Muthmainnatun Nurkhikmah
(Siswi SMPN 1 Lewa, Sumba Timur) |
Kriiiinnggg….!!!
Bel
panjang penanda berakhirnya sekolah untuk hari ini berbunyi. Tidak seperti
biasanya, aku menyambut bel ini dengan lesu. “Haruskah aku pulang...? ”sungutku
dalam hati. Hari ini aku malas pulang ke rumah, aku malas bertemu ibu. Ibu yang
belakangan ini sering memarahiku. Ibu yang dulu menjadi tokoh idolaku berubah
drastis saat ini. Seperti pagi tadi ketika adikku menumpahkan susu di meja
makan. Bayangkan saja adikku yang
menumpahkannya tapi aku yang diomelin. Alasannya sih klasik “kamu tidak menjaga
dengan baik adik kamu.” Bahkan alasan wajahku cemberut karena tidak suka
mendapat omelin ini, aku kehilangan uang jajan selama seminggu. Lihat, betapa
jahatnya ibuku.
Tapi
siang itu mau tidak mau aku harus pulang. Jika telat lima menit saja aku sampai
di rumah, bisa-bisa uang jajan bulananku hilang. Ihhh… membayangkannya saja
sudah mengerikan, apalagi kalau sampai terjadi. Wahhh.. pupus sudah harapanku
untuk membeli sepeda baru.
Dalam
suasana batin yang kacau aku pun berjalan pulang. Ketika sampai dipertigaan
jalan mataku sejenak mengarahkan sebuah tatapan lurus pada temanku Rara yang
kebetulan berpapasan. Di tangannya ia membawa seikat bunga melati. Ada apa ya
dengan Rara? Untuk apa dengan bunga melati itu? “tanyaku dalam hati. Aku jadi
penasaran dan mau bertanya langsung. “Mau ke mana Ra?” sapaku ramah. “Mau
jenguk ibuku Ti. Ibuku sakit dan sekarang terbaring di rumah sakit, “jawabnya
sembari menghampiriku. “Kok kamu baru pulang?” tanya Rara dengan keheranan
karena melihatku yang masih berseragam lengkap. Mendengar pertanyaannya yang
penuh keheranan, aku hanya cuma mengangguk pelan sambil tersenyum malu. “Ibu
sakit apa Ra? Boleh ya aku nemani kamu menjenguk ibumu? “pintaku penuh
pengharapan. Mendengar suaraku Rara hanya tertunduk dan mengangguk pelan. Dari
sekilas tatapan aku melihat ada kesedihan mendalam yang dialami Rara.
Sepertinya ibunya adalah sosok pribadi yang sangat dicintainya. “Ibu kamu
orangnya kayak gimana Ra? “tanya ku mencari tahu. Dengan suara agak serak-serak
basah Rara menceritakan siapa ibunya. “Ibuku orang pendiam tetapi lemah lembut
dan sangat dikagumi orang-orang yang sudah kenal dengannya. Tidak hanya bijaksana,
ibuku juga orangnya yang sangat sabar dan penuh keibuan. Aku sangat sangat
sayang padanya. Saat ini aku sangat merindukan kehadirannya. Aku sangat merindukan suaranya.” Mendengar
curhatan Rara aku cuma terdiam sembari membandingkan sosok ibuku. Pasti asyik punya ibu pendiam, tidak bawel
seperti ibuku. Ahh.. aku seakan tidak bersyukur sama sekali. Tapi aku merasa
janggal dengan apa yang dikatakan Rara terakhir kali merindukan suara ibunya?
“Jika
kamu rindu suara ibumu, kamu kan bisa menyuruh ibumu berbicara”
Rara
hanya diam. Mendung dapat kutangkap dari wajah manisnya. Aku jadi merasa
bersalah.
“Maafkan
aku jika aku berbicara menyinggungmu Rara.”
Rara
tersenyum dan menggeleng. Aku terkejut saat Rara menuntunku menuju Tempat
Pemakaman Umum. “Kita mau kemana Ra?” tanyaku panik.
“Katanya
mau jenguk ibuku ya di sini tempatnya”.
Langkah
kami terhenti di sebuah batu nisan bernamakan Raranty Salsabilah binti Ibnu
Salim.
“Ini
tempat peristirahatan ibuku. Di tempat inilah ku setiap hari datang dengan seikat
melati. Di sini tempat aku melepas rindu pada ibuku. Di sini kugenggam lonceng
kecil ibuku dan kubunyikan jika aku merindukan suara ibuku,” kata Rara sambil
meletakkan bunga melati di dekat nisan ibunya.
“Ibu..
I miss you,” bisiknya pelan. Aku serasa
kaku, tubuhku tak bisa digerakkan. Tapi satu yang kupikirkan pulang ke rumah
sekarang dan memeluk ibuku yang bawel. Selagi masih ada kesempatan akan
kuberikan senyuman terbaikku untuk ibuku sekarang, besok dan selamanya. Dan aku
tak ingin lagi punya ibu yang pendiam.
Hikmah yang dapat dipetik dari
cerpen ini:
-
Berikanlah
yang terbaik untuk ibumu, selagi kamu masih punya kesempatan
-
Sebesar
apapun bencimu pada ibumu, kamu tentu tetap akan merasa takut jika kehilangan
ibumu
- Ibu
yang telah Tuhan kirimkan padamu adalah ibu yang terbaik, jangan pernah
menyesal mempunyai ibu yang tidak sesuai denganmu. (*)
Sumber: Majalah Cakrawala
NTT edisi 43
0 Comments