Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

BEKALI SISWA DENGAN LITERASI DIGITAL


Adrianus Bareng, S.Pd
Finalis Guru Dikdas Berprestasi 2019
INDONESIA merupakan negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Pasti menjadi kehawatiran bersama yaitu jumlah generasi muda (siswa SD – SMA) doyan besar mengakses internet, yaitu kurang lebih 70 juta orang dengan beragam persoalan yang sering terjadi.

Presiden RI Joko Widodo  saat Sidang Tahunan MPR RI 2018 lalu, spesifik mendorong institusi pendidikan segera beradaptasi di era revolusi industri 4.0. Fokuskan memantapkan kemampuan literasi digital. Hendaknya dilakukan dalam skala nasional secara komprehensif dan sistematis. Kedewasaan, kecakapan, dan keamanan dalam menggunakan media digital sangat perlu diperjuangkan khususnya bagi generasi emas bangsa ini.

Siswa butuh perhatian serius komponen bangsa untuk menepis gejolakera transformasi digital sejak dini. Fakta membuktikan masalah serius dalam kehidupan generasi abad 21 ini pada penyimpangan media digital. Siswa kita mudah rentan akan pemakaian media digital yang berlebihan. Mulai  dari  mengakses, menonton konten negatif, ujaran kebencian, radikalisme daring, eksploitasi seksual dan pornografi.

Berbagai regulasi dan sosialisasi telah disiapkan Kemenkominfo dalam bentuk media konvensional dan digital namun, belum masuk ke rana pendidikan di sekolah yang terstruktur dan sistematis. Mengapa belum masuk dalam muatan kurikulum pendidikan sekolah? Kolaborasi Kemenkominfo dan Kemendikbud lagi diproses dan ditunggu seluruh rakyat Indonesia dalam institusi pendidikan.

Makna dan Pentingnya Literasi Digital

Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), mengartikan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami, merangkai, dan menggunakan serta menyebarkan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer (Buku Materi Pendukung Gerakan Literasi Digital, Kementerian Pendidikan Nasional 2017).

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk menggunakan tenologi digital dalam mencari, memahami, dan mengevaluasi serta menciptakan sampai mengkomunikasikan informasi kepada orang lain (Kompas 22 Januari 2020).

Literasi  digital merupakan sarana penting di dunia modern sekarang ini dalam proses pendidikan di sekolah. Teknologi digital menghantar  siswa untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan memperlancar beragam kompetensi materi pemelajaran. Siswa diharuaskan mampu menggunakan bentuk literasi digital. Dalam hal ini merancang, menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Di sini kemampuan berpikir kritis dibekali agar mampu melihat dampak positif dan negatif dari penggunaan teknologi.

Siswa kita kalaukurang  kompetensi literasi digital, secara global akan tersisih dalam persaingan hidup nanti seperti memperoleh pekerjaan, kualitas hidup rendah,dan timbul gejolak remaja lainnya. Literasi digital segera diberi agar pola pikir dan pandangan mereka kritis dan kreatif mulai sekarang. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoax, atau korban penipuan yang berbasis digital. Sehingga di sekolah dan masyarakat akan cenderung aman dan kondusif.

Tata KelolaKegiatan Literasi Digital

Dalam buku Panduan GLS dari Kemendikbud dikatakan bahwa tata kelola gerakan literasi digital di sekolah yaitu pertama, Peningkatan jumlah pelatihan literasi digital bagi kepala sekolah, guru, dan pendidik. Kedua, Intensitas pemanfaatan literasi digital dalam pembelajaran meningkat. Ketiga, Meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.

Budaya sekolah yang diharapkan dalam literasi digital, antara lain Pertama, Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital. Kedua, Frekuensi peminjaman buku bertema digital. Ketiga, Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan Informasi. Keempat, Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman. Kelima, Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah. Keenam, Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah).

Perluasan sumber belajar yang disiapkan antara lain Pertama, Penyediaan komputer dengan perangkat internet di sekolah. Kedua, Penyediaan informasi melalui media digital. berupa layar dan papan informasi digital untuk update informasi terbaru.

Penguatan tata kelola menjadi penting dalam literasi digital di sekolah, yaitu, Pertama, Pengembangan sistem adminstrasi secara elektronik (administrasi-e). Sekolah mengembangkan sistem administrasi secara digital. Kedua, Pembuatan kebijakan sekolah tentang literasi digital yang dapat mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru diwajibkan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, menggunakan aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang tua, mengimbau peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengelola perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengelola sarana prasarana tentang teknologi yang baik dan berkala.

