Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PUISI ROMO OVAN SETU – MARIA


1/
Aku melihat, seribu mata dari beningnya embun pada bunga pukul sembilan di halaman pertama kamar tidurku
Akh, gumamnya, “bukankah ia tampak cantik – polos seperti air mata bayinya yang di palung, dan benderang laksana lampion di sumbuh pelita yang meng-abu.”

2/
Siang harinya, dalam termangu,
Bunga pukul sembilan itu layu – tak tersentuh tangan
Sapanya dijamah sinar terik ke tubuh
Kau, yang sedang asyik bercerita tak tertawa, menawan tersimpul
dan senyummu diberikan dalam sepenggal puisi di sudut kapela tua itu

3/
Di halaman kapela tua itu, kau menguap dengan denting di belakang pungungmu,
kira-kira pukul 12:00 Wita
Ia memanggilmu, kau tak tuli untuk menjawabnya kan?
Gumammu, aku baru saja menyapanya di depan altar pada sudut yang diam aku berkata “terpujilah engkau di antara para gadis jelita sebab engkau bening yang sempurna dan terberkatilah engkau di antara seluruh puisi sebab engkaulah jiwa di atas nipan tubuh putih yang berisi seribu sajaknya.”

4/
Lalu kau tersimpul malu, merah dipipinya. Senyum di bibirnya,
Akh, bunga pukul sembilan itu belum lagi tersenyum
Kau berkata: “kemarin, di meja kamar tidurku, kusembunyikan air mataku di halaman pertama buku doaku, aku kikuk menyebutnya dengan menyanyikan kidung pun mazmur. Hingga, ku tilik keluar jendela kamarku, ada air yang jatuh membias, gemilang benderang cahayanya. Di atas tanah, jalanan terasa senggang dan basah.”
Aku menyebut nama ibu: “ibu, kapan dunia ini berakhir dan lepas-bebas. Aku ingin menjumpaimu di ziarah-ziarah sunyi dan sepi. Aku ingin menyanyikan lagumu di hari-hari antara malam dan embun yang saling berkumpul di bawah terang – telanjang bulan.”
Saat itu, aku sedang berdoa di pertengahan bulan Mei.

5/
Pada pagi yang kembali terbuka di pintu yang menjerit
Kau melihat deratan pukul sembilan yang ranum bertebaran di sepanjang halaman pertama pintu kamarmu
Ibu, aku ingin menjumpaimu lagi setiap hari.

6/
Pada malamnya, tak ada mazmur dan kidung
Aku hanya bergumam di sudut sunyi kapela tua ini: “terpujilah engkau, sebab air mataku kembali jatuh dengan jujur. Terberkatilah engkau, sebab untuk sekian kalinya lagi aku menatapmu dengan cinta yang penuh. Terpujilah engkau, di antara segala air mataku dan di antara segala cintaku, sebab kaulahwanita yang telah menjadi doaku sepanjang hari ini.”

Mageria, pertengahan Mei 2020.





RP. Octavianus T. Setu, O.Carm, S.Fil., M.Th.
Imam Karmelit, Kepala SMPK Alvarez Paga, Maumere


Post a Comment

0 Comments