale memutuskan menjadi perawat relawan di barak pasien korban perang Krimea, Rusia.

Sebagian besar tentara yang cedera sekibat perang mengalami infeksi karena tidak terawat baik. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya meninggal dunia akibat infeksi. Nightingale kemudian mengubah cara perawat pasien tersebut. Ruang perawatan diatur kembali lingkunganya, sehingga memiliki sirkulasi dan pencahayaan yang lebih baik. Nightingale memperhatikan jarak antar pasien, kebersihan lingkungan ruang perawatan dan area sekitarnya, kebersihan tiap pasien, kebutuhan nutrisi, dan selalu melayani setiap keluhan pasien. Bahkan pada malam hari, Nightingale menenteng lampu lenteranya untuk memperhatikan setiap kebutuhan dasar pasien. Pada akhirnya aktivitas itu menjadi ciri khas dirinya, sehingga kemudian dikenang sebagai Bidadari Berlampu atau The Lady With The Lamp.

Apa yang dilakukan Nightingale saat itu membuahkan hasil yang memuaskan, banyak pasien yang sembuh. Atas jasanya tersebut, ia kemudian diberi pernghargaan sebagai pahlawan. Apa yang telah dilakukannya saat itu menjadi titik mula terbentuknya profesi perawat yang terus berkembang hingga kini. Karena itu, tanggal kelahiran yang jatuh pada 12 Mei, dikenang sebagai Hari Perawat Sedunia.

Perayaan ulang tahun perawat sedunia tahun 2020 ini sangat spesial. Selain karena sudah genap 2 abad, jauh-jauh hari sebelum wabah Covid-19 merebak, organisasi kesehatan dunai (WHO) telah menetapkan 2020 sebagai tahun perayaan khusus bagi perawat dan bidan (Year of The Nurse and The Midwife 2020). Tahun spesial ini sengaja dibentuk untuk menghormati jasa Florence Nigihtingale, termasuk profesi yang menjadi penerusnya saat ini yaitu perawat dan bidan.

Apresiasi khusus bagi perawat dan bidan ini atas dasar dedikasi mereka dalam upaya menyediakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Perawat dan bidan diakui sangat berperan dalam hal perawatan ibu dan anak; pemberian imunisasi dan promosi atau pendidikan kesehatan yang menyelamatkan banyak jiwa; merawat lansia dan pemenuhan kebutuhan dasar pasien dalam pelayanan sehari-hari. Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros A. Ghebreyesus, menegaskan bahwa perawat dan bidan merupakan tulang punggung setiap sistem kesehatan.

Ketika kemudian wabah virus corona baru SARS-CoV-2  mulai merebak, peran-peran profesi perawat yang diakuai majelis kesehatan dunia itu makin terasa banyak pihak. Bila kita membaca atau mendengar kesaksian pasien Covid-19 yang sembuh, mereka selalu menyelipkan ucapan terima kasih kepada tenaga kesehatan, termasuk tentunya untuk perawat.

Perawat masa kini yang ikut menangani wabah yang mengakibatkan infeksi paru ini, seolah mengulang kembali sejarah yang dilakukan Nightingale barapa ratus tahun silam, sama-sama menghadapi masalah penyakit infeksi. Semangat pelayanan tulus tanpa pamrih yang dicontohkan Nightingale dulu, meksi hanya tercatat dalam sejarah, telah menjadi teladan perawat saat ini. Lampu perawat Nightingale itu tetap bersinar, bahkan makin benderang. Jaya selalu perawat sedunia, terus melayani dengan hati.

Post a Comment

0 Comments