1/
Aku
melihat, seribu mata dari beningnya embun pada bunga pukul sembilan di halaman pertama
kamar tidurku
Akh,
gumamnya, “bukankah ia tampak cantik – polos seperti air mata bayinya yang
di palung, dan benderang laksana lampion di sumbuh pelita yang meng-abu.”
2/
Siang
harinya, dalam termangu,
Bunga
pukul sembilan itu layu – tak tersentuh tangan
Sapanya
dijamah sinar terik ke tubuh
Kau,
yang sedang asyik bercerita tak tertawa, menawan tersimpul
dan
senyummu diberikan dalam sepenggal puisi di sudut kapela tua itu
3/
Di
halaman kapela tua itu, kau menguap dengan denting di belakang pungungmu,
kira-kira
pukul 12:00 Wita
Ia
memanggilmu, kau tak tuli untuk menjawabnya kan?
Gumammu,
aku baru saja menyapanya di depan altar pada sudut yang diam aku berkata
“terpujilah engkau di antara para gadis jelita sebab engkau bening yang
sempurna dan terberkatilah engkau di antara seluruh puisi sebab engkaulah jiwa
di atas nipan tubuh putih yang berisi seribu sajaknya.”
4/
Lalu
kau tersimpul malu, merah dipipinya. Senyum di bibirnya,
Akh,
bunga pukul sembilan itu belum lagi tersenyum
Kau
berkata: “kemarin, di meja kamar tidurku, kusembunyikan air mataku di halaman pertama
buku doaku, aku kikuk menyebutnya dengan menyanyikan kidung pun mazmur. Hingga,
ku tilik keluar jendela kamarku, ada air yang jatuh membias, gemilang benderang
cahayanya. Di atas tanah, jalanan terasa senggang dan basah.”
Aku
menyebut nama ibu: “ibu, kapan dunia ini berakhir dan lepas-bebas. Aku ingin menjumpaimu
di ziarah-ziarah sunyi dan sepi. Aku ingin menyanyikan lagumu di hari-hari antara
malam dan embun yang saling berkumpul di bawah terang – telanjang bulan.”
Saat
itu, aku sedang berdoa di pertengahan bulan Mei.
5/
Pada
pagi yang kembali terbuka di pintu yang menjerit
Kau
melihat deratan pukul sembilan yang ranum bertebaran di sepanjang halaman pertama
pintu kamarmu
Ibu,
aku ingin menjumpaimu lagi setiap hari.
6/
Pada
malamnya, tak ada mazmur dan kidung
Aku
hanya bergumam di sudut sunyi kapela tua ini: “terpujilah engkau, sebab air
mataku kembali jatuh dengan jujur. Terberkatilah engkau, sebab untuk sekian kalinya
lagi aku menatapmu dengan cinta yang penuh. Terpujilah engkau, di antara segala
air mataku dan di antara segala cintaku, sebab kaulahwanita yang telah menjadi doaku
sepanjang hari ini.”
RP. Octavianus T. Setu, O.Carm,
S.Fil., M.Th.
Imam Karmelit, Kepala SMPK
Alvarez Paga, Maumere
0 Comments