Salah satu peserta workshop sedang memaparkan karya tulisnya. |
Sikka, CAKRAWALANTT.COM - Pepohonan rindang masih melambai-lambai tatkala
hembusan angin bersiul merdu di antara dedaunannya. Di beberapa sudut jalan,
air pegunungan membasahi lereng-lereng bukit yang dibalut kabut tipis khas
daerah puncak. Sepanjang jalan, wangi cengkeh sangat mewangi menusuk indera
penciuman. Maklum, di bulan September ini, rempah asli Indonesia itu sedang
menjadi primadona karena bertepatan dengan masa panennya.
Di antara suburnya kekayaan alam tanah Flores itu,
berdirilah Watupedar, sebuah dusun yang terletak di Kecamatan Doreng, Kabupaten
Sikka. Pada pagi hari, di sela-sela kesibukan masyarakat setempat, anak-anak di
desa tersebut beramai-ramai berjalan kaki menuju sekolah guna mengenyam ilmu.
Tidak ada kata lelah untuk mengukir mimpi dalam ruang-ruang pendidikan.
Di tempat tersebut, terdapat sebuah Sekolah Dasar (SD)
yang berada di sekitar lereng bukit, yakni SD Negeri Watupedar. Sekolah yang
beralih status dari swasta menjadi negeri tersebut menjadi wadah pendidikan
bagi anak-anak di Desa Watumerak dan sekitarnya. Meskipun berada di pinggiran
Kota Maumere, Kabupaten Sikka, asa untuk membangun generasi di tempat ini
sangat terasa.
“Banyak kesulitan yang dihadapi di setiap proses
pembelajaran. Banyak juga tantangannya. Tidak mudah membangun minat belajar
peserta didik, apalagi yang terasa sulit,” tukas seorang guru yang sedang fokus
mengetik narasi-narasi di laptopnya.
“Kesulitan dan tantangan itu bisa diatasi apabila ada
aksi dan solusi yang tepat. Namun, semua itu harus sesuai dengan kondisi di
sekolah atau pembelajaran masing-masing,” jawab saya saat sedang mendampingi
seorang guru.
Diskusi kami pagi itu merupakan bagian dari rangkaian
kegiatan workshop penulisan esai ilmiah berbasis pengalaman pembelajaran bagi
kelompok guru se-gugus Pelibaler dan Eha, Kecamatan Doreng. Guru-guru yang
berpartisipasi berasal dari sekolah-sekolah dasar di kedua gugus tersebut.
Ada yang berasal dari SD Negeri Watupedar, SD Negeri
Hamar, SD Inpres Pelibaler, SD Negeri Waidahi, SD Negeri Watulagar, SD Negeri
Wairheli, SD Katolik Kloangpopot, SD Negeri Wodonwair, dan SD Negeri Aiwuat.
Semua peserta hadir dengan satu misi utama, yakni meningkatkan kompetensi guna
mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Sedangkan, saya dan seorang teman, Mustakim, bertugas
sebagai narasumber/formator. Kami merupakan perwakilan Yayasan Rumah Literasi
Cakrawala yang berkolaborasi bersama Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga
(PKO) Kabupaten Sikka untuk bergerak bersama membangun pendidikan yang bermutu
di Kabupaten Sikka melalui penguatan budaya literasi.
Pada kesempatan tersebut, para guru yang
berpartisipasi sebagai peserta workshop diarahkan dan dibimbing untuk menyusun
esai ilmiah berbasis pembelajaran. Di dalamnya, mereka melakukan refleksi atas
situasi yang tengah dihadapi dalam kegiatan pembelajaran dan menentukan aksi
guna mengatasi persoalan yang selalu menerpa proses pembelajaran di dalam
kelas.
Aksi-aksi yang dinarasikan tentu tidak terlepas dari
praktik-praktik baik yang mereka lakukan atau rencanakan guna membangun
pembelajaran yang menyenangkan, menarik, dan berorientasi pada peserta didik.
Tentunya, hal ini sesuai dengan konsep Kurikulum Merdeka yang selalu menekankan
pengembangan potensi peserta didik secara maksimal.
Kegiatan tersebut berlangsung di SD Negeri Watupedar
selama tiga hari, yakni pada 9-11 September 2024. Berbeda dari pola pemaparan
materi yang berkutat pada teori semata, workshop ini memberikan kebebasan bagi
para guru untuk menuangkan semua situasi, tantangan, aksi, dan refleksi
terhadap proses pembelajaran dalam sebuah esai. Semuanya harus dikemas sesuai
alur penulisan yang disepakati, sehingga para guru bisa menarasikan setiap
gagasan secara objektif, subtantif, dan tepat sasaran.
Ermelinde Nona Erna, S.Pd.SD., selaku koordinator
kegiatan, mengatakan, kegiatan tersebut diharapkan dapat berimbas pada
peningkatan kompetensi dan penguatan literasi di kalangan guru. Tidak hanya itu,
ia juga mengajak para guru untuk mampu mewujudnyatakan semua narasi tersebut ke
dalam ruang-ruang kelas yang kelak bisa memberikan warna baru bagi
pembelajaran.
“Tidak hanya habis pada kegiatan menulis semata,
tetapi juga menjadi komitmen para guru untuk menerapkannya secara konsisten di
dalam kelas,” ujar Kepala SD Negeri Watupedar yang juga mengembang tugas
sebagai Kepala Sekolah Penggerak Angkatan 3.
