Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana), Prof. Dr.
drh. Maxs Urias Ebenhaezar Sanam, M.Sc., resmi menyandang gelar Guru Besar
Bidang Mikrobiologi dan Parasitologi, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan
Undana, melalui Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Undana, Rabu (8/3/2023), yang
diselenggarakan di Auditarium Undana, Penfui, Kupang. Pengukuhan Guru Besar
tersebut sesuai dengan SK Mendikbudristek RI Nomor: 6160/M/07/2023.
Rapat Senat Terbuka Luar Biasa yang dipimpin oleh
Sekretaris Senat, Prof. Dr. Jefri S. Bale, ST.,M.Eng., dan didampingi oleh
seluruh Anggota Senat Undana beserta sejumlah Guru Besar Undana tersebut turut
dihadiri oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek), Prof. Tjitjik Tjahjandarie.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Tjitjik mengatakan
bahwa pengukuhan Prof. Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaizer Sanam, M.Sc., menjadi
Guru Besar Faktultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Aktif Pertama di Bidang
Mikrobiologi dan Parasitologi, sekaligus sebagai Guru Besar Undana ke-40.
“Profesor Sanam memiliki jumlah dokumen publikasi
terindeks Scopus: 5, serta H-index: 1, yang sekaligus juga mengawali rangkaian
pengukuhan Guru Besar yang akan dikukuhkan pada tahun 2023 di Undana. Bapak
Profesor Sanam hari ini menjadi Guru Besar pertama yang dikukuhkan di tahun
baru 2023 ini. Dan pada hari ini juga, Bapak Profesor Sanam merayakan ultahnya.
Hari ini tentunya menjadi hari yang istimewa dan berkah tersendiri, karena di
usianya yang baru, yaitu 58 tahun, Pak Profesor Sanam mendapatkan kado istimewa
yaitu berhasil dikukuhkan menjadi Guru Besar yang baru di Undana,” ungkap Prof.
Tjitjik disambut riuh tepukan tangan seluruh undangan yang hadir.
Prof. Tjitjik juga mengajak para akademisi lain di
Undana untuk berkompetisi mencapai jabatan Guru Besar.
“Perlu kita sadari bahwa pencapaian Guru Besar ini
bukan hanya capaian individu seorang akademisi, namun juga menjadi capaian
penting bagi institusi perguruan tinggi. Oleh karena itu, saya juga
menyampaikan selamat kepada Universitas Nusa Cendana, khususnya Fakultas
Kedokteran dan Kedokteran Hewan atas pengukuhan Guru Besar pertamanya,
sebagaimana kita ketahui bahwa Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan adalah
fakultas termuda di Undana, dimana Prof. Maxs termasuk yang terlibat aktif
sejak proses pembentukannya,” tutur Prof. Tjitjik menutup sambutannya.
Lebih lanjut, dalam orasi ilmiah berjudul Peranan Mikrobiologi Veteriner dalam
Pencegahan, Penanganan, dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging pada Hewan
di Indonesia, Prof. Maxs Sanam mengatakan bahwa ancaman akan munculnya
potensi pandemik baru adalah nyata akibat perubahan iklim global, mutasi
genetik mikroba, intensitas kontak manusia dengan hewan liar yang semakin
tinggi akibat perubahan perilaku, mobilitas hewan dan orang yang semakin
tinggi, dan faktor-faktor pemicu lainnya.
“Namun, optimisme haruslah tetap dibangun bahwa dengan
kekuatan IPTEK yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman akan pandemi
sebelumnya (Covid-19) kita akan lebih siap dalam mencegah kejadian ataupun
lebih tanggap dan sigap dalam penanganan dan pengendalian pandemi baru,”
ungkapnya.
Prof. Maxs Sanam juga menjelaskan bahwa penyakit emerging hewan dalam beberapa tahun
terakhir telah dikaitkan dengan kejadian wabah yang berkonsekuensi serius
terhadap kesehatan hewan dan manusia.
Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan/World Organization for Animal Health
(WOAH) mendefinisikan penyakit emerging
sebagai infeksi atau infestasi baru yang dihasilkan dari evolusi atau perubahan
agen patogen atau parasit yang telah ada sebelumnya yang menyebabkan perubahan
pada cakupan hospesnya, patogenisitas atau strain, atau infeksi atau infestasi
yang diketahui menyebar ke wilayah atau populasi baru atau agen patogen yang
sebelumnya tidak dikenal atau penyakit baru untuk pertama kali didiagnosis dan
berdampak signifikan pada kesehatan hewan atau masyarakat.
Suatu penyakit yang dikenali sebelumnya atau bersifat
endemik dikategorikan sebagai penyakit muncul kembali (re-emerging diseases) bila ia muncul di suatu wilayah yang bukan
teritori alamiahnya, memperluas cakupan inangnya, atau prevalensinya meningkat
signifikan (WOAH, 2004).
“Strategi serta tindakan yang cepat dan tepat untuk
mengurangi risiko penyakit hewan emerging
dan re-emerging sangatlah penting
untuk mengendalikan efek langsung dan tidak langsung mereka, dari dampak
merugikan yang nyata pada kesehatan hewan dan manusia dan 8 implikasi ekonomi
yang lebih luas dalam hal pendapatan yang hilang dan biaya sosial yang
meningkat akibat wabah penyakit,” kata Prof. Maxs Sanam.
Lebih jauh, Alumnus Magister pada James Cook
University of North Queensland Australia Tahun 1997 ini turut menyampaikan
tentang peranan mikrobiologi dalam pengembangan vaksin.
