Oleh : Irmina Ch. Pranatalia Nona Ndale,
S.S., Gr.
(Guru SMP Negeri 1 Mego, Sikka)
CAKRAWALANTT.COM - Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memegang peranan
penting sebagai alat komunikasi yang saling menghubungkan satu dan lainnya. Menurut
Syamsuddin (1982), bahasa merupakan alat yang dipakai untuk membentuk pikiran
dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, serta memengaruhi dan
dipengaruhi. Selain itu, bahasa juga menjadi tanda dari kepribadian dan budi
kemanusiaan.
Pentingnya bahasa dalam kehidupan sehari-hari menuntut
setiap orang untuk mempelajari dan menguasainya sesuai kondisi dan kebutuhan. Salah
satu bahasa yang paling santer digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris
dikenal sebagai sebagai bahasa internasional, sebab digunakan di hampir setiap
aspek kehidupan. Hal itu mendorong dunia pendidikan, terutama di Indonesia,
untuk mengadopsinya dalam kurikulum pendidikan melalui mata pelajaran bahasa
Inggris.
Mata pelajaran bahasa Inggris wajib diajarkan dan
dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Bahasa Inggris menuntut pemahaman
dan penguasaan empat keterampilan berbahasa di dalamnya, yakni berbicara (speaking), membaca (reading), menulis (writting),
dan mendengarkan (listening). Dengan menguasai
keempat hal tersebut, maka peserta didik dapat mendalami bahasa Inggris dan
mengaplikasikannya dalam keseharian dengan baik.
Salah satu materi pembelajaran yang dipelajari dalam
bahasa Inggris adaah teks narrative. Teks narrative merupakan salah satu jenis teks yang berisi cerita fiktif
berupa dongeng, legenda, mitos, dan lainnya dengan menggunakan bentuk lampau
dalam kalimatnya.
Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, peserta
didik diharapkan dapat lebih mampu memahami teks narrative tanpa adanya paksaan. Di sini, mereka didorong untuk
mampu menumbuhkan minat belajar, sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan baik.
Menurut Slameto (2010), minat belajar adalah suatu
dorongan atau ketertarikan untuk mempelajari sesuatu sehingga memberikan
perhatian dan usaha yang lebih terhadapnya. Dengan kata lain, minat belajar
dapat dilihat sebagai bahan bakar
yang bisa membakar daya belajar peserta didik terhadap materi pelajaran yang
disukainya.
Namun, pada kenyataannya, di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri 1 Mego, Kabupaten Sikka, masih terdapat beberapa peserta didik
yang belum mampu memahami bahasa Inggris dengan baik akibat rendahnya minat
belajar. Hal itu menyebabkan daya belajar peserta didik menurun dan bahkan
tidak mengoptimalkan kehadirannya di kelas untuk belajar. Di kelas VIII C
misalnya, dari 22 peserta didik, hanya terdapat 11 sampai 16 orang peserta
didik yang rutin hadir dalam pembelajaran bahasa Inggris.
Setelah melakukan observasi dan refleksi, Penulis
menemukan beberapa faktor penyebab rendahnya minat belajar peserta didik
terhadap materi teks narrative bahasa
Inggris. Pertama, mata pelajaran bahasa Inggris masih dianggap membosankan,
monoton, dan sulit. Hal itu disebabkan karena pola penulisan kata bahasa
Inggris sangat berbeda dengan cara pengucapannya. Kedua, kebiasaan bermain yang
tinggi ketimbang belajar di kalangan peserta didik. Menurut mereka, bermain di
luar kelas jauh lebih menyenangkan daripada belajar bahasa Inggris di dalam
kelas.
Guna mengatasi persoalan tersebut, maka Penulis
mencoba untuk membuat sebuah terobosan dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan
menggunakan metode permainan tebak kata.
Menurut Said (2015), model kooperatif tebak kata berupa kegiatan menebak suatu
kata dengan menyebutkan kata-kata tertentu sampai kata yang disebutkan dinilai
benar. Adapun metode ini menggunakan media kartu teka-teki yang berpasangan
dengan kartu jawabannya.
Dengan permainan tebak kata, peserta didik menjadi
lebih tertarik untuk mempelajari bahasa Inggris dan memudahkannya untuk
mengingat materi teks narrative
secara baik. Selain itu, peserta didik juga menjadi lebih betah di dalam kelas,
sebab mengalami proses pembelajaran yang menyenangkan dengan berbagai permainan.
Metode permainan tebak kata sangat efektif dan efisien
bila dipraktikkan di dalam kelas, karena menggunakan bahan kertas karton, instruksi
yang diberikan mudah dipahami, lebih seru, dan bisa memberikan ruang interaksi
yang luas. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam permainan tebak
kata adalah sebagai berikut.
Pertama, Penulis menerangkan kompetensi atau tujuan
yang ingin dicapai kepada para peserta didik. Hal ini berguna agar aktivitas
yang dilakukan di kelas dapat lebih bermakna bagi peserta didik. Penulis juga
mengajak peserta didik untuk memahami bahwa apa yang dilakukan pada
pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya sekadar bermain, tetapi untuk
meningkatkan kompetensi.
Kedua, peserta didik diminta untuk saling berpasangan
di depan kelas. Setiap pasangan akan diminta untuk maju ke depan kelas secara
bergiliran.
Ketiga, Penulis akan membacakan sebuah cerita mitos sebagai
petunjuk. Mitos yang dipilih biasanya adalah hal yang lazim didengar oleh para
peserta didik. Dengan begitu, mereka akan lebih mudah mengingat isi cerita
sekaligus memudahkan untuk menebak kata.
Keempat, Penulis membagikan kartu berisi kata-kata
kepada salah seorang peserta didik dan memintanya untuk membacakan kata
tersebut. Di sisi lain, Penulis menempelkan kartu berisi jawaban pada kening
pasangan peserta didik tersebut dan memintanya untuk menebak apa yang dimaksud
dalam kartu yang telah dibacakan.
Kelima, Penulis akan mempersilahkan pasangan peserta
didik yang berhasil menjawab dengan benar untuk duduk. Namun, apabila belum
tepat, maka mereka boleh mengarahkan dengan kata-kata yang lain. Arahannya tersebut
harus disampaikan menggunakan bahasa Inggris. Permainan akan terus dilakukan
hingga para peserta didik berhasil mendapatkan bagian yang sama di dalamnya.
Setelah menerapkan metode permainan tebak kata,
Penulis melihat adanya kemajuan dalam pembelajaran bahasa Inggris. Minat
belajar peserta didik terhadap bahasa Inggris, terkhususnya materi teks narrative, semakin meningkat. Mereka terlihat
aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran, sehingga tingkat kehadiran pun
semakin meningkat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa permainan
tebak kata mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menarik,
dan tidak monoton. Peserta didik bisa belajar sambil bermain tanpa
menghilangkan esensi dari proses pembelajaran. Hal itu secara tidak langsung
dapat meningkatkan minat belajar peserta didik. (red)
0 Comments