Kota
Kupang, CAKRAWALANTT.COM – “Dari
kecil memang Cia pernah memiliki mimpi untuk menjadi seorang Putri Indonesia. Cia
coba latihan cara jalan layaknya seorang model sampai mama tiba-tiba heran sendiri
dengan kelakuannya Cia dan bilang, ini anak
kenapa su begini, su jalan pose-pose begini?”. Demikian ungkap Liliane
Gratia Imanuela Rondo dalam wawancara khusus bersama media ini, Selasa
(26/01/2021).
Cia – sapaan akrabnya, adalah seorang gadis
cilik yang lahir yang di Kupang, 20 Juni 2007. Anak tunggal dari pasangan Winston
Neil Rondo, Spt., dan Pdt. Desiana Rondo Effendy, M.Th., ini masih duduk di bangku
Kelas VIII SMP Katolik St. Yoseph Naikoten, Kupang. Di umurnya yang masih sangat
muda, Cia telah menjadi Puteri Cilik pertama yang mewakili Provinsi NTT dalam ajang
pemilihan Puteri Cilik Indonesia pada Oktober 2020 lalu dan pulang membawa penghargaan
sebagai The Best Video presentasi. Meskipun
terbilang masih remaja, Cia telah berhasil membuktikan bahwa ia mampu meraih mimpi
yang ia ingini untuk menjadi seorang model saat ia masih di usia anak-anak.
Bermula dari keikutsertaannya dalam ekstrakulikuler
tarian di sekolahnya, Cia secara khusus dipilih oleh guru keseniannya – Kung Opa
untuk dilatih dan mengikuti ajang bergengsi ini. “Sebenarnya dia orangnya pemalu
sekali anak itu, tapi karena dia punya aura yang saya lihat, dia punya aura positif
yang berbeda dari teman-teman yang lain sehingga saya pilih Cia untuk ikut pemilihan
Puteri Cilik Indonesia,” ungkap Kung Opa beberapa waktu lalu ketika ditemui di
sekolah.
Keberhasilan
yang Tidak Instan
Keberhasilan Cia bukanlah sesuatu yang
instan. Ia melewati proses panjang dan tentunya juga berkat dukungan dari
orang-orang sekitar baik di sekolah maupun kedua orang tuanya. Dengan memberikan
kepercayaan penuh, Winston Neil Rondo dan Pdt. Desiana Rondo Effendy membuka
jalan bagi putri sematawayangnya untuk melakukan apapun yang dia ingini.
“Kalau mau anak maju, yah
juga harus ada pengorbanan. Pengorbanan orang tua bukan hanya perhatian namun
juga berani memberikan finansial yang cukup untuk membayar harga. Dari situ, Cia
mulai belajar dari fashion, cara jalan,
terus belajar foto-foto, cara untuk bicara, public
speaking, dan belajar menari. Jadi semua proses belajar itu bukan instan, harus ada harga yang dibayar. Seperti contohnya
pada latihan public speaking,” ungkap
Pdt. Desiana Rondo Effendy.
Pdt. Desiana menambahkan, “Kalau kita dapat ilmu, kita punya kemampuan, kita harus mengapresiasikan dan membantu supaya orang lain juga bisa sama seperti kita.”
Teks: Ira Luik, Kiki Amin, Lonnie Bunga
Foto: Dokumentasi Liliane Gratia Imanuela Rondo/red
Editor: R. Fahik/red
0 Comments