Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Mrs. Jenn: Kemampuan Berliterasi Harus Ditanamkan Sedari Awal

Mrs. Jenny Zhang saat diskusi bersama di pondok diskusi Secangkir Kopi 

Kota Kupang, Cakrawala NTT
-Menggagas dan menggerakan kebiasaan masyarakat untuk melek literasi  sepertinya menjadi gerakan mendunia.  Upaya ini menjadi gerakan bersama ketika masyarakat secara global menjadi lesu akibat semakin hausnya budaya baca-tulis. Fenomena ini kadang tak disadari semakin menggerus kuat ketika era digital mulai menampakan virus yang mampu mengoyak mental dan kebiasaan literasi yang sedari awal sudah tertanam baik. Era digital saat ini cenderung  mengabaikan makna literasi itu sendiri. Era digital saat ini cenderung memanjakan masyarakat  pada kebiasaan instan cuma sekadar mengamati dan menonton tanpa ada usaha untuk membaca, mencermati, memahami dan menulis.

Mrs. Jenny bersama Sekjen Komunitas Secangkir Kopi
Keprihatinan ini juga memotivasi Mrs. Jenny Zhang salah satu mahasiwa University Of California, Berkeley untuk melakukan penelitian akademis terkait persoalan ini. Berdasarkan pengamatannya dia memberi kesaksian bahwa masalah semakin lesuhnya budaya literasi bukan menggerogoti mental anak-anak Indonesia saja tetapi semua anak zaman ini termasuk di Amerika. Dalam diskusi ringan bersama anggota Komunitas Pondok Diskusi Secangkir Kopi (PDSK) pada Minggu 23 April 2017 terkait bagaimana upaya membangun budaya literasi yang baik, mahasiswa berperawakan Chinnes ini menegaskan bahwa sedari awal, semenjak anak-anak memasuki masa sekolah perlu dan sangat penting ditanamkan kemampuan-kemampuan berliterasi itu sendiri. Kemampuan berliterasi tidak sebatas mengenal huruf dan bisa membaca saja tetapi juga mengajak anak untuk memahami apa yang dibaca dan selanjutkan menggagaskan itu dalam bentuk tulisan  yang baik dan bermanfaat untuk umum.

“Ini menjadi keprihatinan dunia bukan hanya Indonesia. Semakin lemahnya budaya literasi juga terjadi di benua Eropa termasuk Amerika yang menjadi tempat tinggal saya. Ini menjadi keprihatinan dunia. Untuk itu perlu dibangkitkan kembali spirit ini. Semangat literasi perlu di mulai dari dasar ketika manusia pertama kali mengenal tulisan baik di rumah maupun sekolah. Pada proses pentransferan kebiasaan literasi ini sebisa mungkin mengajar anak agar bisa memiliki dasar-dasar literasi yang baik. Bukan hanya sekadar bisa membaca dan selesai. Anak-anak juga diajak bisa memahami apa yang dibaca sekaligus menulis apa yang dipahaminya. Saya yakin setiap tulisan yang lahir dari sebuah pemahaman dan analisis yang baik akan berguna juga untuk masyarakat pembaca. Dengan demikian proses literasi itu akan berjalan dengan saling melengkapi satu sama lain, “pungkas ibu yang familiar dipanggil Jenn ini.

Berpose bersama setelah diskusi
Terkait dengan kemampuan membaca dan menulis ini juga menjadi problem. Hal ini karena cara mengajar yang dipakai pendidik (orangtua dan guru) terlalu kaku sehingga membuat anak-anak tidak bisa mengekspresikan kemampuannya secara bebas dan total.  Memang kadang gurupun jadi dilema ketika berhadapan dengan segala tetek bengek ketentuan dalam kurikulum yang boleh dikatakan menjadi rambu-rambunya. Atas dasar dilema ini menurut Mrs Jenn kita perlu memilih opsi yang paling tidak memiliki efek yang bisa membantu anak-anak lebih mudah belajar. Untuk itu sangat dibutuhkan para pengajar yang kreatif dalam mendidik. Pengajar yang cenderung monoton dan kaku dalam proses pengajaran akan cenderung membuat anak-anak jadi bosan dan tidak ada gairah untuk belajar. Biarkanlah anak-anak belajar dan berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Termasuk salah satunya adalah belajar berbahasa.

Bincang singkat setelah diskusi
“Bahasa daerah adalah bahasa awal yang dikenal anak-anak. Kita tidak bisa memaksakan anak mengabaikan bahasa daerah hanya untuk menjawab tuntutan kurikulum. Toh saya yakin bahasa daerah bisa menjadi fondasi bagi anak-anak untuk mengenal dunianya sekaligus pelan-pelan menjawab tuntutan kurikulum tersebut, “pungkasnya.

Diskusi yang berlangsung sejak jam 18.00-21.30 itu berjalan cukup alot karena dibubuhi pernyataan dan pertanyaan menggelitik dari anggota Komunitas Pondok Diskusi Secangkir Kopi. Namun pada akhirnya semuanya menggagas kesimpulan sementara bahwa membumikan tuntutan literasi yang ideal harus membawa anak khususnya dan masyarakat pada umumnya sampai pada tingkat pemahaman dan kemampuan menganalisis. Untuk itu sangat dibutuhkan para instruktur dan pengajar yang kreatif untuk mewujudkan tujuan ideal dari literasi itu sendiri. (EL)

Post a Comment

0 Comments