Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam/dan
atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(UU No. 24 Tahun 2007). Bencana non-alam yang terjadi saat ini berdasarkan World Health Organization (11/03/2020) ditetapkan
sebagai Global Pandemic. Hal ini
mengisyaratkan bahwa bencana non-alam adalah problem dunia yang menjadi tanggung
jawab bersama dalam penanggulangannya.
Posisi
geografis Indonesia yang terletak pada ring
of fire (cincin api) mengakibatkan bencana alam baik itu letusan gunung
api, gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, dan bencana lainnya terus terjadi sebagai
siklus perputaran bumi. Bencana (disaster)
alam maupun non-alam dalam upaya penanggulangan didasarkan pada tiga tahap
yaitu prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Kebijakan penanggulangan
bencana adalah serangkaian tanggung jawab stakeholder dalam mengurangi risiko
bencana, kerentanan (vulnerability)
fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan serta upaya pemulihan (recovery) dan rehabilitasi (rehabilitation).Tahap penanggulangan ini
sudah seringkali diimplementasikan pada bencana alam di Indonesia. Bagaimana
dengan bencana non alam yakni pandemic
global Covid-19?
Tanggapan
pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (13/04/2020)menetapkan
Corona Virus Disease (Covid-19)
sebagai Bencana Nasional. Hal itu dilakukan karena grafik terpapar Covid-19
terus bertambah sejak ditetapkan pasien 01 dan 02 positif virus corona. Manajemen
bencana satu wadah melalui gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease berdasarkan Keputusan
Presiden No. 7 Tahun 2020 sudah dilaksanakan dengan tujuan terputusnya mata
rantai epidemi virus corona di Indonesia.
Pra Bencana, Saat Bencana dan Pasca-Bencana
Upaya
penanggulangan bencana non-alam pada bidang pendidikan hemat saya belum optimal
dilakukan. Karena pendidikan adalah siklus yang aktornya bukan hanya pendidik,
tapi termasuk orang tua dan pemerintah. Jika manajemen bencana Covid-19 dikaji
dari tiga tahap penanggulangan makanya upaya yang dilakukan prabencana terkesan
gagal dipahami oleh aktor pendidik dalam hal ini pemerintah. Selayaknya melalui
kementerian pendidikan dan dinas terkait sudah seharusnya melakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster
Management Plan) saat dunia sedang dilanda Covid-19 dan belum ada yang
terpapar di Indonesia. Kesadaran pembenahan pendidikan terkesan miris, dikutip
dari detik.com (02/05/2020)Mas Menteri Nadiem Makarim kaget masih ada wilayah
yang belum ada sinyal dan listrik. Hal ini terjadi saat tanggap darurat atau
saat terjadi bencana, ini mengisyaratkan media pembelajaran online virtual
melalui TVRI tidak dapat dicerna oleh semua peserta didik. Terobosan baru dari
pemerintahan daerah melalui Radio yang dimiliki oleh setiap daerah dilakukan
pembelajaran yang terpadu, tentunya dengan harapan dapat diakses hingga pelosok
desa.
Asesmen
learn at home saat darurat bencana
non-alam Covid-19 adalah tanggung jawab tiga aktor pendidikan yaitu
pendidik/guru, orang tua dan pemerintah. Peran guru yang awalnya tampil di
depan ruang kelas sudah diganti dengan media TVRI dan Radio, bahkan bagi
sekolah-sekolah tertentu dapat diakses melalui media internet pembelajaran online. Evaluasi pembelajaran dari
pernyataan Mas Menteri bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat
digunakan untuk kelancaran sistem pendidikan saat ini seharusnya menjadi
rujukan bagi kepala daerah dinas terkait dan kepala satuan pendidikan SD, SMP
dan SMA untuk memfasilitasi para guru dalam memantau setiap peserta didik di
sekolah masing-masing. Pendampingan ini sangat dibutuhkan minimal seminggu
sekali bagi sekolah yang sistem pembelajaran tidak melalui online. Upaya ini sebagai penilaian dan evaluasi learn at home. Karena pola belajar kaum
terdidik akan efektif jika ada pemantau yang kontinyu dari pendidik. Mengapa pendidik
? Karena siklus pendidikan yang menjadi budaya lembaga formal di sebagian Indonesia
selama ini peran utamanya adalah guru, walaupun waktu bersama guru lebih
sedikit dibanding orang tua.
Covid-19
mengajarkan kita bahwa peran pendidik/guru sangat sulit digantikan dengan media
pembelajaran apapun. Karena karakter peserta didik dibentuk juga oleh kaum
pendidik selain mentransfer ilmu pengetahuan. Bencana non alam ini menjadi
evaluasi pemerataan teknologi revolusi industry 4.0 yang belum terealisasi di
seluruh Indonesia, ditandai dengan virtual pembelajaran online yang tidak
efektif. Bahkan hal ini terjadi saat darurat bencana non alam. Peran orang tua
adalah penentu belajar dari rumah selama pandemic
global Covid-19 dengan tujuan mencapai sistem pendidikan yang terpadu. Siklus
pendidikan yang dibentuk selama ini dengan pembelajaran di sekolah digantikan
dengan siaga bencana non-alam yang hanya dilakukan dari rumah oleh orang tua
menjadi desain kurikulum bagi guru dan pemerintah pasca bencana.
Indonesia
saat ini masih darurat bencana dengan terus meningkatnya pasien terpapar Covid-19,
namun kurikulum pasca bencana perlu penyusunan dini berbasis siaga bencana
selain pemulihan pada pendidikan virtual. Boleh dikatakan revolusi industri 4.0
di Indonesia adalah tugas awal pembenahan kurikulum pada sektor pendidikan
pasca bencana. Sepadan dengan slogan pada hari pendidikan nasional tahun ini
“belajar dari Covid-19”. Aktor pendidikandituntut untuk melakukan pembaharuan
pendidikan pasca bencana agar tercapai sistem pendidikan yang komprehensif. Belajar
dari Covid-19 mengisyaratkan bahwa bencana bukan semata-mata hanya musibah yang
berdampak negatif, namun ada sisi positif yang menjadi edukasi siaga bencana.
Sebagai halnya bencana alam gempa bumi dan letusan gunung api mengingatkan kita
bahwa bumi pun membutuhkan ruang untuk bergerak.
0 Comments