Drs. Benyamin Juma Kepala SMA Negeri 4 Brong Kab. Manggarai Timur |
ISU strategis bangsa Indonesia yang
didiskusikan hangat sejak pra kemerdekaan oleh Founding Fathers adalah ‘nation and chrachter building’. Isu ini
tak pernah kalah hangatnya ketika Indonesia merdeka sampai dengan saat ini.
Bahwasannya bangsa Indonesia ini sangat plural. Pluralitas bangsa Indonesia ini
terbentuk oleh bermacam-macam pulau dengan topografi dan iklimnya yang
berbeda-beda sebagai habitatnya; bermacam-macam suku bangsa serta
adat-istiadatnya; dan bermacam-macam agama serta keyakinan yang dianut oleh
masyarakatnya.
Di tengah pluriformitas tersebut
muncullah persoalan mendasar, yaitu bagaimana mewujutkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) padahal bangsa Indonesia ini sangat plural atau
sangat heterogen? Pertanyaan ini sangat penting direnungkan kerena NKRI sedang diuji ketangguhannya
saat ini. Pertanyaan
tersebut mengandaikan sebuah konsep dan strategi serta implementasi dari konsep
kewarganegaraan tentang ‘nation
and chrachter building’.
Konsep kewarganegaraan tentang ‘nation
and charachter building’
menjadi sangat penting demi terwujudnya NKRI yang utuh serta NKRI yang kokoh
walaupun ia ditantang oleh badai pluriformitas dari dirinya sendiri yang
heterogen.
Lantas, apakah yang pengelola pendidikan dapat
lakukan sebagai perwujudan keterpanggilannya memelihara keutuhan serta
kekokohan NKRI di tengah ancaman badai pluriformitas yang tak terhindarkan itu?
Lembaga pendidkan SMA Negeri 4 Borong hendak mewujudkan keterpanggilannya menjaga
keutuhan dan mengokohkan NKRI dengan konsentrasi pada strategi managemen berbasis
budaya.
Unsur heterogenitas yang paling potensial
dan strategis bagi NKRI adalah agama dan budaya. Secara positif agama dan
budaya mengokohkan NKRI karena agama dan budaya berakar pada dimensi
religiusitas manusia. Pada dimensi religi manusia (termasuk di dalamnya agama
dan budaya) mengakui adanya kharisma struktur, yakni adanya kekuatan,kekuasaan
(kewenangan) supernatural yang perlu disembah; dan adanya kekuatan, kekuasaan
(kewenangan) natural berupa hierarkhi keagamaan yang terlihat pada struktur
kepemimpinan pada masing-masing agama dan hierarkhi budaya yang terlihat pada
kepemimpinan sosial untuk masing-masing masyarakat adat.
Di bawah payung pengakuan akan kharisma
kekuatan supernatural dan kharisma
kekuatan hierakhi keagamaan dan budaya para warga akan tunduk dan taat serta
setia memelihara persatuan dan kesatuan; memelihara kerukunan; memelihara
persatuan dan perdamaian, karena seluruh warga berkonsentrasi pada satu tujuan
yakni kebahagiaan, kesejahteraan, dan kehidupan abadi. Para pemimpin dan warga
mengakui kepemimpinan mereka berasal dari yang supernatural, dengan demikian
mereka mengakui kepemimpinan itu harus dijalankan secara benar, bersih, jujur
dan adil. Jika tidak, para pemimpin dan warga pasti ditimpa bala bencana
sebagai hukuman dari penguasa
supernatural. Sebaliknya para warga akan mengakui para pemimpin sebagai
transfigurasi dari kepemimpinan supernatural yang membuat mereka secara
naluriah dan praksis taat kepada pemimpin sebagai jembatan/penjamin cita-cita
dan harapan-harapan hakiki mereka. Akan tetapi, secara negatif agama dan budaya
dapat memicu disintegrasi bangsa atau menyobek keutuhan serta kekokohan NKRI.
Hal ini terjadi apabila egoisme kelembagaan antar agama atau egoisme antar
pemeluk agama dan egoisme masing-masing kelembagaan adat pada dimensi budaya
dibiarkan terlembaga dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Agama dan budaya sebagai unsur yang
paling potensial dan strategis sebagaimana diuraikan secara positif di atas
menjadi modal dan pintu dalam mengatur
masyarakat bangsa Indonesia pada berbagai bidang dalam mewujudkan
keterpanggilan putra-putri bangsa untuk membangun bangsa Indonesia menuju kemajuan.
