Oleh
: Erna Y. Adu, S.Pd.,M.Ling
(Guru SMP Negeri 2 Kota Kupang)
Sekolah
merupakan salah satu wadah yang berperan dalam proses pembentukan mental dan
karakter individu (baca : peserta didik). Wadah tersebut memiliki tujuan utama,
yakni; mencerdaskan kehidupan bangsa melalui proses pendidikan kepada semua
individu sebagai peserta didik yang sama. Di dalam lembaga pendidikan sekolah, peserta
didik akan dibina, dibentuk, dibimbing, dan dibentuk menjadi pribadi yang cakap
secara intelektual, emosional, spirtitual, dan sosial.
Kecakapan
tersebut diasah secara seimbang melalui proses pembelajaran yang intens sesuai
dengan substansi kurikulum pendidikan yang berlaku. Salah satu implikasi nyata
dari proses pendidikan di lingkungan sekolah adalah terciptanya sikap cinta dan
peduli lingkungan (ekologi) dalam diri para peserta didik.
Pendidikan
ekologi di lingkungan sekolah merupakan hal penting yang harus diimplementasikan.
Peserta didik harus memiliki kesadaran dan kepedulian tentang lingkungan
sekitarnya. Konsep pendidikan lingkungan di sekolah sebenarnya sesuai dengan
esensi dari literasi lingkungan. Literasi lingkungan adalah pengetahuan yang
penting untuk memahami pergaulan dan sikap kepedulian. Literasi lingkungan
menyiratkan pemahaman tentang bagaimana individu dan masyarakat saling berhubungan
antara satu sama lain bersama lingkungan (alam) sekitarnya.
Melalui
program literasi lingkungan tersebut, setiap individu akan melakukan pendidikan
yang berkelanjutan (sustainability
education) untuk menanamkan pemahaman tentang lingkungan kepada peserta
didik dengan cara yang spesifik, berupa pengetahuan dan keyakinan. Dengan kata
lain, literasi lingkungan harus difokuskan pada pengetahuan (knowing), pemeliharaan (caring), dan kewenangan atau kemampuan (competence). Oleh sebab itu, pendidikan
berbasis konsep literasi lingkungan harus terus dipertahankan dan ditanamkan
kepada peserta didik di setiap proses pembelajaran (Orr, 1992. Problem of sustainability. In “Ecological
literacy: Education and the Transition to a Postmodern World”).
Berangkat
dari hal tersebut, sekolah tentunya memiliki peranan penting dalam memperluas
jejaring untuk meningkatkan kecerdasan ekologis. Pentingnya kesadaran ekologis bagi
peserta didik bertujuan untuk menjaga lingkungan sekitarnya serta memupuk keinginan dan keterampilan untuk
melestarikan lingkungan. Sistem sosial dan ekosistem belajar di dalam sekolah sangat
berpengaruh pada pengalaman belajar peserta didik tentang pendidikan lingkungan
itu sendiri.
Pihak
sekolah bersama jajaran guru harus mampu menemukan inovasi pembelajaran yang kreatif untuk menanamkan pengetahuan,
perubahan tingkah laku, sikap serta motivasi peserta didik dalam mengelola dan
menjaga lingkungan sekolah dengan baik. Oleh karena itu, pihak sekolah wajib
menerapkan pembiasaan rasa cinta terhadap lingkungan secara konsisten, seperti;
membiasakan peserta didik untuk membersihkan kelas dan sekitarnya, membuang
sampah pada tempatnya, serta menanam dan merawat pohon atau tanaman di
lingkungan sekolah.
Kebersihan
lingkungan juga berfungsi untuk menciptakan kesehatan lingkungan yang aman,
nyaman, dan tentram. Salah satu upaya nyata yang bisa dilakukan adalah
pemberlakukan “Kegiatan Jumat Bersih”. Kegiatan Jumat Bersih bertujuan untuk
memelihara dan merawat kebersihan lingkungan sekolah. Dalam kegiatan ini, semua
warga sekolah harus terlibat aktif, baik peserta didik, guru pegawai, serta petugas
kebersihan.
Kegiatan
tersebut bisa dilakukan sehari dalam seminggu, maupun setiap hari sebelum dimulainya
kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Selain itu, pihak sekolah juga perlu
mengikutsertakan semua warga sekolah di setiap kegiatan ekologis yang
diselenggarakan oleh pemerintah setempat.
Secara
umum, konsep tentang literasi lingkungan merujuk pada suatu sikap sadar untuk
menjaga lingkungan agar tetap terjaga secara seimbang. Kesadaran tersebut
merupakan suatu sikap melek lingkungan yang tidak hanya bermuara pada
pengetahuan terhadap lingkungan sekitar, tetapi juga menyangkut kepekaan, sikap
tanggap, dan inovasi dalam memberikan solusi atas berbagai persoalan lingkungan
yang terjadi.