Tantangan Sumber Daya Manusia (Guru)

Dalam harian Kompas, Jumat, 17 Januari 2020, disebutkan, dari 51 juta siswa Indonesia baru 10 persen yang siap dengan dunia digital. Sementara guru sebagai ujung tombak literasi digital belum mendapat pembekalan atau pelatihan menyeluruh tentang literasi digital. Kita berharap kolaborasi Kemenkoinfo dan Kemendikbud agar pembekalan atau pelatihan guru menjadi prioritas secara menyeluruh bukan hanya guru komputer di sekolah karena semua pendidik di pelosok daerah sudah menggunakan komputer. Guru juga harus dilatih untuk menjadi produser konten berupa menulis blog dan buku digital. Karena pendekatan pemelajaran abad 21 mengharuskan berpikir kritis, cakap teknologi, cerdas strataegi belajarkan siswa, mengikuti perkembangan, selalu kreatif, reputasi, dan berprestasi.

Gaya Generasi Milenial

Sebagai generasimilineal siswa saat ini, tumbuh dengan akses teknologi digital tanpa batas. Turut berpengaruh pada pola pikir dan gaya belajar. Gaya belajar ikut irama teknologi digital. Bahkan merespon informasi saat pemelajaran di kelas beragam sikapnya saat ini. Faktor akses literasi digital mulai keluarga dan masyarakat dalam interaksinya ikut mempengaruhi model atau strategi pembelajaran guru di kelas.

Untuk itu butuh metode atau cara baru agar siswa di era digital perlu konsep atau aliran teori yang nantinya menjadi bekal pemahaman baik bagi siswa terutama guru-guru di sekolah, kepala sekolah, tenaga literasi sekolah, orang tua, serta masyarakat melalui buku-buku seri literasi digital terbitan Kemenkominfo, antara lain, Kerangka Dasar Literasi Digital, Mendidik Anak di Era Digital, Jadi Gamer Cerdas, Literasi Digital Keluarga, dan seri lainnya agar apa yang dipelajari bermanfaat.

Menanti Muatan Kurikulum Literasi Digital 2021

Membaca Kompas, 17 Januari 2020 dan 22 Januari 2020, nyata bahwa literasi digital akan mulai digerakkan bersama. Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan telah mengupayakan pelatihan guru tentang literasi digital untuk meningkatkan mutu pemelajaran dan aktualisasi diri siswa

Sementara Kemenkominfo dan Kemendikbud sedang menyusun kurikulum pelajaran informatika agar tidak hanya mencakup kompetensi teknis tetapi  memasukan aspek literasi digital untuk siswa SD, SMP, SMA. Kurikulum informatika muatan literasi digital bagi siswa ini lagi penyempurnaan. Tahun depan pendidikan literasi digital yang terstruktur dan sistematis ditargetkan masuk ke ruang-ruang kelas untuk mendidik generasi muda agar kebal menghadapi paparan manipulasi informasi era digital.

Dengan demikian literasi digital kita akan maju seperti negara maju yang sangat kritis dalam dunia informasi melalui digital seperti Australia, Kanada, Finlandia, Swedia dan Denmark. Negara dengan daya tahan tinggi menangkal disinformasi yang memiliki demokrasi berkualitas. Semoga tahun depan menjadi tahun penuh kekuatan bangsa dalam meramu kekuatan literasi digital untuk menentang arus digital dalam memerangi virus hoax dan informasi kejahatan lainnya bagi generasi emas bangsa kita.

Diharapkan kerja agar literasi digital tetap menciptakan hubungan yang komunikatif dan harmonis mulai siswa di keluarga sampa di sekolah. Di rumah bersama orang tua tetap akur dan akrab. Sementara di sekolah siswa serius mendengar petunjuk atau arahan menggunakan liteasi digital. Mengingat ada siswa serius jika ada media digital di tangannya. Media konvensional dan digital hampir tidak seiring. Mari bekali diri dengan membaca buku.

Pengalaman penulis mengajar Bahasa Indonesia, mewajibkan 240 siswa membawa HP tiap hari. Mengingat sumber belajar terbatas di sekolah. Mereka begitu tenang walau satu dua orang keluar dari tujuan pembelajara yang dirancang. Setelah itu mereka merancang sendiri aksi belajar. Saat itu terlihat begitu jelas lompatan gaya belajar yang cepat dan lambat. Bukan hanya HP tapi kolaborasi dengan buku pelajaran. Siswa menjelajah materi dengan leluasa. Diarahkan guru agar melewati konten berbau porno atau yang tidak bernilai edukasi.

Data pengamatan, 90 persen siswa menciptakan konten produktif, menyelesaikan tugas atau kegiatan dengan tidak membuat kekacauan seperti menebar kebencian, menebar hoax, pornografi atau aplikasi berbahaya lainnya. Nilai Ujian Nasional Berbasis Komputer selalu kualifikasi B. Tugas berupa video, wawancara, drama, pidato, desain poster, laporan kegiatan penulis arsipkan dengan baik dan saat penerimaan laporan hasil belajar menjadi sumber hiburan edukatif bagi orang tua/wali.

Literasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai mekanisme pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam prosespengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guruatau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah. (*)

Post a Comment

0 Comments