Sebagai lembaga pendidikan, SMA Negeri 4 Borong mau mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai pintu gerbang
kemajuan, kemandirian, keterampilan serta kesejahteraan masyarakat terutama
para pesertadidik. Ketika ini visi kita, maka pada
tangga pertama kita harus menyadari pentingnya unsur agama dan budaya sebagai
unsur-unsur hakiki dalam pengelolaan pendidikan.
Pertama, kita harus menyadari bahwa agama
dan budaya merupakan dua unsur yang menjadi fondasi religi manusia yang
terstruktur secara sosial dan terikat/terpikat secara emosional. Agama dan
budaya merupakan tatanan peradapan manusia yang kental dan dapat bermanfaat
sebagai lokomotif/mesin penggerak sebuah perjuangan menuju cita-cita bersama.
Oleh karena itu mengelola lembaga pendidikan dengan memposisikan kelembagaan agama dan kelembagaan
budaya sebagai mitranya merupakan model pengelolaan yang efektif. Misalnya,
dalam posisi manajerial, pengelolaan lembaga pendidikan dapat mendistribusikan peran-peran tertentu
(sebagai penyelenggara) kepada masing-masing kelembagaan agama dan kelembagaan
adat yang ada.
Kedua, kita menyadari bahwa nilai-nilai
agama dan nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai dasar perekat keutuhan
nation. Oleh karena itu dalam kerangka ‘charachter
and nation building’
kita harus mampu mengelola lembaga pendidikan berbasis agama dan budaya. Artinya, peserta didik kita adalah warga masyarakat
yang dapat saja tertimpa oleh kelunturan nilai-nilai dasar agama dan budaya,
maka dalam pengelolaan lembaga pendidikan harus mempunyai misi dan strategi untuk
mengembalikan nilai-nilai dasar agama dan budaya itu kepada diri masyarakat
kita untuk menjadi jati dirinya. Dengan pengelolaan seperti ini lembaga SMA
Negeri 4 Borong
bermanfaat dalam memelihara keutuhan serta kekokohan NKRI. Dalam hal ini SMA Negeri 4
Borong harus mampu
merefleksi dan merumuskan kurikulum yang berbasis agama dan budaya. Misalnya,
kegiatan belajar menggali dan mendalami nilai-nilai agama tradisional/asli dan
nilai-nilai agama modern/impor serta membandingkan keduanya sampai ditemukan
titik singgungnya sebagai pegangan dalam mengupayakan kohesitas kehidupan
sosial dalam kehidupan peserta sebagai warga belajar. Demikian juga halnya
kurikulum untuk dimensi budaya, digiring agar peserta didik dapat menemui nilai hakiki budaya yang
akan termanifestasi melalui perilaku budaya yang santun serta seni
budaya/budaya seni untuk kesejahteraan diri sendiri dan sosial.
Ketiga,
bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pengelolaan pendidikan adalah terciptanya kurikulum
pembelajaran menuju ‘charachter
and nation building’.
Dalam hal ini, dalam pengelolaan pendidikan perlu kurikulum pemicu pemahaman serta kerja sama lintas
agama dan lintas budaya. Diskusi-diskusi menyangkut nilai-nilai masing-masing
agama dan budaya serta titik simpul dari masing-masing agama dan masing-masing
budaya harus diupayakan
untuk menjadi pegangan bersama para pesertadidik. Hal ini ditujukan dalam rangka mengokohkan semangat NKRI.
Strategi menajemen pendidikan berbasis agama dan budaya ini
terasa cukup efektif pada sisi kepentingan internal lembaga maupun pada
sisi kepentingan eksternal. Pada sisi kepentingan internal lembaga mendapat keuntungan dengan
menajemen berbasis agama dan budaya, dimana lembaga pendidikan ditopang secara emosional bahkan secara
praksis operasional dari tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh adat/budaya
setempat. Dengan itu lembaga pendidikan menjadi langgeng dalam mengembangkan
visi, misi serta program-programnya. Sedangkan
pada sisi kepentingan eksternal, lembaga pendidikan dapat mengantar peserta didik kepada prinsip mencintai
nilai-nilai hakiki agama dan budaya sebagai nilai universal demi tumbuhnya
semangat nasionalisme dan memiliki spirit berjuang demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
0 Comments