(Foto: Dokumentasi Dialog Publik RUU KUHP) |
Samarinda, CAKRAWALANTT.COM - Kementerian Agama
menggelar dialog publik, membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diskusi yang berlangsung di Samarinda ini
mengundang sejumlah pegiat lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat (ormas)
di bidang keagamaan.
Hadir sebagai
pembicara, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta; Guru Besar
Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto; dan Guru Besar
Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso. Menteri Koordinator Polhukam,
Mahfud MD, juga memberikan sambutan secara virtual.
Giat ini diikuti
perwakilan Kanwil Kemenag Kalimantan Timur, Kankemenag Kota Samarinda, Pemda
Kaltim, Kejaksaan Tinggi Kaltim, Kejaksaan Negeri Samarinda, Polda Kaltim,
Kemenkumham Kaltim, LBH Kota Samarinda, dan Dewan Pers Kota Samarinda. Hadir
juga, perwakilan pesantren, perguruan tinggi, ormas keagamaan, guru madrasah,
majelis agama, dan organisasi mahasiswa.
Bergabung juga secara
daring, sejumlah perwakilan ormas dan lembaga pendidikan dari Provinsi
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara, serta para Pejabat Fungsional Analis
Hukum dan Perancang Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Kemenag
se-Indonesia.
“Dialog publik ini
digelar dalam rangka menggali masukan dari berbagai elemen dan lembaga
masyarakat terkait RUU KUHP. Masukan dari lembaga pendidikan dan ormas
keagamaan sangat diharapkan,” terang Sekjen Kemenag Nizar saat membuka dialog
publik di Samarinda, Rabu (14/9/2022).
Nizar mengatakan KUHP
harus terus dapat mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Karenanya, KUHP juga perlu disempurnakan secara berkesinambungan, meski selalu
saja ada pro-kontra dalam penyusunannya.
“Salah satu upaya
meminimalisir pro-kontra, diperlukan dialog publik dan diskusi dengan masyarakat
dan para ahli hukum dan organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, dan pihak
terkait lainnya,” terang Nizar.
Sementara itu, dalam
sambutannya, Menteri Koordinator Polhukam, Mahfud MD, menyampaikan bahwa banyak
aturan peninggalan zaman kolonial yang masih berlaku dan sudah berumur lama.
Aturan-aturan itu sudah seharusnya diubah dan menyesuikan dengan tatanan hidup
masyarakat, salah satunya KUHP.
“Hukum adalah bagian
dari proses pelayan publik, di mana ada masyarakat di sana ada hukumnya.
Sehingga harus selalu update dan melindungi masyarakat, ketika masyarakat
berubah, hukum seharusnya berubah,” pesannya.
RUU KUHP ini, kata
Menko Polhukkam, sudah lama disusun, lebih kurang 39 tahun. Sudah seharusnya
ditetapkan, apalagi banyak diskusi, baik uji publik maupun dialog publik, yang
sudah dilakukan. Presiden minta agar tiap kementerian menggelar dialog publik
untuk membahas RUU KUHP ini dengan melibatkan ormas dan lembaga terkait.
“Dialog Publik ini
dilakukan oleh 11 kementerian terkait, salah satunya adalah Kementerian Agama.
Ini untuk mengakomodir masukan dari lembaga dan ormas masyarakat dan keagamaan.
Ini demi untuk mencapai pemahaman yang sama dan penyempurnaan RUU KUHP,”
tandasnya. (Kemenag/MDj/red)
0 Comments