Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM – Kantor Bahasa NTT siap mengawal delapan butir rekomendasi
yang dihasilkan dalam Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (MUNSI) III tahun
2020 awal November 2020 lalu. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Bahasa NTT,
Syaiful Bahri Lubis dalam wawancara dengan media ini di ruang kerjanya pekan
lalu.
“Jadi
kita sangat mendukung dan mengawal hasil rekomendasi MUNSI ini, mudah-mudahan
paling tidak untuk tingkat NTT bisa benar-benar kita jalankan di masyarakat
sehingga teman-teman sastrawan itu tetap terlibat dalam hal ini. Ini yang
menjadi tanggapan kita terhadap delapan rekomendasi MUNSI. Ini adalah sinergi
antara badan bahasa sebagai sebuah lembaga, dan juga kantor bahasa sebagai perpanjangan
tangan dari badan bahasa di daerah, dan juga teman-teman komunitas atau juga
lembaga-lembaga lain yang tentu punya kepentingan dengan perkembangan sastra
ini, termasuk juga pemerintah daerah,” ungkapnya.
Dari
delapan rekomendasi MUNSI III, lanjut Syaiful, paling tidak terdapat dua hal
yang dipastikan akan dijalankan pada tahun 2021 mendatang. Pertama, penulisan
dan penerjemahan karya sastra berbahasa daerah sebagai bagian dari program
Pelindungan Sastra daerah. Kedua, pelatihan literasi khusus bagi tenaga
pendidik sebagai bagian dari program Pembinaan Sastra.
Terkait
penulisan dan penerjemahan karya sastra berbahasa daerah, ungkapnya, Kantor
Bahasa NTT mendapatkan porsi yang lebih banyak. Dari 72 bahasa daerah di NTT,
dipastikan 20an bahasa daerah akan menjadi fokus program penulisan dan
penerjemahan karya sastra berbahasa daerah pada tahun 2021 mendatang.
“Yang
paham sastra daerah, ya, penutur-penutur bahasa daerah itu sendiri. Dosen,
sastrawan, ini yang akan kita rangkul untuk menulisnya, dan kebetulan memang di
rambu-rambu dari badan, bahwa yang akan menulis atau menerjemahkan ke dalam
bahasa daerah ini tidak harus orang kantor bahasa atau penerjemah tapi boleh
orang luar yang penting dia memahami bahasa daerah itu sendiri. Artinya, kita
lebih longgar mengajak para penutur bahasa daerah, sastrawan daerah terutama
dalam lingkup Kantor Bahasa NTT,” urainya.
Salah
satu contoh yang bisa ditulis menurut Syaiful adalah cerita rakyat atau sastra
berbahasa daerah lainnya, yang penting sepanjang ada nilai-nilai yang dapat
diambil seperti kelokalan, moral, penguatan karakter anak, kegigihan,
kepemimpinan. Semuanya ditulis dari dari bahasa lisan ke bahasa teks dalam
bahasa daerah kemudian ke bahasa Indonesia. Semangatnya yakni, pelindungan bahasa
daerah. Dengan menulis karya sastra dalam bahasa daerah, menurut Syaiful,
sampai kapan pun bahasa itu sudah terekam dan terdokumentasi.
Pelatihan Literasi bagi Tenaga Pendidik
Syaiful
menjelaskan, selain penulisan dan penerjemahan karya sastra berbahasa daerah,
salah satu prioritas utama Kantor Bahasa NTT pada tahun 2021 yakni, pelatihan
literasi khusus bagi tenaga pendidik yang adalah ujung tombak dunia sastra. Tenaga
pendidik, tegasnya, harus dibekali dengan keterampilan lain terutama dalam
bidang literasi, selain tugas pokok mengajar.
“Bukan
sekadar guru tapi bisa baca puisi, mengajarkan menulis cerpen dan sebagainya.
