Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Menjadi Guru Kelas Satu: Beban atau Berkesan?

 



Oleh: Sofia Evarianti Balu, S.Pd. 

(Guru SD GMIT Manumuti)


CAKRAWALANTT.COM - Menjadi seorang guru memang bukan pekerjaan yang mudah, apalagi mengabdi pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Pada kelas awal, khususnya kelas satu (1), guru dituntut untuk bersikap dan bertindak lebih kreatif, sebab peserta didik yang berada pada kelas ini adalah mereka yang tengah menjalani masa transisi antara jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SD.

 

Peserta didik yang berada pada masa transisi cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, lebih aktif, dan selalu mementingkan kenyamanan dalam belajar. Guru-guru yang mengasuh kelas satu harus berperan ekstra untuk membantu mengembangkan kecerdasaan peserta didik, membina kepribadian dan budi pekerti peserta didik, dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.

 

Dalam menjalankan tugas sebagai guru kelas satu, terdapat begitu banyak tantangan yang kerap menghadang. Kondisi transisi anak yang berbeda-beda membuat guru harus jeli dalam bersikap dan bertindak. Bahkan, untuk memulai kegiatan belajar dan mengajar, guru wajib membaca kondisi dan kebutuhan masing-masing anak terlebih dahulu. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan karakteristik dan kemampuan anak dalam belajar dan memahami materi pelajaran. Tantangan-tantangan tersebut kerap menjadi beban yang harus dipikul oleh guru-guru pengasuh kelas satu.

 

Dalam perkembangan teori kognitif, Piaget mengemukakan bahwa anak-anak pada rentang usia 7-11 tahun berada dalam tahap operasional konkret. Filsuf dan psikolog ini meyakini anak-anak dengan rentang usia tersebut sudah mampu memahami konsep-konsep abstrak melalui pengalaman nyata (Marinda, 2020).

 

Pada tahap operasional konkret, anak mampu berpikir logis dan memecahkan masalah secara sistematis, memahami bahwa setiap peristiwa tidak selalu berkaitan dengan mereka, serta memahami bahwa orang lain mempunyai sudut pandang yang berbeda. Kondisi yang melekat dalam diri anak ini bersifat potensial dan bisa bermakna apabila dieksplorasi dan dikembangkan.

 

Mendidik dan mengajar peserta didik yang berada pada usia jenjang pendidikan SD, khususnya kelas satu, memang bukan pekerjaan yang mudah. Namun, di balik semua tantangan yang ada, pekerjaan sebagai guru kelas satu adalah sesuatu yang sangat berkesan, tergantung bagaimana seseorang melihatnya. Tidak semua orang yang terpanggil menjadi seorang guru mampu mengasuh kelas satu, sebab dibutuhkan kesabaran dan ketulusan yang besar dalam diri setiap guru guna menghadapi setiap tantangan yang ada.

 

Untuk itu, guru harus mampu mengenal dan memahami masing-masing individu serta mengamalkan enam fondasi pendidikan transisi PAUD-SD, yakni mengenal agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa, kematangan emosi berkegiatan di lingkungan sekolah, kematangan kognitif, pengembangan keterampilan motorik, dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri.

 

Sejatinya, anak-anak kategori umur 6-7 tahun senang belajar dengan sesuatu yang dekat dengan mereka. Pembelajaran yang dekat membuat mereka bisa merasakan pengalaman di dalamnya. Anak-anak akan lebih mampu mengelola pembelajaran apabila proses pembelajaran diatur sedemikian rupa sehingga terasa secara nyata bagi mereka. Pembelajaran yang nyata terasa lebih aktif dan bermakna bagi mereka.

 

Hal-hal sederhana seperti inilah yang perlu diperhatikan oleh guru kelas satu. Menghadapi kondisi tersebut, penguatan keenam fondasi transisi PAUD-SD perlu dilakukan. Misalnya, dengan penguatan keterampilan religius, peserta didik bisa mengenal Tuhannya, seperti melakukan doa rutin sebelum dan setelah memulai pembelajaran. Pihak sekolah selalu membiasakan ibadah buka dan tutup usbu. Peserta didik juga dilatih untuk bermain game yang mengusung konsep kerja sama, pengenalan lingkungan sekolah, dan kemandirian.

 

Upaya penguatan fondasi transisi PAUD-SD juga dapat diintegrasikan di dalam konten pembelajaran. Integrasi ini bisa berupa penggunaan media ajar, misalnya media kartu angka. Penggunaan media kartu angka sebagai media pembelajaran sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan dan pemahaman peserta didik, melatih ketepatan anak dalam membilang, melatih anak dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan memilih sampah, melatih kepemimpinan dan kerja sama dalam sebuah tim, serta melatih anak untuk memproses dan mengolah setiap arahan. 

 

Penguatan fondasi transisi PAUD-SD tersebut bisa dilaksanakan apabila setiap guru memiliki kesiapan dan persiapan yang matang. Kesiapan dan persiapan ini bisa memengaruhi cara pandang guru terhadap anak-anak didiknya. Jika seorang guru memiliki kesiapan dan persiapan yang matang, maka ia akan mudah menjalankan proses pembelajaran. Ia bisa menyesuaikan diri dengan kondisi anak-anak didiknya. Sedangkan, apabila guru tidak memiliki kesiapan dan kesiapan, maka ia akan sulit menjalankan proses pembelajaran dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi anak-anaknya. Akibatnya, mengasuh peserta didik kelas satu selalu dipandang sebagai beban dan tidak berkesan.

 

Pada intinya, mendidik dan mengajar, di tingkat kelas berapapun, adalah hal yang menyenangkan dan berkesan. Ketika mengambil sebuah komitmen untuk mendidik kelompok peserta didik kelas satu dengan segala keistimewaan dan keunikan, seorang guru wajib mencintai profesinya.

 

Ketika cinta menjadi landasan utama, guru tersebut mampu menciptakan suasana belajar yang bermakna bagi peserta didik. Untuk itu, setiap guru perlu mengembangkan diri secara terus menerus agar bisa menciptakan momen paling berkesan ketika mendidik dan mengasuh kelompok peserta didik kelas satu. (red)


Post a Comment

0 Comments