Dalam
hal ini, peserta didik sebagai bagian dari masyarakat sekaligus generasi
penerus bangsa harus mampu dibekali kemampuan dan kecakapan literasi lingkungan
dengan baik. Melalui pendidikan dan penanaman budaya literasi lingkungan yang
baik, peserta didik dituntun untuk mampu menerima (receiving), menanggapi (responding),
menghargai (valuing), dan bertanggung
jawab (responsible) atas berbagai isu
lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, peserta didik mampu
bersikap dan bertindak sebagai agen perubahan lingkungan yang berkualitas di
tengah masyarakat.
Pendidikan
lingkungan diawali dengan menanamkan sikap ramah lingkungan kepada peserta
didik melalui kegiatan sosialiasi atau kampanye tentang sampah, baik dari aspek pengetahuan, motivasi maupun perilaku
sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang bsa diterapkan adalah
pembelajaran kontekstual. Dalam model pembelajaran tersebut, peserta didik akan
langsung mempelajari dan memahami kondisi di sekitar lingkungan sekolah.
Pendayagunaan lingkungan harus memanfaatkan segala sesuatu yang ada di sekitar
sekolah.
Dengan
demikan, guru dituntut untuk bersikap profesional dan kreatif, terutama dalam mendayagunaaan
fasilitas serta sumber belajar secara luas, termasuk menggunakan barang-barang
sisa di lingkungan sekolah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara
optimal. Proses optimalisasi model pembelajaran yang kontekstual dapat
diwujudkan dalam program 3R, yakni reuse,
reduce, dan recycle.
Pertama,
Reuse. Program ini merujuk pada
sistem pakai ulang. Pemanfaatan sampah dengan menggunakannya kembali (pakai
ulang) untuk keperluan yang sama atau fungsi yang sama sangat penting untuk
mengurangi dampak pemakaian instrumen baru. Di sini, semua sisa sampah
mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Pengelolaan sampah secara reuse dilakukan dengan menggunakan
kembali barang-barang plastik, seperti; kemasan air mineral bekas. Sampah sisa
kemasan air mineral tersebut dapat digunakan kembali dengan diolah menjadi media
untuk menanam sayuran dan sebagainya.
Kedua,
Reduce. Program ini merujuk pada
sistem pengurangan untuk segala bentuk pemakaian instrumen yang menghasilkan
sampah. Pihak sekolah harus berinisiatif untuk mengurangi penggunaan kertas dan
beralih menggunakan softfile, yaitu; melalui
aplikasi geogle classroom atau juga
lewat Whattsapp (WA) Grup, sehingga dapat meminimalisir terjadinya penumpukan
sampah di sekolah.
Ketiga,
Recycle. Program ini merujuk pada
kegiatan mendaur ulang sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.
Pengelolaan sampah secara recycle
dibagi menjadi dua metode, yaitu; pengelolaan sampah organik dan anorganik.
Sampah organik, seperti; dedaunan tumbuhan di sekitar sekolah dan daun
pembungkus makanan bisa dibuat menjadi kompos. Kompos yang dihasilkan kemudian
digunakan untuk memupuk tanaman atau sebagai bahan campuran media tanam di lingkungan
sekolah. Sedangkan, sampah anorganik, seperti; kertas, koran, dan kardus bekas bisa
diolah menjadi kerajinan dan media pembelajaran.
Pelestarian
dan perawatan lingkungan sekolah tersebut sebenarnya menjadi kontribusi besar
dalam merawat wajah kota. Kota Kupang misalnya, dalam menunjang terwujudnya
identitasnya sebagai Kota Pintar (Smart
City), Pemerintah Kota Kupang harus mampu meningkatkan kualitas lingkungan
dan masyarakat menuju lingkungan yang cerdas (smart environment) dan masyarakat yang cerdas (smart people). Kedua aspek tersebut tentunya perlu didukung oleh
semua pihak, terutama sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Di
dalam lingkungan sekolah, proses pendidikan tentang lingkungan secara literatif
(smart environment) bisa berlangsung guna menanamkan
nilai-nilai ekologis pada peserta didik sebagai generasi masyarakat cerdas (smart people) di kemudian hari. Sekolah
yang bersih, nyaman, dan aman adalah bukti tingginya kualitas sebuah kota. Oleh
karena itu, sekolah sebagai wadah pendidikan mestinya harus mampu memberikan
pemahaman tentang ekologi pendidikan, sehingga bisa memotivasi peserta didik
untuk menyukai kegiatan cinta lingkungan serta berpartisispasi dalam perawatan
lingkungan hidup.
Pada akhirnya, semua elemen masyarakat harus mampu meningkatkan dan mengemban budaya literasi lingkungan yang berkualitas. Literasi lingkungan merupakan pengetahuan dan pemahaman terhadap aspek-aspek yang membangun lingkungan, prinsip-prinsip yang terjadi di lingkungan, dan mampu bertindak untuk memelihara kualitas lingkungan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, dalam
rangka mengembangkan literasi lingkungan bagi seluruh masyarakat, pendidikan
lingkungan harus mengembangkan pemahaman tentang sistem ekologi, hubungan sebab-akibat
antara sikap dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan, serta menumbuhkan
perilaku masyarakat yang bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya.
Editor : Mario Djegho
0 Comments