“Kemajuan mikrobiologi veteriner telah memungkinkan
pengembangan beragam vaksin yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
infeksi emerging pada hewan. Vaksin
dapat membantu mengurangi tingkat infeksi dan penyebaran penyakit. Vaksin telah
terbukti efektif melawan penyakit menular pada hewan dan telah berhasil
mengendalikan dan/atau bahkan mengeradikasi patogen-patogen hewan utama
(Jazayeri & Poh, 2019). Vaksinasi telah memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi kesehatan global. Dua infeksi utama, smallpox dan rinderpest,
telah berhasil dieradikasi (Greenwood, 2014),” terangnya.
Penerima Penghargaan Dokter Hewan Berprestasi di
Bidang Akademik Tahun 2021 ini mengatakan bahwa pengetahuan tentang
mikrobiologi veteriner sangat penting dalam upaya pencegahan, penanganan, dan
pengendalian penyakit emerging pada
hewan di Indonesia. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan hewan, tetapi
juga pada kesehatan manusia dan lingkungan.
“Oleh karena itu, perlu adanya peran aktif dari semua
pihak terkait dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya
mikrobiologi veteriner. Selain itu, pengembangan teknologi dan inovasi di
bidang mikrobiologi veteriner juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelemahan
dalam penanganan penyakit emerging pada hewan di Indonesia. Dalam hal ini, kolaborasi
antara institusi pendidikan, industri, dan pemerintah menjadi sangat penting
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan teknologi dan
inovasi,” harapnya.
“Berbagai upaya telah dilakukan dalam pencegahan, penanganan, dan pengendalian penyakit emerging pada hewan di Indonesia dengan memanfaatkan pengetahuan mikrobiologi veteriner. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diatasi seperti kurangnya sumber daya dan peralatan yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan strategi penanganan yang terintegrasi dan kolaboratif antara berbagai pihak terkait, seperti peternak, tenaga kesehatan hewan, dokter hewan, ahli mikrobiologi, masyarakat, pemerintah, LSM, dunia usaha, dan pekerja media. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir dampak dari penyakit emerging pada hewan dan memperkuat sistem kesehatan hewan di Indonesia,” jelas Prof. Maxs Sanam yang juga penulis buku tentang African Swine Fever Tahun 2022 seraya mengakhiri orasi ilmiahnya.
Gelar Profesor Adalah Sebuah Kehormatan
Sebagai Pendidik
Sementara itu, Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi
(JNS), menyampaikan aspresiasi kepada Prof. Dr. drh. Urias Ebenhaezar Maxs
Sanam, M.Sc. yang telah dikukuhkan menjadi Guru Besar Undana. Menurutnya,
pengukuhan tersebut menjadi motivasi bagi semua pihak, terutama para pendidik
di lingkup perguruan tinggi.
“Atas nama masyarakat dan Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur, saya menyampaikan proficiat dan sukses kepada Saudara Prof. Dr.
drh. Urias Ebenhaezar Maxs Sanam, M.Sc., serta segenap Civitas Akademika
Universitas Nusa Cendana yang hari ini mencatat dan mengukir sebuah sejarah
baru di lembaga ini. Hari ini secara resmi Universitas Nusa Cendana menambah
lagi seorang Guru Besar dalam bidang Mikrobiologi dan Parasitologi, dan menjadi
Guru Besar ke-40 di Universitas Nusa Cendana. Mudah-mudahan pengukuhan hari ini
terus memacu dan memicu semua dosen di lembaga ini untuk berjuang dan
berkompetisi dapat menjadi Guru Besar, seperti yang telah diraih oleh Prof.
Sanam,” ungkap JNS.
Ia menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi NTT turut
berbangga atas prestasi akademik tertinggi yang telah diraih oleh Prof. Maxs Sanam,
dimana beliau tercatat juga sebagai Profesor Pertama Aktif pada Fakultas
Kedokteran dan Kedokteran Hewan Undana.
“Menjadi Profesor tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang akademisi, karena ini sebuah prestasi dengan pangkat tertinggi pada jenjang perguruan tinggi. Ini sebuah capaian akademis yang membanggakan bagi isteri, anak-anak dan keluarga, bahkan seluruh masyarakat NTT ikut bergembira dan bersyukur dengan peristiwa hari ini,” ungkap JNS.
(Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, saat memberikan sambutan) |
Menurutnya, gelar tersebut merupakan kehormatan
tersendiri sebagai pendidik. Proses yang telah dilewati, ungkapnya, bukan hal
yang mudah, sebab membutuhkan perjuangan dan upaya yang luar biasa. Untuk itu,
harap JNS, gelar baru tersebut bisa bermakna dan berguna bagi masyarakat luas.
“Selamat karena hari ini Pak Profesor Sanam telah
memberi nilai itu, sekarang tinggal saja terus ditularkan kepada semua
akademisi dan generasi muda lainnya bahwa kelak mereka yang lain bisa mencapai
prestasi ini, asalkan mau belajar dengan daya juang tinggi penuh kedisipilinan,
dan tetap tegar menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Yang harus diingat
bahwa menjadi Profesor itu bukan sekedar mengajar dan mentransfer semua ilmu
pengetahuan kepada murid atau mahasiswanya, tetapi lebih dari itu, menjadi
profesor adalah menjadi seorang pendidik dengan tujuan mulia adalah membentuk
setiap orang menjadi pribadi yang berkarakter unggul,” pungkas JNS.
Untuk diketahui, acara tersebut turut dihadiri oleh Wakil
Gubernur NTT Masa Jabatan 2008-2013, Esthon L. Foenay, Kapolda NTT, Irjen Pol.
Johanis Asadoma, Penjabat Walikota Kupang, George Hadjoh, Rektor Unkris Artha
Wacana , Ayub Meko, Rektor Unimor TTU, Stefanus Sio, undangan dan keluarga
besar dari Prof. Dr. drh. Maxs Urias Ebenhaezar Sanam, M.Sc. (MDj/red)
0 Comments