Memang benar, pernyataan yang dilontarkan oleh
Ermelinde tersebut adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para guru.
Guru sudah seharusnya mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensinya dengan
baik, sehingga bisa mengajar, mendidik, menginspirasi, dan menggerakkan peserta
didik sesuai tuntutan masa kini.
Senada dengan itu, Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah
(K3S) Kecamatan Doreng, Oliva Bala, S.Pd.SD., juga mendukung terwujudnya guru
yang mampu mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik.
Selain itu, menurutnya, salah satu aspek yang memang harus ditingkatkan di
kalangan para guru adalah literasi. Literasi, ungkapnya, merupakan bagian
penting dalam asesmen nasional yang harus diperhatikan secara serius.
“Literasi itu penting sekali bagi para guru. Bagaimana
anak-anak mau membaca atau menulis bila gurunya tidak memiliki kompetensi yang
baik. Guru harus memberikan contoh yang baik,” tukasnya.
Pada dasarnya, literasi adalah kemampuan atau
kecakapan dalam melihat atau membaca fenomena, menganalisis situasi atau akar
persoalan, menemukan solusi penyelesaian, dan melakukan refleksi atas kondisi
yang tengah dihadapi. Kemampuan atau kecakapan itu wajib dimiliki oleh setiap orang,
tanpa terkecuali, demi terciptanya generasi yang literat.
Di sisi senada, Elizabeth Sulzby, seorang pakar
literasi usia dini, mendefinisikan literasi sebagai kemampuan yang berhubungan
dengan keaksaraan. Keaksaraan itu merujuk pada kemampuan berbahasa yang
dijabarkan lebih spesifik sebagai membaca dan menulis. Membaca berguna untuk
menambah asupan pengetahuan bagi cara berpikir seseorang. Sedangkan, menulis
bertujuan untuk melahirkan gagasan-gagasan bermutu yang bisa menginspirasi atau
menggerakkan orang lain.
Penguatan kecakapan membaca dan menulis secara langsung
berpengaruh besar bagi kemampuan atau kecakapan literasi seseorang, apalagi
seorang guru. Guru yang gemar membaca bisa memperoleh begitu banyak informasi
dan pengetahuan yang bisa mendukungnya dalam upaya transfer ilmu kepada peserta
didik. Sedangkan, guru yang intens menulis bisa memberikan teladan dan
inspirasi bagi para peserta didik untuk berpikir secara logis dan sistematis.
Kepala Bidang Pembinaan SD pada Dinas PKO Kabupaten
Sikka, M. Mustari Ipir, sangat mengharapkan adanya peningkatan kompetensi di
kalangan para guru. Menurutnya, para guru harus mampu menjadi guru profesional
di abad 21. Guru harus bermetamorfosis dan menjadi lebih maju. Hal itu,
sambungnya, bisa dilakukan dengan menguatkan kemampuan atau kecakapan literasi.
“Pembelajaran saat ini berbeda dengan yang terjadi di
masa lalu. Sekarang menekankan partisipasi peserta didik dan guru harus mampu
membuka ruang itu. Namun, dibutuhkan kecakapan dan kompetensi yang mumpuni,”
tukasnya saat membuka kegiatan workshop di SD Watupedar, Senin (9/9/2024).
Mustari berharap, para guru yang terlibat dalam
kegiatan tersebut bisa menemukan berbagai praktik baik yang berguna dalam
membangun pola pembelajaran yang sesuai dengan kondisi masa kini. Para guru
tidak hanya berkutat pada pemaparan teori semata di dalam kelas, tetapi juga
memastikan bagaimana teori tersebut dapat diaplikasikan oleh para peserta didik
dalam dunia praktis.
Di akhir kegiatan, Kepala SD Negeri Wodonwair, Maria
Hildegardis, S.Pd.SD., menyampaikan apresiasi bagi penyelenggaraan kegiatan
tersebut. Menurutnya, kegiatan tersebut sangat penting bagi para guru, terutama
dalam meningkatkan kompetensi masing-masing. Menulis, baginya, bisa melatih
pola berpikir yang logis, kritis, dan reflektif.
“Selama tiga hari ini, banyak hal yang kami peroleh.
Semoga para guru bisa melakukan pengimbasan dalam pembelajaran,” ungkap Guru
Penggerak Angkatan 7 ini.
Pose bersama para kepala sekolah. |
Selama tiga hari berlangsung, para guru sangat
antusias mengikuti proses pendampingan. Masing-masing guru memaparkan hasil
praktik baik yang dilakukannya dalam narasi-narasi yang ringan dan mudah
dipahami. Semua itu bertujuan untuk mendukung upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bangsa yang besar selalu lahir dari didikan tangan seorang guru. Guru
yang berkualitas selalu mengemban asa untuk membangun generasi bangsa.
Singkatnya, tiga hari perjumpaan kami di SD Negeri Watupedar tersebut harus bisa mewujudkan konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Menurut Ki Hajar, pendidikan memang seharusnya berorientasi pada peningkatan pembangunan sumber daya manusia yang cerdas dan berkarakter.
Ing ngasa
sung tuladha, ing madya mangun karsa,
dan tut wuri handayani. Guru harus
menjadi teladan di depan murid-muridnya, memberikan pencerahan di tengah
murid-muridnya, dan mendorong murid-muridnya untuk selalu maju. Itulah asa
membangun generasi yang terus bergema di Watupedar dan seluruh penjuru negeri
ini. (MDj/red)
0 Comments