Guru-guru yang seperti ini yang sangat dibutuhkan karena guru adalah ujung
tombak. Harus ada pengoptimalan diklat guru juga teman-teman komunitas. Saya
sependapat dengan bagaimana sastrawan masuk sekolah yang sudah dirintis lama,
itu harus dipertahankan karena terkadang guru-guru tidak semuaya menjiwai
sastra. Jadi harus dibantu oleh sastrawan yang nimbrung ke sekolah, boleh
melalui program badan bahasa, juga dirjen kebudayaan. Jadi, yang melakukan
pelatihan di sekolah baik itu untuk guru maupun siswa adalah teman-teman
sastrawan, diberi ruang di sana. Bagaimana proses kreatif membuat puisi, cerpen
dan lain sebagainya,” jelasnya.
Syaiful
mengakui, program pelatihan bagi guru ini sangat penting mengingat kenyataan
bahwa tidak semua guru memiliki ketertarikan terhadap dunia sastra dan literasi
pada umumnya. Bahkan, ungkapnya, seorang guru bahasa Indonesia sekalipun, belum
tentu dapat menjadi contoh bagi peserta didik misalnya bagaimana menulis sebuah
puisi atau cerpen.
“Kita
bukan mengada-ngada, memang faktanya seperti itu. Nah, jadi inilah harapan
kita, bergandengan tangan dengan sastrawan, ada pelatihan terkait dengan
kegiatan-kegiatan sastra ini ke guru dan juga ke murid. Kalau dulu 2019 saya di
Jambi memang pernah ada kegiatan literasi, dari 25 peserta di kelas itu ada
guru dan juga ada muridnya. Jadi nanti intruktur atau pelatihnya itu melatih
bagaimana menulis puisi, menulis cerpen, tapi yang jadi peserta itu ada guru
dan juga murid. Jadi berkolaborasi di sana. Formasinya 1 orang guru 3 orang
murid dari 1 sekolah. Sebenarnya ini program yang menarik, mestinya bisa
dilakukan. Jadi, guru dengan murid sama-sama belajar dengan pelatih atau
instruktur yang telah ditentukan. Jadi, kita ingin juga ada kegiatan seperti
itu. Kalau selama ini kita adanya di penyuluhan bahasa, kalau ke depan kita ada
di kegiatan-kegiatan literasi, itu yang kita munculkan,” urainya.
Syaiful menambahkan, berdasarkan arahan dari Mendikbud dan juga Kepala Badan Bahasa, terdapat tiga hal yang menjadi prioritas utama Badan Bahasa pada tahun 2021 mendatang. Tiga hal tersebut yakni, Literasi, Pelindungan Bahasa, juga Penulisan Sastra yang masih ada kaitannya dengan program Literasi.
Delapan Rekomendasi MUNSI III 2020
Diberitakan sebelumnya, MUNSI III 2020 menghasilkan delapan butir rekomendasi. Delapan rekomendasi MUNSI III 2020 tersebut mencakup tiga bidang utama yakni, Pengembangan Sastra, Pembinaan Sastra, dan Perlindungan Sastra. Dalam bidang Pengembangan Sastra, dihasilkan tiga rekomendasi yakni, (1) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan ekosistem digital dalam pengembangan sastra di Indonesia, (2) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan penerjemahan karya sastra dan distribusinya, dan (3) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan pengembangan sastra untuk penyandang difabel.
Dalam bidang Pembinaan Sastra, juga terdapat tiga rekomendasi yakni, (1) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperbanyak dan memperluas pelatihan bagi tenaga pendidik dan komunitas sastra, (2) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain membuat senarai buku-buku sastra, dan (3) Badan Bahasa mengoptimalkan kualitas penyelenggaraan MUNSI.
Sementara dalam bidang Pelindungan Sastra, dicetuskan dua rekomendasi yakni, (1) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain meningkatkan pelindungan hak kekayaan intelektual karya sastra serta hak ekonomi dan hak moral karya sastra, dan (2) Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperkuat keterlibatan penulis sastra dalam penyusunan dan pelaksaan program pelindungan sastra. (rf/red)
0 Comments