Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

SEBAIT DOA DI TENGAH COVID-19 - REFLEKSI HARI BURUH NASIONAL

Ovan, O.Carm
Imam Karmelit. Tinggal di Komunitas
Rumah Retret Nabi Elia Mageria-Mauloo 

Covid-19 seakan menjadi wabah yang mematikan pergerakan manusia di segala bidang kehidupan. Manusia mengalami sebuah keterlemparan sesaat dari aktivitas biasanya yang mengikutsertakan seluruh raganya. Banyak yang harus bekerja dari rumah-rumah, bahkan ada yang juga nekat tetap beraktivitas di luar rumah karena kebutuhan yang kian terjepit.

Waktu seakan bergerak cepat bagi mereka yang merindukan sesuap kesejukan pagi ketika langkah mulai melewati lorong-lorong aktivitas. Sedih rasanya karena harus keluar namun pada saat yang sama dihadapkan pada ketakutan, kecemasan dan kegelisahan. Waktu yang sama terasa lambat bagi mereka yang hanya diam membisu tak tahu harus berbuat apa ketika hidup mereka dicabut oleh virus yang mematikan, oleh keputusan yang tak bisa disangkal dari sebuah resiko kerja.

Ingin protes namun apa daya itulah proses. Banyak yang harus dikorbankan bahkan harus dikeluarkan dari sebuah taman yang subur tempat biasanya mereka berkarya. Mungkin inilah bagian dari sebuah konsekuensi kerja. Banyak insan yang akhirnya mengalami kehilangan pekerjaan.

Di beranda yang lain, banyak yang juga tak dapat beraktivitas secara penuh akibat diliputi sekian keterbatasan. Bekerja dengan pengamanan yang ketat. Banyak yang tak mampu mengais rejeki bak kehilangan harapan oleh sempitnya ruang gerak. Banyak yang menjerit kesakitan dari bilik-bilik gubuk yang reyot dimakan usia. Sudah jatuh dan jatuh lagi dalam keterpurukan. Banyak yang akhirnya menahan lapar lantaran kekosongan hampir segalanya.

Di tengah kegalutan hidup, antara berjuang dan berpasrah. Antara melawan atau tetap di tempat melahirkan sebuah dilema diri. Mungkinkah ada cinta yang terbit di balik semua peristiwa ini? Adakah suara yang mewakilkan seluruh afeksi jiwa yang bergetar dalam kekalutan emosi?

Di sinilah lahir sebuah doa dari seluruh cerita hidup. Barangkali pikiran, rasa adalah sebuah kerja yang berkomunikasi di dalam diamnya raga. Dan di sanalah terpatri sebuah keabadiaan hidup yang menggelayut di dalam cinta yang berujung, di mana ada matahari esok yang mengubah situasi ini.

Doaku…
Biarkan buruh dengan hati yang terus membara
Birunya langit menampakkan sesuatu yang selalu baru
Akan ada pagi yang terus menyapa hariku
Akan ada secerca sinar yang terus terbit di saat dunia kerjaku makin sempit
Ada harapan di balik kisah yang terpenggal-penggal oleh sekelumit rasa
Menghapus dilemma diri dan memperbaiki krisis
Sejauh mata memandang, saatnya memang harus diam
Biarkan jedah bereksplorasi dalam sunyinya waktu
Ada saat semuanya berlalu
Di situlah ragaku yang sejenak mati pikun terbangun seketika
Melambaikan tangan
Kaki yang saat ini kaku tuk melangkah seakan bangkit merangkak kembali
Biar rindu, rasa dan hati tidak terbentuk pada jarak yang tak berujung
Semoga badai ini segera berlalu...

Post a Comment

0 Comments