Kota
Kupang, CakrawalaNTT.com - Ribuan pegawai kontrak dan honor ramai-ramai
mendatangi Milenium Ballroom, JalanTimor Raya, Kelapa Lima, Kota Kupang, Selasa
(6/11/2018) pagi. Para pegawai non-PNS diundang untuk mengikuti Konsolidasi
Akbar yang diselenggarakan Komite Nusantara ASN DPW NTT. Konsolidasi ini menuntut
pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang diusulkan
Anggota DPR RI Komisi V Rieke Diah Pitaloka dan Ketua Umum Konsolidasi
Nusantara ASN Mariani Sitompul.
Pada kesempatan itu,
Mariani yang berbicara di hadapan ribuan tenaga honorer, pegawai kontrak,
pegawai tidak tetap, dan pegawai tidak tetap non-PNS memberikan pencerahan
mengenai pentingnya pengesahan undang-undang revisi tersebut yang bisa mengubah
nasib para tenaga honor di Indonesia.
Mariani mengatakan bahwa
pengesahan revisi undang-undang yang dimaksud ada pada pasal 131 A. Dalam pasal
tersebut, disebutkan bahwa tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap
non-PNS, dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan
surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014, wajib
diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun
sebagaimana dimaksud dalam pasal 90. Ia pun meminta para tenaga kontrak
diangkat menjadi PNS secara berkeadilan.
Mariani mengungkapkan
setiap ASN mengalami dua kali ujian dan dua kali pengangkatan. Sementara nasib
pegawai non-PNS masih tak tentu.
"Bagaimana dengan
kita? Kita berjuang terus. Kita tidak boleh saling menyalahkan. Harus terus
berjuang. Sesuai pasal 131 A pengangkatan dilakukan secara bertahap. Yang sudah
lama mengabdi diangkat duluan."
Para tenaga honorer yang
sudah mengabdi selama belasan hingga puluhan tahun mengungkapkan keluhan dan
rintihan hati mereka. Salah satunya adalah Dina seorang guru SD. Menurutnya, kegiatan konsolidasi
akbar sangat bermanfaat dan bisa menghimpun semua tenaga honorer di NTT.
"Kegiatan
seleksi CPNS sedang berlangsung. Anggota
DPR buat apa saja karena pegawai honor usia 35 tahun tidak bisa diangkat lagi.
Kenapa guru juga dipeta-petakan. Dana
bagi sekolah hanya diperuntukkan bagi sekolah inpres dan negeri. Sedangkan
kami guru swasta juga mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kita minta langsung diangkat saja jadi ASN. Tidak perlu pakai
tes lagi," ungkapnya.
Jecky Hule, seorang guru
kontrak pada SDN Tuadale Kupang Barat mengakui uang insentif untuk tenaga guru
honorer cuma Rp100 ribu. Ia mengatakan di kampungya pegawai yang berstatus PNS
hanya kepala sekolah.
Merci Tian yang sudah 10
tahun berstatus guru kontrak dari Sulamu, Kabupaten Kupang membeberkan fakta
lainnya. Diakuinya, honor untuk pegawai non-PNS berijazah sarjana sebesar Rp 1
juta. Sedangkan untuk yang berijazah SMA sebesar Rp800 ribu. Itu pun, katanya,
pembayaran dilakukan sebanyak dua kali yakni pada bulan Agustus dan November.
"Dalam SK ada uang
lauk pauk tapi tidak pernah ada. Kemana uang tersebut. Ke kantong siapa?"
Menjawabi pelbagai
keluhan ini, Mariani menjelaskan, dalam UU Nomor 4 Tahun 2014 hanya diakui dua
kepegawaian yakni PNS dan P3K.
"Pemerintah sekarang
sedang memperjuangkan itu," kata Mariani.
Mariani menjelaskan bahwa
hanya undang-undang revisi tersebut yang bisa mengubah dan mengakomodasi nasib
para tenaga honorer dan bukan keputusan presiden atau peraturan presiden. Mariani
pun mengajak para pegawai non PNS untuk terus berjuang menuntut hak dan nasib
mereka dengan cara yang benar.
Pantauan media, ribuan
tenaga pegawai non-PNS menyemut di Milenium Ballroom. Kebanyakan dari mereka
datang dengan masih mengenakan pakaian dinas dan berasal dari wilayah Kota
Kupang dan Kabupaten Kupang. Sebagian besar merupakan pegawai non-PNS yang
sudah mengabdi lama. Mereka tampak antusias bertanya dan mendengarkan
penjelasan dari para pembicara.
MC dalam konsolidasi
akbar ini adalah Donna Pingak. Tim Alpha Zona NTT yang hadir berjanji akan
memperjuangkan nasib para tenaga honorer. Selain itu, ada Rieke Diah Pitaloka
yang juga hadir sebagai Ketua Nasional Tim Alpha. Hadir pula M. Herviano selaku
sekretaris nasional tim. Para pengurus PDIP NTT Nelson Matara, Niko Frans, Emi Nomleni, dan
Frans Lebu Raya. (Lenzho/rz)
0 Comments